Per 2016, RMID pindah ke RMID Discord (Invite link dihapus untuk mencegah spambot -Theo @ 2019). Posting sudah tidak bisa dilakukan lagi.
Mohon maaf atas ketidaknyamanannya dan mohon kerjasamanya.

Share | 
 

 [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Go down 
Pilih halaman : Previous  1, 2, 3, 4, 5  Next
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-09, 19:17
Post[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
#1
shikami 
Member 1000 Konsep
avatar

Level 5
Posts : 3744
Thanked : 31
Engine : Multi-Engine User
Skill : Beginner
Type : Developer
Awards:


[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
First topic message reminder :

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 G97T5
StoryPlay adalah istilah baru untuk sebuah permainan cerita pendek dimana character akan mengembangkan plot dalam suatu setting dan memungkinkan bisa berinteraksi dengan character lain.
dalam storyplay,pemain hanya diberikan sebuah basic background cerita dimana mereka cukup mengembangkan cerita tersebut dengan gaya mereka sendiri. setiap tokoh buatan pemain dapat digodmodding sendiri selayaknya dalam sebuah cerita normal.

Tujuan :
Spoiler:
Rules :
Spoiler:

Background Story
Eremidia, . .
Negeri indah nan megah terletak di benua forumia. negeri dimana sihir dan ilmu pengetahuan berpadu. para penduduk luar berdatangan menuju ke tempat ini untuk berbagai macam tujuan. demi mimpi mereka, demi cita-cita ataupun demi tujuan yang lebih gelap seperti balas dendam dan ambisi.
namun banyak misteri menyelimuti negeri ini, seolah ada suatu rahasia gelap yang tersembunyi dan siap menghancurkan keharmonisannya.
para orang bijak meramalkan bahwa legenda-legenda baru akan lahir
untuk melindungi atau pun mungkin
menghancurkan dunia.
Peta Eremidia
http://www.nible.org/images/worldmapver2.jpg
< peta ini bersifat temporary, anda bisa menambahkan daerah sendiri di eremidia >

Important Fact
- setting Eremidia adalah antara abad feudal dan pre modern. sekitar 2200 C.Y
cek lebih lanjut di sini
- Eremidia membutuhkan banyak hunter karena kemunculan misterius para monster-monster asing.
- Ibukota Eremidia ini cukup luas terdiri dari 4 bagian kota. dikelilingi tembok raksasa.
ada 4 Quest Center di kota. Quest Center adalah tempat untuk mencari Quest bagi para Hunter.
- para bandit serigala padang pasir/Desert mengacau di wilayah selatan negara eremidia.
- Winhart family adalah keturunan keluarga penyihir yang cukup terkenal di pusat kota Eremidia.

fakta2 lainnya bisa dlihat disini
rmid.forumotion.net/t5706-eremidia-verse-central-database

Richter's stories
chapter 1
chapter 2
chapter3
chapter4
chapter5
chapter6
chapter7
chapter8
chapter9
chapter10
chapter11

Cokre's stories
chapter 1
chapter2
chapter3
chapter4
chapter5

Izn's stories
chapter 1
chapter 2

Clover's stories
chapter1
chapter 2

Signus's stories
chapter 1
chapter 2
chapter3
chapter4
chapter5
chapter6
chapter7
chapter8
chapter9

Roland's stories
Chapter 1[/END]

Nacht's stories
chapter1
chapter2
chapter3
chapter4
chapter5
chapter6
chapter7

mcpherson 's stories
chapter 1

lowling's stories
chapter1

Theo's stories
chapter1
chapter 2
chapter3
chapter4

EmperorAlan's stories
Chapter 1

nisa's stories
chapter 1
chapter 2
chapter3
chapter4

Whitehopper's stories
chapter1
chapter2

Aegis's stories
chapter1
chapter2

Radical Dreamer's stories
chapter 1

Lyonesse's stories
chapter 1

superkudit stories
chapter1
chapter 2
chapter3

yukitou's stories
chapter 1

echizen's stories
chapter1

aidil's stories
chapter1

kabutop's stories
chapter1
chapter2



Terakhir diubah oleh shikami tanggal 2012-07-13, 05:49, total 12 kali diubah

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-12, 18:59
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
hyperkudit 
Pahlawan Super


Posts : 2288
Awards:

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Chapt 2 : The Dark Knight Rises

"Ucok?" tanyaku dengan sedikit bingung.

Aku melihat mahluk-mahluk kerdil itu terdiam ketika aku mendekati mereka, tampak jauh lebih bingung dariku.

"maksudmu dia?" aku menunjuk kesalah satu sudut ruangan, tepat kearah kerangka goblin yang datang ketempatku 30 tahun lalu karena tersesat saat berusaha kabur dari penjara.

"hah!! tidak mungkin.. u-Ucooookk!!" seru seorang kerdil itu, lalu berlari kearah kerangka yang dipanggilnya Ucok.

"berani sekali!! apa yang telah kau lakukan kepada Ucok kami tercinta!!" teriak mahluk kerdil lainnya sembari mengarahkan gadanya kepadaku.

Aku hanya mengernyitkan alisku dan mengangkat bahu, "aku sangat lapar saat itu."

Entah apa yang salah dari kata-kataku, tapi itu membuat mereka membatu, sepertinya keberanian dan semangat mereka yang berkobar tadi langsung padam dan menyisakan mental gadis kecil didalamnya.

"Ngomong-ngomong, apa kalian punya pakaian atau selimut? sudah lama aku kedinginan disini."

"Siapa kau sebenarnya? kenapa kau bisa membunuh Ucok, salah satu pahlawan para Goblin dan berkata demikian santai?" tanya pria kerdil yang berada disamping mayat ucok, nada bicaranya terdengar sangat serius. Kata-katanya tegas dan kuat, bertolak belakang dengan topeng yang dikenakannya, sebuah topeng yang berbentuk ekspresi sedih seseorang.

"Hoo... jadi kalian Goblin?? terakhir aku melihat para Goblin, dia sedikit lebih pendek dari kalian"

"Siapa kau sebenarnya?! Bagaimana kau bisa mengalahkan Ucok?! Salah satu pejuang terbaik kami.” Bentak goblin yang menghampiri mayat Ucok tadi.

“hmmph.. aku adalah, kesatria kegelapan..” Aku membuat suara berat, dan mundur perlahan, masuk kedalam bayangan. Kurasa itu bisa memberikan kesan dramatis dan membuatku terlihat lebih keren.”

“Jangan bercanda!! Katakan siapa namamu! Darimana kau berasal?” Tanya goblin itu bertubi-tubi.

Dia seperti mengintrogasiku, berusaha mengorek isi otak ku dan memasukannya kedalam otak nya.

“haahh.. aku tidak pernah punya nama sebelumnya, tapi orang-orang menjuluki ku dengan sebutan yang bermacam-macam, salah satunya Howl.” Aku menghela nafas karena adegan keren ku benar-benar tidak ditanggapi.

“Apa yang kau perbuat sehingga bangsamu menahanmu disini?!” teriak goblin lainnya.

“Bangsaku? Aku tidak ingat ada jenis lain selain diriku.” Mataku menoleh ke langit-langit, berusa mengingat sesuatu.

“jangan membodohiku! Dilihat darimanapun, kau adalah seorang manusia!” bentak goblin bertopeng sedih itu lagi.

“GYAHAHAHAH.. jadi kalian mengira aku adalah manusia? Ahahah, sepertinya kalian salah pengertian.” Kata-kata goblin itu membuatku tertawa terbahak-bahak.
Terlihat mereka sedikit kebingungan dan mengendurkan pertahanannya. “jadi memang dunia atas benar-benar telah melupakan keberadaanku ya?” gumamku.

“baiklah, kurasa ini waktunya untuk bermain-main sejenak, oh iya aku titipkan tuan Winkle kepadamu, dan terimakasih karena telah membebaskanku walau tidak kuminta.. nak!” seru ku sembari berjalan melewati jeruji-jeruji besi.

“siapa yang kau panggil nak!! Umurku sudah 130 tahun! Panggil aku hangtulah Sirloin.. dan yang lebih penting, mau pergi kemana kau!” teriak goblin bernama Sirloin itu, lalu memerintahkan goblin lainnya untuk menghentikanku. Mereka cekatan dan sigap, namun masih 1000 tahun terlalu awal untuk bisa menghentikan gerakanku.

Ckrank.. prang.. BUK!

Aku merusak rantai besi yang membelenguku, karena kini aku sudah masuk kedalam permainan baru.

“Aku akan mengingatkan dunia atas, kenapa dahulu mereka takut akan kegelapan.” Gumamku kepada Sirloin, lalu masuk kedalam bayangan. Sempat kulihat Sirloin berusaha mengejarku, namun aku sudah berada di dunia atas.

Kondisi di dunia atas tidak terlalu jauh berbeda semenjak aku tinggalkan, api masih berkobar dimana-mana, bangunan-bangunan masih rusak, bedanya kali itu hanya karena serangan goblin.

“Hey.. kau apa yang kau lakukan! Cepat bantu Hunter lainnya membasmi goblin! Dan.. apa kau gila berjalan-jalan telanjang di situasi seperti ini hah!!!” teriak seorang pria kepadaku.

“Hunter? Jadi mereka kini membuat organisasi baru lagi huh?”
“eh.. apa maksudmu? Siapa kau sebenarnya?!?” pria itu menghunuskan pedangnya kearahku.

“hmmph.. kupikir kau tidak akan menanyakannya..” aku tersenyum kecil, lalu berjalan kearahnya yang perlahan mundur ke daerah yang lebih gelap. Kulihat wajahnya mulai ketakutan, mata pria itu membuatku bernostalgia pada korban terakhirku. Korban-korban yang ketakutan ketika aku menunjukan wujud asliku.

“a-aku tahu kau.. ibuku selalu menakut-nakutiku saat aku kecil.. ja-jadi itu tidak hanya bualan semata!”
Pria itu gemetaran, mulutnya tak sanggup menyelesaikan kata-katanya dengan lancar. Aku lalu kembali ke wujud manusia ku, melucuti pakaian pria yang kini benar-benar tidak dapat bergerak karena ketakutan.

“terimakasih atas pakaianmu, dan tolong katakan kepada bangsamu.. kegelapan telah kembali.”

Aku berjalan meninggalkan pria itu, sempat kulihat Sirloin yang mengamatiku dari kejauhan, kurasa dia melihat apa yang telah kulakukan tadi. Dia berlari kearahku, seperti ingin bertanya lebih jauh tentang diriku. Namun sebelum dia sampai ketempatku, aku telah menghilang dalam kegelapan.

Ya.. dunia, Mimpi burukmu telah kembali…

-to be continued-
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-12, 20:06
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
nisamerica 
Living Skeleton
nisamerica

Kosong
Posts : 1668
Thanked : 25
Engine : RMVX
Skill : Very Beginner
Type : Artist
Awards:


[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Chapter 4: Strength of A Thousand Men
“How come it comes to this...?” benakku dalam hati, mempertanyakan keadaan sekarang. Aku sudah memasukkan peralatan menggambarku ke dalam tas, bukan saatnya bagiku untuk melukis ataupun menggambar.

Kami sekarang berada di dalam gua tempat sarang goblin, entah ini karma, takdir, atau apa, namun sekarang kami terjebak di dalam gua tersebut. Di luar gua tempat kami berada sekarang terdapat monster besar yang berbentuk seperti paus sedang menunggu kita. Tubuhnya diselimuti oleh bahan yang terlihat seperti logam dari teksturnya, dan kekuatannya bukan main, bahkan ia bisa menembakkan gelombang cahaya sejenis laser dari mulutnya, menghancurkan apa saja yang ada di depannya dalam satu garis lurus. Aku yakin, ledakan tadi adalah ulah dari monster paus itu.

Aku terjebak bersama Vent ketika kami sedang bepergian mencari bahan racikan. Selain kami, ada beberapa orang lain yang tampaknya adalah kawanan yang telah melawan monster tersebut. Dari pembicaraan mereka, aku bisa mendapati nama mereka masing-masing. Lelaki berambut merah yang dipanggil Phoenix oleh teman-temannya, wanita berzirah biru bernama Claire, wanita prajurit bersenjatakan tombak dengan nama Elicia, dan Nina, gadis yang tampaknya pingsan karena berhadapan dengan monster tersebut. Mereka juga tampaknya kewalahan dan tak bisa menghadapinya.

Selang beberapa lama, kami kedapatan tambahan penghuni lagi, yang baru saja masuk untuk menghindari serangan dari monster tadi.

"HYAHYAHYAHYAHYA! CANT GET ME TODAY, EFFING WHALE!" serunya seketika ia memasuki gua tempat kami berada. Ternyata itu adalah Schneide, ia lalu bergegas masuk ke dalam gua, dan akhirnya menyadari bahwa ia tak sendirian.

“Kamu?!” serunya melihat Phoenix, sepertinya mereka saling kenal, “Dan...Ada Vent juga?!”

Vent membalas sembari mengangkat tangan singkat, “Ey, Sened sendiri?”

Schneide bercerita bahwa ia pun tak sanggup menghadapi monster paus itu, sehingga bersembunyi di gua ini, dan kebetulan bertemu kami semua. Suasana menjadi hening karena ngeri, namun sesekali terdengan raungan dan suara pukulan keras oleh monster tersebut. Setelah beberapa saat, suasana menjadi benar-benar hening.

Kulantas berujar, “Tampak monster itu menyerah, atau sudah menemukan mangsa selain kita.”. Semua menampakkan wajah lega, kecuali satu orang, Schneide, wajahnya mendadak pucat pasi, seperti orang yang baru saja melihat kematian.

“Wait...” gumamnya. Ia kemudian berseru keras, “KYRIE?!"

Entah bagaimana dengan yang lain, tapi aku terkejut, karena ternyata Schneide membawa teman ke tempat ini, namun masih ada di luar gua. Tanpa basa-basi Schneide berlari menuju pintu keluar sekuat tenaga, bermaksud menyelamatkan Kyrie.

“Bego! Kalo ente keluar sekarang-!” seru Vent melihat Schneide keluar gua, namun tidak didengar oleh Schneide, dan ia pun menghilang dari pandangan kami.

Kawanan si lelaki berambut merah tampaknya tidak mempedulikannya, namun Vent, dan tentunya aku, merasa cemas kepada orang tersebut. Aku pun menaruh tanganku di dadaku.




Sementara itu, di luar hutan Timur, terdapat sepasang manusia yang tengah berlari. Mereka adalah pasangan yang baru saja kita temui, yaitu Andy dan Alexis. Mereka tampak suram dan wajah mereka menunduk ke bawah.

Mendadak, Andy berhenti, Alexis pun turut berhenti.

“Andy...” panggil Alexis pelan.

“Alexis, maaf, kau kembali saja duluan.” kata Andy sembari berbalik arah, “Aku akan kembali, monster tersebut tampaknya sangat kuat, Vent tak mungkin menang sendirian!”

“Andy, tunggu!” seru Alexis. “Aku... Aku ikut denganmu, kalau dibiarkan begitu saja, monster itu bisa menyerang kota, dan klinikku tak mungkin bisa menampung semuanya.” Alexis memasang wajah serius dan menatap mata Andy.

“....“ Andy terdiam sejenak, lalu tersenyum, “Heh, tahu begitu mah kita berdua ikut Vent saja tadi.” Alexis balas tersenyum.

Lantas, mereka berdua pun berbalik arah, dan berlari kembali ke tempat monster paus tersebut berada...




Di luar, Schneide mendapati paus tersebut mendekati berjalan mendekati semak-semak, tampak seperti mengendus sesuatu yang ada di balik semak belukar, kemungkinan terburuk pun menghantui pikiran Schneide yang spontan berteriak, “KYRIEEEEEEE!!”

DUAK!!

“Eh?” Schneide tampak bingung dengan apa yang dilihatnya. Ternyata itu bukan Kyrie, melainkan seekor troll! Troll berbadan hijau tersebut menancapkan kedua kapaknya di kepala paus itu, dan ia tampak sedikit kesakitan dan lantas meraung. Kyrie ternyata memanfaatkan kesempatan itu untuk pergi ke tempat yang lebih aman, ia berseru kepada Schneide untuk menyatakan bahwa ia baik-baik saja.

“GRAOOOOOOOO!!!” erang sang paus.

“Apa?! Makhluk apa ini?!” seru troll tersebut, tampaknya ia pun tidak mengetahui apa yang diserangnya, dengan ini pastilah sudah bahwa paus tersebut bukanlah berada pada tempatnya!

Sang paus kemudian menggoyangkan tubuhnya sejadi-jadinya, berusaha melepaskan kapak yang telah ditancapkan oleh makhluk yang awalnya akan dimangsa olehnya. Troll tersebut terlambat melepaskan pegangannya, dan ia pun ikut terangkat bersama kapaknya, berputar di udara mengikuti gerakan kepala sang paus.

“UWHAAAAAAA!” teriak troll tersebut, kapaknya terlepas dari kepala monster paus, dan ia pun terlempar turut bersama kapaknya ke arah schneide.

Tanpa diduga, troll tersebut cukup tangkas, ia menyeimbangkan dirinya di udara dan mendarat... Tepat di depan Schneide yang sedang bingung. Ia membalikkan badan karena menyadari adanya kehadiran seseorang, dan lantas berseru keras, sembari menampakkan gigi-giginya, “Manusia?!”

Schneide yang juga terheran, membalas, “Woy apa-apaan lu troll mendadak muncul?!”
“Grrh...” troll tersebut tampak tidak suka dengan keberadaan Schneide, dan ia sudah akan mengayunkan kapaknya, namun, ia urungkan niatnya mendengar raungan keras di belakangnya.

“ROOAAAARR!!!” paus itu membuka mulutnya lebar-lebar, dan mulutnya bersinar. Seketika itu juga, keluar gelombang cahaya dari mulut sang paus, dan dengan kecepatan tingi menuju Schneide dan troll yang ada di sebelahnya!

“Whoaaaaa!” Mereka berdua secara serentak menghindar ke arah yang berlawanan. Laser yang dimuntahkan sang paus lantas terus melaju tanpa mengenai mereka berdua.

“Hii... Lebih baik aku pergi dari sini...” Troll itu nampak ngeri dan lari dari tempat tersebut, namun Schneide tidak, ia baru sadar bahwa seharusnya ia entah bagaimana menghalangi laju laser tersebut, karena di belakang dirinya, terdapat gua yang sedang kami tempati!

“VEEEEEEENT!!! VISCHEEEEE!!” teriaknya...




Setelah Schneide keluar, kami hanya mendengar paus tersebut meraung berkali-kali, tanpa tahu apa yang terjadi di luar sana. Suasana hening tanpa sepatah kata apapun, aku merasa sedih karena sama sekali tidak berbuat apa-apa dan malah mencari perlindungan sendiri, dan Vent pun tampaknya kesal sekali, ia hanya terdiam sejak tadi. Melihat raut wajahnya, aku bisa merasakan kekesalan yang amat dalam, tak tahan, aku pun memecah keheningan ini dengan memanggilnya.

“Vent...” ucapku lirih. Vent tampak seperti tersadar dari sesuatu begitu mendengar suaraku, ia lalu balik bertanya, “Apa, Piss?”

“Vent, kau ingin menolong Schneide benar?” aku melanjutkan perkataanku, dan Vent hanya mengangguk pelan. Aku lalul memasang raut wajah serius dan berkata, “Kalau begitu, tunggu apalagi?”. Vent yang mendengar pertanyaanku tampak bingung dan terkejut.

“Ta... Tapi, Piss, nanti ente gimana?” tanya Vent, ia mengkhawatirkan diriku. Ia lalu terdiam sejenak, dan kembali berkata, “Piss, kalo menurut ane sih, ane keluar, terus ente tinggal di sini, oke?” Vent menepuk kedua pundakku dengan kedua telapak tangannya yang besar, mengharakan jawaban yang ia inginkan, namun, aku menggelengkan kepala.

“Tidak, aku tidak bisa berdiam diri saja, aku akan ikut keluar denganmu Vent.” jawabku, Vent tampak cemas mendengarnya. “Tidak apa-apa, aku bisa menjaga diriku, kau belum mengetahui diriku sepenuhnya.” aku memasang senyum lembut yang memancarkan keyakinan, Vent sekilas agak terhenyak, bingung, lalu kembali memasang raut wajah serius. Ia mengusap dahi dan seluruh wajahnya, memejamkan mata, seperti sedang berpikir keras.

“Duh... Okelah, ente ikut ane keluar, lakukan yang ente bisa, tapi pas bahaya ente kabur ya?” ujar Vent, memastikan cara agar aku bisa selamat. Aku pun mengangguk kecil. "Semoga halal dan leluhur menyertai kita!" seru Vent.

Tampaknya, kawanan orang berambut merah bernama Phoenix tersebut memperhatikan kami, lalu Claire, sang wanita berzirah biru, berkata sinis kepada Phoenix, “Lihat, bahkan gadis sekecil itu pun berani menantang bahaya, bagaimana denganmu?”. Lelaki tersebut hanya diam seribu kata.

“Betul, tidak ada gunanya kita terus berdiam diri di sini, bila kita biarkan, Chrome Disaster itu bisa mengancam The Capital.” sambung wanita satu lagi yang bernama Elicia.

DEG

Raut wajah lelaki berambut merah itu mendadak berubah, menjadi sangat seram. Ia memegangi dadanya dan berbisik, “Leila...” Ia menggeritkan giginya, seakan marah sekali, lalu berdiri, menghunus pedangnya. Kedua wanita yang bersamanya menampilkan senyum penuh keyakinan, lalu turut berdiri. Sepertinya lelaki bernama Phoenix ini sangat kuat sehingga bisa membuat teman-temannya tersenyum seperti itu.

Namun, belum sempat kami melangkah, mendadak terdengar ledakan besar dari mulut goa, dan batu-batu besar berjatuhan. Terdengar suara Schneide yang memanggil kami dengan suara panik.

“Si bodoh itu! Apa yang dia lakukan!” seru Phoenix geram.

“Sial! Nina!!” seru Elicia sembari melindungi Nina dengan tubuhnya.

Aku terbelalak dengan apa yang kulihat, gua ini longsor dengan cepat, jalan keluar sudah tertutup sepenuhnya, dan langit-langit gua pun berjatuhan. Phoenix dan Claire melancarkan serangan untuk menghalau batu-batu besar, namun hasilnya nihil karena tanah yang longsor semakin banyak. Vent berdiri di depanku dan berusaha melindungiku dari hujaman batu-batu tersebut.

Bila tidak ada yang melakukan sesuatu, kami pasti akan terkubur hidup-hidup, begitulah situasi kami....

Namun kurasa, mereka tidak memercayai yang mereka lihat. Aku yang seharusnya berada di barisan belakang, mendadak menerjang ke depan, Vent terkejut dan berteriak menyuruhku kembali, namun aku tidak menghiraukannya. Aku mengeluarkan kertas dari dalam tasku, lalu mengacungkan tanganku ke depan, ke arah pintu gua dan batu-batu berjatuhan, dan dalam waktu yang sekejap itulah, terlihat cahaya terang keluar dari tanganku.

KATS!!




Schneide terdiam melihat gua itu runtuh sepenuhnya. Pandangan matanya seperti tidak percaya, gua tempat kami berada sekarang tinggal gundukan tanah.

“Bajingan...” gumamnya. “MONSTER KEPARAAAAAT!!” teriaknya, berbalik menghadap monster tersebut, namun mendadak terdengar suara keras dari belakang Schneide.

BATS!!

Bukan suara ledakan, tapi lebih seperti suara sesuatu yang didorong keluar. Schneide berbalik, dan ia melihat batu dan tanah terpentalkan dari mulut gua, dan dari mulut gua tersebut, keluarlah seseorang yang kecil, dan ia berdiri di atas gundukan tanah.

“Hey monster paus!!”. teriaknya, Schneide terkejut. “Aku *uhuk* adalah Vische Abileine, pelukis yang sudah seringkali berhadapan dengan kematian!” aku berteriak sambil menodongkan telunjukku ke arah monster tersebut, Vent, Schneide, terbelalak melihatku. “Medan perang adalah tempatku dan bahaya adalah pendampingku!”

Aku lantas menuruni gundukan dengan langkah tegap sembari terus bersuara lantang, “Orang-orang di tempatku memanggilku ‘The Untouchable Pallete’! Aku, Vische Abileine, adalah pelukis jantung medan perang, seorang War Artist!!”

Kuacungkan kuas buluku tinggi-tinggi ke langit. Suasana menjadi hening. Mungkin yang lain merasa aneh melihat gelagatku, tapi aku sudah terlanjur kelewat semangat, jadi tanpa pikir panjang kukumandangkan seluruh pikiranku, dan kalau kupikir-pikir lagi malu rasanya... :hammer:

“Pissel, awas!!” seru Vent menyadarkanku dari lamunanku. Ternyata begitu sadar, sudah ada sebuah laser lagi yang menuju ke arahku.

Kali ini, semua bisa dengan jelas melihatku, aku mengeluarkan secarik kertas dan kujulurkan ke depan, dan lagi-lagi cahaya keluar dari tanganku, tapi tidak, mungkin itu yang dipikirkan oleh semuanya, tapi cahaya tidak keluar dari tanganku, melainkan dari kertas yang kukeluarkan. Kertas tersebut tidak terlihat spesial, kecuali terdapat huruf unik yang tidak umum dilihat oleh orang tertulis di tengah-tengahnya. Dalam sekejap keluar cahaya yang seperti menyelimuti diriku, dan dalam seketika itu juga kertas yang kujulurkan terbakar, dan laser yang dimuntahkan paus itu meledak tak bersisa.

Aku terhentak mundur ke belakang oleh ledakan tersebut, lalu kubetulkan pijakanku agar tidak jatuh. Sementara yang lain menggunakan kesempatan ini untuk menghadang monster paus itu, Vent dan Elicia yang sedang menggendong Nina menghampiriku. Vent kemudian memegang tubuhku agar tetap tegap, lalu bertanya, “Piss, nanaonan tuh tadi? Diem-diem ente nyembunyiin suatu kekuatan yah?”

Aku menjawab sambil tersenyum, “Hehe... Seorang War Artist harus bisa melindungi dirinya sendiri di tengah medan perang, sudah kubilang kan aku sering bergelut dengan kematian...”. Selesai berucap, kakiku tidak kuat menahan tubuhku lagi, aku pun jatuh ke dalam pegangan Vent.

“Oy, Piss! Napa ente?!” Vent kaget melihat aku terjatuh seperti itu.

“I’m tired....” jawabku.

“Wushyed! Stamina ente lemahnya kebangetan!” seru Vent.

“Sembarangan... Paus tadi kuat, dan item tadi menguras tenaga, biasanya aku cukup menggunakan satu sehari...” desahku lemah, tubuhku mulai berkeringat.

“Oke... Oke, Piss, kerja ente udah bagus, sekarang ane bawa ente ke tempat yang aman.” namun sebelum sempat mengangkatku, sudah ada sepasang sosok yang kukenal berdiri di depan Vent.

“Loh, Andy?! Napa ente balik lagi ke sini?!” Vent terkejut melihat Andy dan Alexis yagn mendadak sudah ada di hadapan kami.

“Tentu saja buat membantu, kau kira apa lagi?” jawab Andy balik bertanya.

“Serahkan padaku, akan kusembuhkan Vische dan gadis itu.” tawar Alexis meyodorkan tangannya. Ia meletakkan kepalaku di pangkuannya dan mulai memancarkan sinar yang nyaman dari kedua tangannya.

“Ini... Sihir penyembuh?” tanyaku yang mengenali sensasi ini. Alexis hanya tersenyum dan mengangguk kecil, sembari mengelus kepalaku.

Melihatnya, Elicia pun menyerahkan Nina yang sedang tak sadarkan diri kepada Alexis, “Tolong titip dia, kami akan menghabisi monster tersebut.”

Vent tersenyum, “Heh, ente ini bikin bingung aja, tadi kabur sekarang balik, tapi makasih dah.”. Ia lantas berdiri dan menyodorkan kepalannya kepada Andy, yang dibalas senyum dan kepalan tangan Andy (bromance :lol: :kabur:). Lantas mereka bertiga, Vent, Andy, dan Elicia berlari maju ke medan pertempuran melawan monster paus tersebut.
Sementara itu, pertempuran tengah berlangsung antara Chrome Disaster dan tim Phoenix dan tim Schneide.

"Final Blade Saver, Shining Blade Cut, EXTEND!!!"

Phoenix menghunus pedangnya, mengayunkan pedangnya tiga kali dan mengeluarkan gelombang energi dari jarak jauh menuju monster itu, ditambah dengan serangan dari Claire.

“Thunder God Style! Lightning Purge!!”
Seberkas sinar seperti petir keluar dari ujung pedang Claire, dan bersatu padu dengan serangan Phoenix, menghujami Chrome dengan rentetan serangan jarak jauh. Tubuh Chrome terpecah belah, namun bersatu kembali seperti agar-agar kenyal.

Aku yang memperhatikan kejadian tersebut, bertanya kepada Alexis, “Tubuh monster itu bukan benar-benar terbuat oleh logam?”

“Benar, tubuhnya gampang dibelah maupun dihancurkan, namun ia bisa meregenerasi tubuhnya sesuka hati, membuatnya sangat sulit dikalahkan.” jawab Alexis.

“Kulihat dia memiliki semacam ‘core’, apa tidak bisa menyerang bagian itu?” tanyaku.

“Bisa, tapi percuma, core tersebut pusat dari kekuatannya, segala damage yang diterimanya akan segera pulih.” Alexis kembali menjawab.

“Lantas bagaimana cara mengalahkannya?” aku kembali bertanya, namun Alexis tidak bisa menjawab sama sekali.

Kembali ke pertarungan, aku melihat Chrome tersebut akan kembali melancarkan serangan terkuatnya, yaitu napas gelombang sinar seperti laser tadi. Semuanya telah menyingkir, namun ada satu orang yang tetap pada tempatnya, yaitu Schneide!

“Bajingan keparat, kali ini tidak akan kubiarkan seperti tadi!! Jangan keenakan ya!!” seru Schneide lantang.

“Apa-apaan dia?!” seru Claire.

“Jangan pedulikan, menghindar!” seru Phoenix.

Sudah terlambat bagi Schneide untuk menghindar, Chrome telah memuntahkan laser itu ke arahnya. Tanpa diduga, Schneide menyiapkan kuda-kuda yang aneh. Kakinya direntangkan dan ditekuk sedikit, lalu kedua tangannya dibentuk seperti sebuah kap di bagian pinggang kanannya, dan ia berteriak.

“UNDEFEATABLE EAST ULTIMATE MOVE!! FIST OF RISING SUN!!”
Dengan teriakan yang seakan menggema, ia mengalurkan kedua telapak tangannya ke depan, dan seberkas sinar yang serupa dengan Chrome keluar dari tangannya!

BLAAARR!!

Suara yang sangat keras, serta gelombang kejut yang cukup besar untuk menghempaskan orang, terjadi ketika kedua sinar tersebut bertubrukan. Keduanya tidak ada yang mau mengalah, dan pertarungan sinar itu terus berkelanjutan.

“Uuurrgh... Bangsad ini kuat juga...!” geram Schneide, sepertinya kekuatannya sudah terkuras, sedikit demi sedikit gelombangnya tertekan.

Chrome terus menekan Schneide, tanpa menyadari dua sosok bayangan sudah ada di bagian kiri dan kanannya, melompat ke udara. Itu adalah Vent dan Andy! Yang telah mempersiapkan serangan mereka masing-masing di udara. Vent berputar, lalu melayangkan kakinya tepat ke bagian samping perut kanan Chrome, disusul oleh tebasan berputar di udara oleh Andy tepat ke bagian rusuk kirinya.

Kaki Chrome tersebut bergeming sedikit, namun ia kembali berpijak, lukanya sembuh kembali dan mengibaskan ekornya ke arah Vent dan Andy. Andy berhasil menghindar, namun Vent terserimpit sedikit, dan ia jatuh ke tanah.

“Wasem!” seru Vent ketika jatuh terjerembab.

“Vent! Kau tidak apa-apa?!” seru Andy. Vent mengacungkan jempol tanda ia tak apa-apa, Andy sedikit lega, namun ia kembali menatap Chrome dengan horror. “Makhluk macam apa ini, aku menebas dan menebas, namun lukanya pulih kembali secepat itu...”

Chrome masih terus melanjutkan pertarungan sinarnya dengan Schneide. Schneide terlihat sudah tidak sanggup lagi dan gelombang energinya sudah tertekan jauh dan mendekati dirinya. Imbas dari tubrukan gelombang itu sudah terasa oleh tubuhnya, dan ia sudah merasa tak kuat.

JLEB!!

Mendadak Chrome tersebut berhenti memuntahkan cahaya, mulutnya telah tertutup! Ternyata Elicia terjun dari tempat tinggi dan menusuk mulut Chrome tersebut dari atas, menutup mulutnya yang tengah menyemburkan gelombang cahaya. Jalur yang mendadak tertutup tersebut membuat gelombang yang akan dikeluarkan oleh Chrome menjadi terhambat, membuat tubuhnya gembung dan bersinar, sepertinya ia kesakitan.
Melihat itu, Schneide langsung melancarkan jurusnya kembali dengan keras.

“UNDEFEATABLE EAST ULTIMATE MOVE!! FIST OF RISING SUN!! ULTRAAAAAAAAA!!!!!
Meskipun ia menambahkan kata Ultra, namun kekuatan gelombangnya tetap sama saja... :P

Gelombang tersebut melaju terus ke arah Chrome, Elicia yang melihatnya terkejut, ia melepaskan diri tepat sebelum gelombang yagn dilancarkan Schneide menghantam Chrome, dan berguling di tanah. Dihantam dari luar dan dalam, Chrome tersebut pecah dan pecahannya berhamburan.

“Hati-hati dong, bodoh!” serunya kepada Schneide.

Schneide yang lelah hanya membalas dengan tertawa, “Hahaha... Sori, sori, tapi kita akhirnya menang...”

Pecahan tubuh Chrome berhamburan, ‘core’nya yang berbentuk bulat sempurna terlihat jelas hangus di tengah-tengah hamburan tubuhnya. Mereka yang masih segar bersorak-sorai atas kemenangan mereka atas monster level S, dan mereka yang lelah duduk di tanah dan memandang langit.

Namun, ternyata pertarungan ini belum selesai. Mereka mendapati core Chrome tersebut berpijar, dan bergetar sedikit. Lukanya sembuh, dan pecahan tubuhnya yang bagaikan agar-agar itu berkumpul kembali ke tempat core itu berada. Ekspresi horror terpampang di wajah semua yang melihat kejadian itu.

“Sialan! Monster bajingan ini!” seru Schneide sembari menginjak salah satu pecahan Chrome tersebut. Namun mendadak ia mengernyit karena rasa sakit yang ditimbulkan. Pecahan tersebut masing-masing memancarkan cahaya berwarna putih dan mengeluarkan panas, seperti laser yang dikeluarkan dari mulut Chrome tersebut namun berukuran kecil.

Putus asa, begitulah ekspresi yang mereka dapatkan melihat monster tersebut perlahan-lahan membentuk kembali tubuhnya. Aku pun ngeri melihatnya, namun mendadak di benakku terlintas sebuah ide.

“That’s it!” seruku seraya berdiri. Alexis terbelalak meilhat kelakuanku, ia bertanya ada apa, dan aku menjawab sambil berlari, “Aku terpikir suatu cara! Aku akan ke sana! Terimakasih sudah diobati!”

Chrome hampir terbentuk kembali, Phoenix dan Claire mencoba memotong-motong kembali monster itu dengan jurus mereka, namun hasilnya nihil, Chrome tetap dapat beregenerasi kembali.

“GRROAAAAAARRR!!!” monster itu kembali meraung, meskipun tubuhnya belum kembali seperti semula.

Pada saat itu aku sampai ke tempat mereka, “Teman-teman!” seruku.
“Pissel?! Napa ente kesini lagi?!” tanya Vent.

“Aku menemukan cara untuk mengalahkannya, Vent.” jawabku dengan wajah serius. Semua orang terkejut mendengarnya.

“Pertama, dengarkan” kataku mulai menjelaskan. “Kalian liha, kekuatan beregenerasi monster itu ada batasnya.” kataku seraya menunjuk monster tersebut. Semuanya melihat ke arah Chrome, dan tampaknya mereka menyadari apa yang ku maksud.

“Kau benar, luka monster itu semakin lambat menutup.” sahut Claire.

“Dan lihat! Luka-luka bekas sabetan kalian masih ada!” seru Schneide mengiyakan.

Phoenix terdiam, lalu berkata, “Aku sudah tahu itu dari awal...” ia terdiam senejak lalu melanjutkan, “Hanya saja, apakah kita mampu bertahan hingga energinya habis?”

Suasana kembali hening dan semua tertunduk lesu. Untuk menghasilkan kerusakan seperti tadi saja sudah sangat bersusahpayah, entah apakah kita bisa bertahan menghadapi monster ini terus menerus.

“Sudah kubilang, soal itu, aku menemukan caranya!” seruku. Phoenix sedikit tertegun mendengar ucapanku, seolah bertanya apakah ucapanku benar apa adanya atau tidak. Aku kembali menunjuk Chrome, dan berkata, “Sekarang lihat, pecahan tubuhnya berkumpul kembali di sesuatu yang seperti jantung, yaitu core-nya”

Semuanya mengiyakan, namun Phoenix bertanya, “Kau benar, tapi kenapa dengan itu?”
Aku lalu menjelaskan rencana yang kupikirkan untuk mengalahkan monster tersebut, dan semuanya terkejut mendengar rencanaku.

“...Apa kau yakin dengan rencanamu itu, gadis kecil?” tanya Elicia kepadaku.

Aku menggelengkan kepala, membuat semua orang kecewa, namun aku berkata, “Aku tidak tahu, aku belum pernah mencobanya, karena itu, mari kita coba sekarang!” Mendengar ucapanku, beberapa dari mereka tertegun, dan akhirnya memasang wajah yang memiliki semangat untuk kembali bertarung.

“Baik, kita coba! Toh ga ada cara lain!” seru Schneide. Semua pun akhirnya mengiyakan. Namun pembicaraan kami tadi telah memberi waktu yang cukup untuk Chrome kembali seperti semula.

“GRRRR.....” semua tersentak melihat Chrome sudah pulih, dan memasang kuda-kuda bertarung. Chrome lalu membuk mulutnya, dan kita semua tahu apa yang akan terjadi.

“LARI SEMUANYAAAA!!” teriak Schneide lantang. Sepertinya ia sudah tidak punya cukup tenaga untuk mengulang jurus tadi.

“GRAHHK!” lagi-lagi semua terkejut atas apa yang mereka lihat, Chrome itu tidak lagi memuntahkan laser! Melainkan, ia seperti menderita, seperti orang yang sedang sakit dan batuk.

“OHO!! Energinya pasti sudah habis!! SERANG SEMUANYAAAA!!” Schneide kembali berteriak lantang, walau sudah kehabisan tenaga untuk jurus, namun teriakannya tetap kencang.

Schneide, Phoenix, Elicia, dan Claire maju bersamaan dan melancarkan jurusnya masing-masing. Elicia memberi tambahan kekuatan kepada tiga orang sisanya, kemudian Phoenix dan Claire kembali menyerang bersamaan dengan Shining Blade Cut dan Lightning Purge ke arah kaki, disusul dan diakhiri oleh Schneide, dengan jurusnya yang bernama Drache Kinhakken, yaitu tebasan ke atas dengan menggunakan pedang.

“Heh, sekarang ente rasain Jurus Tapak Sepatu ane...” Vent sudah meminum ramuan racikannya , dan memasang kuda-kuda pemabuk! Tak hanya dia, bahkan Andy juga meminum minuman tersebut dan wajahnya tampak merah.

“Maksudmu *hicc* ‘kami’ kali, Vent?” tanya Andy sembari bergoyang karena mabuk.
Vent tersenyum mendengar perkataan Andy, dan mereka maju menyerang bersamaan. Serangan tendangan mereka begitu cepat, dan mereka melakukan gerakan yang sinkron, sedikit demi sedikit tubuh Chrome dipenuhi oleh jejak sepatu. Kemudian mereka melompat, dan secara bersamaan mereka melakukan tendangan berputar dari kedua sisi yang berlawanan ke kepala Chrome. Vent kali ini reflek menyerukan nama, "Twin Tornado Finisher!"

Vent lalu mendarat dengan mulus, namun Andy malah terjatuh karena sempoyongan, sepertinya dia tidak kuat karena mabuk. Ven lalu berceloteh, “Ente bagus, Andy! Sned! Sori pinjem nama ga bilang-bilang!”

“Nda apa, bos! Sante aja!” balas Schneide.

Chrome tampak bergoyang, sepertinya penglihatannya sedikit berputar karena dikenai serangan tepat di kepala, melihat itu aku pun maju ke depan. “Kali ini tiba giliranku lagi, bersiap semuanya!!”

“Maaf, ya!!” Aku berteriak sembari melemparkan sesuatu ke dalam mulut Chrome yang sedang goyah itu dan langsung berlari menjauh, begitu pula semuanya, mereka mencari tempat yang aman. Chrome tersebut tampak merasa ada yang janggal di dalam tubuhnya.

“Merunduk!!” aku berteriak dan tiarap, dan seketika itu terjadilah ledakan dari dalam tubuhnya. Yang kumasukkan barusan adalah bom, salah satu perlengkapan yang selalu kubawa ke medan perang. Aku memegangi topiku agar tidak terbang, juga memejamkan mataku dan mengatupkan mulutku sekuatnya.

Setelah cahaya dan panas dari ledakan tersebut mereda, kami semua dapat melihat tubuh Chrome tersebut pecah berhamburan, dan tersisa ‘core’ di tengah-tengahnya. Inilah kesempatan yang kami tunggu-tunggu.

“Sekarang!! AMBILL!!!!!!” Teriak Schneide sekeras mungkin.

Serentak kami berlari ke arah ledakan tadi berada. Yang berada paling dekat dari ledakan adalah Andy, ia berlari sekencangnya ke arah core tersebut. Benar, tujuan kami adalah mengamankan core tersebut dari pecahan badannya!

“Vent! Lakukan!” seruku memerintah Vent.

“Oke Piss!! Siap!!” balas Vent, ia berhenti berlari dan mulai menghujamkan kakinya ke dalam tanah. Sementara itu Andy sudah sampai ke tempat core itu berada.

“Gotcha!” seru Andy, ia berhasil mengambil core tersebut dan lari dari tempat itu. Schneide yang melihatkejadian itu langsung bersorak. Namun mendadak Andy bersuara keras dan terkejut, “Hey, pecahan tubuhnya benar-benar mengejar!!” Andy terus berlari dari pecahan tubuh yang mengejar ‘jantung’ mereka, seakan-akan meminta Andy untuk mengembalikan tuan mereka.

Dengan kecepatan Andy, ia berhasil menghindari sergapan dari para ‘agar-agar’, namun akhirnya ia terkepung dari segala arah, pecahan itu terlampau banyak untuk ditanganinya sendiri. Gumulan agar-agar pun saling bercampur dan membentuk gulungan ombak di hadapan Andy.

“Andy!! PASS!!” Schneide sudah ada di sisi kiri Andy, bersiap menerima ‘bola’. Andy pun melempar ke arah samping dan bersiap mengeluarkan belatinya, namun gulungan ombak agar-agar yang ada di hadapannya berbalik arah mengejar bola yang dilemparkan.

“Yosh! Aku maju!!” Schneide berlari, namun karena ia sudah kehabisan tenaga, ia tidak bisa berlari sekencang Andy, dan perlahan terkejar. “AIIIEEEEE!!! Panas! Panas!!” Jeritnya kesakitan ketika beberapa pecahan tubuh Chrome menempel di kaki dan punggungnya. “Woy cowo bajingan!! Tangkep nih!!” teriaknya seraya melempar core tersebut ke arah Phoenix.

“Kubunuh kau kalau sekali lagi berani berkata begitu.” balasnya dengan wajah dan tatapan dingin, namun Schneide tidak menghiraukannya. Ia lalu berlari membawa bola menjauhi kerumunan agar-agar Chrome. “Tsk. Sampai kapan aku harus melakukan permainan anak kecil begini?” ujarnya kesal.

Claire yang berlari di sisi kanan membalas, “Kita akan terus begini hingga energinya habis kan? Lempar ke sini!!”

Phoenix pun melemparkanya kepada Claire, dan Claire mengopernya kepada Elicia. Dan setelah beberapa lama, Elicia melemparkannya padaku, aku pun berlari sekuat tenaga, ke arah Vent.

Seperti biasa, aku melompat kesana-kemari untuk menghindar, dan ketika aku sudah mendekati Vent, aku bersiap untuk melempar core yang tengah kupegang ini. “Vent!! Tangk- !!! AAAGH!!”

Entah itu karena aku sudah kehabisan tenaga tadi, tapi salah satu agar-agar itu berhasil menempel di kakiku, dan berpijar mengeluarkan cahaya panas. Kakiku serasa terbakar, dan langkahku terhenti pada posisi yang tidak memungkinkanku untuk membetulkan pijakanku. Aku pun terjatuh, dan core tersebut terlepas dari tanganku...

Semua terpana melihatnya, seakan disihir menjadi batu. Core tersebut terlempar cukup jauh dan menggelinding di tanah, dan aku tidak bisa mengambilnya, dan tidak ada orang yang cukup dekat dengan posisiku, Vent pun tidak akan sempat untuk mengambilnya. Ketika agar-agar itu berhasil menyentuh core-nya, Chrome akan terbentuk kembali, dan aku tidak yakin kita bisa menghadapinya sekali lagi. Apakah semua sudah berakhir...?

“HYAAA!!”

“Eh??” Terdengar suara dari arah depan, dan aku melihat core itu dibawa lari. Dan itu tak lain tak bukan adalah Poyo!

“Poyo?!” Aku terkejut, ternyata masih ada harapan, Poyo menggigit core tersebut dan berlari ke arah yang berlawanan dengan pecahan chrome itu. Dan di dia menuju ke arah, Kyrie!

“Whoa?! Kyrie?! Bahaya!!” seru Schneide. Namun Kyrie tidak menghiraukan peringatan Schneide, Poyo kembali ke pelukan Kyrie, dan ia mendapatkan core tersebut.

“Aku mendapatkannya! Apa yang harus aku lakukan?!” teriaknya. Egh, betul juga, ia tidak ikut mendengarkan strategi kami!

“Pass sini coy! Sini!!” Vent berteriak, untung Kyrie cepat menanggapinya dan melemparnya kepada Vent. Akhirnya Vent berhasil menangkapnya, lalu, ia melempar core tersebut ke dalam lubang yang telah ia gali sebelumnya menggunakan kaki. Ia lalu mengangkat batu besar yang sudah ia siapkan sebelumnya, dan mengatakan kata-kata terakhir untuknya, “INI akhir dari ente, siluman edhan!!”

DUG!

Lubang itu tertutup oleh batu besar. Vent lalu menjauh. Pecahan tubuh chrome berkumpul di sekitar batu besar itu, menempel, melompat, berusaha untuk masuk dan mengambil kembali tuannya.

“Berhentilah...” aku bergumam.

Batu tersebut terus ditempeli oleh pecahan Chrome, mereka memancarkan cahaya. berusaha untuk melelehkan batu tersebut. Sementara itu teman-teman sudah kembali ke sisiku dan menyaksikan perjuangan pecahan Chrome tersebut menyelamatkan ‘tuan’nya. Lama berlalu dan kami terus memperhatikan. Keheningan menyelimuti kami sementara pecahan tersebut terus melompat dan bercahaya.

Akhirnya, terbukti perjuangan mereka sia-sia, pijaran cahaya mereka kian lama memudar, dan satu-satu pun berjatuhan dari batu besar tersebut. Hingga pecahan terakhir kehilangan cahayanya, dan suasana hening sepenuhnya

....

“...Wow.” gumam Schneide memecah keheningan.

“Kita... Menang?...” tanya Claire.

Suasana kembali hening sejenak, lalu aku bersorak, “Kita menang!!” dan melompat tinggi, seakan tubuhku tidak terluka, meski setelah itu aku kembali terjatuh, dan ditopang oleh Vent.

Vent tersenyum, dan mengacungkan jempol, aku pun membalas senyumnya. Schneide melompat kegirangan, sedangkan Andy duduk tenang sambil tersenyum dan Kyrie hanya bisa tersenyum. Claire dan Elicia menghembuskan napas lega dan duduk bersimpuh. Alexis yang melihat dari jauh tersenyum.

Sedangkan, Phoenix? Ia membuka kembali batu besar tempat core tadi tertanam, lalu mengambilnya, ia bergumam pelan, aku tak dapat mendengar dengan jelas, namun sepertinya benda itu berhubungan dengan asal-usul dirinya. Lalu ia berjalan ke arahku, dan berkata, “Pengamatan yang bagus, gadis kecil.”

Aku tersenyum dan membalas, “Aku pelukis, apalagi yang kau harapkan?”
“Hmph.” Phoenix tersenyum kecil.

Begitulah, akhirnya petualangan pertamaku malah berakhir dengan mengalahkan monster level S. Benar-benar tidak masuk akal, tapi untung semuanya berakhir dengan baik...

To be continued...


Terakhir diubah oleh nisamerica tanggal 2012-07-12, 20:40, total 1 kali diubah
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-12, 20:15
PostI have no existence here
yukitou 
Newbie
Newbie
yukitou

Level 5
Posts : 61
Thanked : 1
Engine : Multi-Engine User
Skill : Beginner
Type : Artist

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
I HAVE NO EXISTENCE HERE

Chapter 1

Oke, ini benar-benar keterlaluan... Belum sempat aku memasuki gerbang Eremedia, malah langsung dihujani tebasan oleh para penjaga gerbang.

"Oey! Ada apa ini?" Kataku sambil menahan pedang para penjaga itu dengan 'Lupara'ku.

"Heh! Jangan sok inosen, dasar monster!" Teriak penjaga tersebut.

"Graah!" Para penjaga itu semakin mengayunkan pedangya dengam membabi buta. Setidaknya gerakan mereka tidak terlalu luwes karena armor yang berat itu sehingga dengan mudah aku menghindar serangan yang dilontarkan mereka.

'oey, oey, apa ini benar-benar prajurit Eremedia? Entah mengapa semakin lama mereka malah merekrut orang-orang bodoh ini.,' pikirku.

"Hmph, sepertinya pistolmu itu tidak berguna sama sekali ya?" Kata salah satu penjaga itu sinis. "Sudah kuduga senjata seperti itu tidak ada bandingannya dengan pedang."

Memang, pistol adalah senjata yang baru-baru ini ditemukan, penggunaannya pun susah, harus dengan mengisi bubuk mesiu dan benda bulat kecil yang nantinya akan dilontarkan menuju target. Mereka bilang busur dan anak panah lebih efisien daripada menggunakan senjata baru ini. Tapi...

"Sayang sekali, ini bukan senjata yang disebut-sebut sebagai pistol itu," kataku sambil menyeringai.

----------------------------------

"Jadi, kau membuat para penjaga itu tertidur, begitu?" Kata bartender didepanku.

"Ya begitulah, salah mereka sendiri menyerang tanpa alasan yang jelas. Memangnya ada kejadian apa sih? apa ada monster aneh yang tiba-tiba muncul dikota dan merubah semua orang menjadi slime hanya dengan gigitannya saja?" Kataku sembarangan sambil menggoyang-goyanggkan gelas wine.

"Monster macam apa lagi itu?" Kata sang bartender sambil tertawa. "Memang, akhir-akhir ini keadaan sedang kritis, monster-monster semakin buas, banyak hunter yang mati mengenaskan."

"Yakin itu bukan salah kalian sendiri?" Tanyaku dengan nada sinis. "Biasanya kalian juga kan yang mengeksploitasi alam secara besar-besaran untuk memenuhi perut-perut kalian sendiri, tanpa menyisakan buat mahluk lain?"

"Kalau kau berkata seperti itu sih... Mungkin memang kami para manusia itu mahluk terkutuk ya," katanya seraya tersenyum, senyum yang terlihat serius.

"Yah, aku sih tidak bisa bilang seperti itu. Everyone deserve a second chance, nah, bahkan first chance mereka saja belum terpakai sudah dicap seperti itu," kataku sambil meneguk habis wine yang sedari tadi kumain-mainkan.

"Ah, lebih baik aku tidur dulu. Lagipula besok aku ada urusan," kataku beranjak meninggalkan konter bar. "Setidaknya tidak penuh dihuni oleh orang-orang mati."

"Oh Grey!" Panggil si bartender. "Hati-hati kalau di jalan, kau tahu kan Beastling sudah jarang disini."

"Aku tahu itu, tenang saja," sahutku.

To be continued....
------------------------------------
Spoiler:
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-12, 20:56
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
DrDhoom 
Doomed Zombie
DrDhoom

Level 5
Posts : 629
Thanked : 22
Engine : Multi-Engine User
Skill : Intermediate
Type : Scripter

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Chapter 1

Chapter 2: Rage!

Grrr... Aku kesal, kesal pada diriku sendiri!
Bisa - bisanya aku lari dari makhluk menyedihkan itu!
Dan mereka! Mereka yang bersorak disana! Bagaimana mungkin mereka memandang rendah aku!
Tidak dapat dibiarkan! Dan yang lebih penting, aku tidak mendapatkan apa-apa!
Guah!!!

Aku berlari masuk kembali kedalam hutan dengan perasaan kesal. Sepintas, aku jadi sangat ingin untuk memakan daging, daging manusia.

Aku berlari menyusuri jalan ke Eremidia, dimana aku bisa mendapatkan apa yang kuinginkan. Tidak beberapa lama, aku telah sampai di depan gerbang Eremidia. Terlihat penjagaan ketat disana. Tidak mungkin aku bisa menerobos masuk begitu saja.

Namun, kemudian aku melihat sekelompok hunter berjalan memasuki hutan. Sungguh kebetulan pikirku. Aku ikuti mereka dari kejauhan. Aku tunggu hingga mereka masuk lebih jauh kedalam hutan, dimana aku dapat lebih unggul.

Seketika, tubuhku bergetar. Pikiranku mulai goyang, seakan akan dunia berputar disekelilingku.
"Oh, jangan sekarang... ", pikirku.
Aku tahu apa yang akan terjadi, dan aku tidak menyukai itu. Perutku yang terus meminta untuk diisi membangkitkan naluri ku. Naluri untuk menjadi kejam, busa, LIAR!

Pikiranku terus memudar, aku tidak dapat mengontrol anggota badanku. Tatapan ku semakin gelap.

........

Aku terjaga, kulihat disekitarku gelap gulita, hal yang sangat kutakuti. Aku berdiri. Lalu aku menyadari, tercecer potongan kain dan darah disekitarku. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi satu hal yang jelas, aku telah menjadi liar.

Kesunyian menyelimutiku. Kegelapan merayap mendekatiku. Aku... Takut. Aku berusaha untuk mengacuhkan ini semua. Sia - sia. Aku bingung harus berlindung dimana, keringat mulai mengucur diwajahku. Lalu aku melihat seberkas cahaya, cahaya yang berasal dari Eremidia. Kupungut dua carik kain di tanah, lalu kupakai untuk menutupi mukaku, berharap agar ini dapat menipu para penjaga gerbang Erimidia.

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Trollscenechap2

Aku mulai berlari, dan kulihat ternyata para penjaga tertidur. Aku diam diam menyelinap mendekati gerbang. Langkah demi langkah... Pelan namun pasti. Dan kulancarkan langkah terakhirku melewati gerbang. Ya, aku berhasil masuk.

Seketika aku berlari, melewati bangunan - bangunan aneh yang belum pernah kulihat sebelumnya. Kulambatkan lari ku, kulihat sekeliling untuk mencari tempat untukku dapat berlindung dari kegelapan ini. Kulihat sebongkah pohon besar, kupikir itu tempat yang cocok untuk ku beristirahat.

to be continued


Terakhir diubah oleh WhiteHopper tanggal 2012-07-12, 21:46, total 1 kali diubah
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-12, 21:17
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
richter_h 
Salto Master
Hancip RMID
richter_h

Kosong
Posts : 1705
Thanked : 30
Engine : Other
Skill : Skilled
Type : Developer
Awards:

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
The Tale of Vent McGraves
Chapter IX


Klik to Chapter VIII
Klik to Ngelawan Paus ShoopDaWhoop

Seminggu kemudian setelah ikut bersama melawan monster nggak jelas yang ceritanya bahkan pemabuk berat sekalipun tidak akan percaya, Vent--di penginapan bersama Vischelia ngobrol, menceritakan apa yang mereka dapatkan, yang mereka pernah alami dan apa yang telah mereka lakukan di hari-hari setelah mereka menghadapi marabahaya class S. Seminggu itu mereka habiskan dengan jalan-jalan di hutan, mencari inspirasi dan bahan racikan, menghadapi beberapa Goblin, dan hal-hal lain yang asik banget tentunya. Tidak lupa, rumor tentang sosok teror dan mimpi buruk yang terbebas dari kurungannya serta mengancam Eremidia tersebar dari mulut ke mulut. Sekarang kota jadi lebih sepi ketimbang hari-hari biasanya, hanya beberapa Hunter yang tersisa karena sebagian besar mengalami musibah; terbunuh, jatuh ke jurang, terbawa arus kali, luka parah dan trauma bahkan karena lutut mereka tertembak panah dari Goblin dan mengakhiri karir mereka sebagai Hunter. Vent dan Vischelia menyadari sekarang-sekarang (dan biasanya juga) monster-monster bermunculan, dan menjadi lebih beringas.

Di penginapan, mereka berdua sedang bersenda gurau, melemparkan beberapa guyonan asik namun kadang garing juga. Penginapan sekarang lebih ramai karena banyak pengelana yang mampir ke kota--ada yang cuma mampir doang, ada yang ingin menjadi Hunter, bahkan ada yang enggak jelas tujuannya.

"Oi, Pissel," Vent berkata setelah tertawa bersama menceritakan cerita-cerita lucu, "Ane pikir, ane ngga bisa sama ente lagi untuk beberapa lama."

Vischelia kaget, tiba-tiba Vent berkata seperti itu. Memang wajahnya wajah orang mabok yang susah dipercaya, tapi Vischelia tahu siapa Vent ini. Dia memilih diam dan mendengarkan alasannya kenapa.

"Kata orang-orang di bar, ada tempat di utara sana, dimana minuman yang ane suka, biang madu asli Nord, dibikin. Ane kudu ke sana buat ngeyakinin kalo di sana emang ada."

"Eh?" Vischelia hanya berkata sepatah kata itu. Ternyata Vent ingin pergi ke utara sendiri, meninggalkannya di kota ini. Pasti ada alasan untuk ini, pikirnya.

"Tau, kan, sejak ane, ente sama yang lain di hutan minggu kemaren? Kemungkinan banyak juga mahluk-mahluk kayak gitu sepanjang jalan ke sono. Lagian, selama perjalanan nggak bakalan ada Andy, Sened, Pinix, Kleir, Nina...."

Vischel diam, berpikir, memikirkan kembali apa yang telah dia lalui bersama pemuda urakan mabok itu. Maksud hati ingin terus bersama dia, tapi mungkin ini adalah yang terbaik.

"Jadi, apa ngga apa-apa kalo ane ke sana sendiri?"

"Baiklah." Vischelia terlihat biasa saja ketika mengatakan kata itu. "Pengalaman yang sangat berkesan denganmu, Vent."

Vent tersenyum. Dia akhirnya bisa meyakinkan Vischelia untuk ditinggal ke utara yang sebagian besar adalah dataran tinggi bersalju dan tundra, tempat biasanya orang-orang Nord (orang Utara) tinggal. Vent merogoh kantongnya, dan memberikan sebotol minuman ke Vischelia yang sudah berhenti minum.

"Enggak apa-apa," Vent meyakinkan Vischelia yang sudah berniat berhenti minum. "Anggap aja ini kenang-kenangan sekaligus hadiah dari ane. Ane cuma punya itu dan ni barel sejak ane di sini."

Wajah Vischelia biasa saja saat menerima minuman itu, tapi air mata mengucur di kedua matanya. Tidak ada ekspresi apapun lagi selain ekspresi biasa ( seperti :| tapi sambil :cry:. bayangkan sendiri. ). Vent lantas bergegas, membawa kantong dan barelnya dan bersiap untuk berangkat.

"Semoga leluhur jaga ente dari maut." Vent pasang pose gaya di depan pintu kepada Vischelia yang masih dengan ekspresinya yang tadi, tidak berubah dan tidak melirik ke Vent.

--

Sebelum pergi ke utara, Vent menyempatkan diri ke bar untuk membeli beberapa botol bir untuk bekal. Setelah membeli 5-6 botol bir dan wiski, di jalan dia bertemu dengan Schneide dan Kyrie, tidak lupa si kucing bantet Poyo. Dan seperti biasa, Poyo menyerang Vent dengan menggigit kepalanya. Schneide dan Kyrie hanya tertawa saat Vent uring-uringan digigit kucing bantet itu.

"Eh? Jadi kamu mau pergi ke utara sendiri?!" Schneide seperti disambar petir, ditebas pedangnya Phoenix dan ditusuk pedangnya Sinclair ketika dia mendengar kemana Vent akan pergi. Sendirian.

"Vischel ngga dibawa juga?"

"Perjalanan yang ane tempuh tidak ada yang aman ataupun asik," Vent dengan kalem menjelaskan, "Selebihnya, jaga Pissel. Dia cewek yang baik, kok."

"Okelah, tapi kembali hidup-hidup nanti."

"Jaga dirimu, ya."

Schneide dan Kyrie tidak bisa mencegah si pemabuk untuk pergi. Mereka mengerti apa yang Vent jelaskan, dan mereka tahu seperti apa Vent itu. Urakan dan rada ngotot...

--

Beberapa belas langkah dari luar tembok kota, Vent berjalan sendiri ke arah utara, dimana dia bisa mencicipi Nord Mead--atau biang madu Nord. Dia juga ingin kembali mengembara seperti yang dulu dia pernah lakukan walau dia punya beberapa kawan yang asik banget di kota. Tapi, apa boleh buat? Ada pertemuan harus ada perpisahan, bukan? Vent merasa berat juga kalau dia harus meninggalkan si cewek imut unyu Vischelia sendirian, terlebih saat dia ingin bersama dia seperti yang pernah dikatakannya dulu. Dia jadi ingat dengan Charlotte--gadis yang pernah dia temui di Westerland, dimana gadis itu ingin terus bersamanya dan berakhir tragis. Vent tidak ingin terjadi lagi hal itu, makanya dia harus kuat meninggalkan Vischelia.

Namun, tiba-tiba...

Seseorang memeluknya dari belakang. Dia berhenti, dan siapa pula yang mau-maunya memeluk pemabuk seperti dia, menurutnya.

"Terima kasih, Vent..."

Eh? Apa? Vent hanya bisa berkata itu. Suaranya dia kenal betul, dan logatnya pun, hmm... tidak bisa dipungkiri.

"Pissel?! Kenapa sampe nyusul segala?!" Ternyata yang memeluknya dari belakang adalah Vischelia, yang selama ini bersama dia dan ingin dia tinggalkan.

"Eh? Apa?!" Vischel melepas pelukannya dan mengusap air matanya. "Aku hanya ingin berkata selamat tinggal saja..."

"Oh, okelah. Tapi inget, pas ente balik ke penginapan, jangan langsung minum-minum atawa hal-hal yang selalu dilakukan sama orang-orang yang ditinggalkan seseorang yang berarti. Dan juga, sekali-sekali coba gambar wajah ente sendiri pas lagi nangis. Kalo kata ane sih ente lebih imut pas begitu..."

"Baik." Vischel tersenyum pada Vent. "Selamat tinggal, dan kembalilah dengan selamat."

"Yo."

Vent meneruskan langkah kakinya ke arah utara, meninggalkan Vischelia yang terus melihat tiap langkah Vent yang semakin menjauh darinya. Vischel tetap yakin, dia masih bisa melukiskan semua kenangan yang dia temui, termasuk saat itu, saat Vent meninggalkannya. Sementara Vent, tidak ada hal lain yang dipikirkan selain biang madu Nord...

Dan petualangan Vent di dunia yang asing ini berlanjut...

Klik to Chapter X


Terakhir diubah oleh richter_h tanggal 2012-07-12, 23:09, total 1 kali diubah
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-12, 22:03
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
Signus Sanctus 
Newbie
Newbie
Signus Sanctus

Level 5
Posts : 69
Thanked : 3
Engine : RMVX Ace
Skill : Beginner
Type : Developer
Awards:
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Chapter 8 Link

Chrome Disaster's Battle

---------------------------------------------------------------------------------

Chapter IX : Thoughtless Action

Aku menatap serpihan kecil dari makhluk Class S tersebut, dan aku penasaran mengapa aku begitu tertarik dengan monster ini...

"Apakah monster - monster ini... ada hubungannya denganku.... Tapi..."

--------------------------------------------------------------------------

"PUHEEEEEEEEEE!!! CAPEEEEEEEEEEEEEEEE!!!!!!"

Ucap Schneide yang terduduk lemas setelah mati - matian bertarung melawan Chrome Disaster sambil dirawat oleh Kyrie.

"Kamu nggak apa - apa, Schneide?"

"Nggak apa - apa kok! Dan ini semua juga berkatmu dan Poyo, kalian berdua hebat!"

Ucap Schneide terlihat melambaikan tangannya pada Poyo, dan berakhir dengan gigitan di kepala.

"UWADAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAW!!!!!!"

Aku terus memperhatikan kondisi kami, lelaki dengan tubuh yang sama anehnya denganku itu, seorang petarung tangan kosong dan pemakai belati yang sepertinya cukup tangguh, yang sedang dirawat oleh Alexis, seorang Healer yang cukup handal, ditambah dengan seorang pemakai Rapier yang menggunakan Magic Seal yang levelnya cukup tinggi, ditambah seorang General dari kerajaan Eremidia, dan aku sendiri, bersusah payah untuk mengalahkan monster seperti itu, itupun ditambah dengan....

"Umm? Phoenix ya? kenapa kamu melihatku seperti itu...?"

Harus dibantu oleh 2 orang civillian seperti ini, dan harus membahayakan gadis kecil bernama Nina Winhart itu....

"Dammit...!!!!"

Aku mengepalkan tanganku menyesali ketidakmampuanku....

-------------------------------------------------------------------------

Selesai beristirahat, semua telah bersiap - siap untuk pergi dari hutan ini.

"Well, untuk sekarang, aku, Phoenix, dan Claire akan pulang ke Bar duluan, Alexis, aku titipkan Nina padamu ya!"

Ucap Elicia pada semua orang yang mulai pisah jalan, namun aku tidak begitu peduli kemana mereka akan pergi dan aku cukup memalingkan wajahku, sampai tanpa kusadari ternyata pria berambut perak bernama Schneide dan Sister dari Sanctuary yang dulu kubakar bernama Kyrie itu mengikuti kami.

"Kalian mau berpesta bertiga tanpa kami?! Enak aja!!!"

Aku hanya sinis memandang wajah Schneide yang berbicara seenaknya, namun ketika aku dan Kyrie bertatap mata, wajahnya terlihat ngeri, bukan ngeri karena ia merasa takut padaku, tapi seakan - akan ia melihat sesuatu yang seharusnya tidak ia lihat sama sekali.

***

"CHROME DISASTER!?!?!? KALI INI KAMU SUDAH KETERLALUAN, PHOENIX!!!!!"

Aku hanya duduk bersila termenung diam sambil diteriaki oleh Leila yang merawat lukaku dengan sigap. Elicia, Claire, Schneide, Kyrie, dan bahkan Pet mereka yang bernama Poyo itu melirikku dengan tatapan meledek, seolah - olah tidak percaya bahwa orang sepertiku akan tunduk oleh wanita seperti Leila.

"MESKIPUN KAMU HANYA MELAKUKAN TUGASMU SEBAGAI HUNTER, TAPI KETIkA KAMU MERASA KONDISI MEMANG SUDAH MUSTAHIL, SEHARUSNYA KAMU SEGERA PERGI SAJA DARI SITU!!!"

Teriakan Leila makin kencang sampai terdengar ke luar Bar, aku menjadi bahan tontonan semua pelanggan yang ada disana, ada yang tertawa meledek, namun entah mengapa, aku melihat banyak tatapan iri dari semua tatapan yang menatapku darimanapun.

"Tapi syukurlah, kamu selamat..."

Dan diakhiri dengan pelukan hangat dari Leila, pelukan yang sepertinya sudah kutunggu - tunggu selama ini...

"Maaf...."

***

9 hari berlalu sejak pertemuanku dengan Chrome Disaster, namun kemampuanku sama sekali tidak berkembang dari hari ke hari....

"Mungkin sudah saatnya aku mengambil Quest Class A...."

Dengan pikiran seperti itu aku pergi menuju Hunter Guild, dan seperti biasa, aku melakukan metode "loncat ranking" supaya aku bisa langsung menjadi Hunter A Class.

***

QUest yang kali ini kuambil berada di Norther Crater area es, dan aku diminta untuk membunuh seekor Monster Class A, seekor Tyrant.

"Sekitar sini kah....?"

Baru saja kulihat - lihat daerah sekitar, tiba - tiba seekor binatang buas menyerangku dengan buasnya.

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 2-pattes

"This is it...!!!"

Aku menarik pedangku, dan kuarahkan menuju Tyrant buas tersebut.

"FINAL BLADE SAVER!!!!"

Kutebaskan tenaga tebasanku menuju Tyrant buas tersebut, namun ternyata, tenaga tebasanku hilang sebelum mencapa monster tersebut.

"Sial, cuaca di tempat ini tidak menguntungkanku sama sekali....!!!!"

Aku terus menjaga jarak dari Tyrant tersebut, namun kecepatan Tyrant itu lebih cepat dari perkiraanku.

"Dammit...!!!!!"

Sabetan ekornya yang besar langsung menyapuku keluar dari area pertarungan, tulang punggunggku patah, kaki kananku terkilir, untuk berdiri membutuhkan perjuangan extra, karena dinginnya tempat ini.

"B... brengsek.... aku.... tidak bisa mati di sini....!!!!!!!"

Saat Tyrant itu akan menggigitku, tiba - tiba.

*BRUAGH!!!!

Tyrant itu terjatuh terjerembab. Awalnya kukira karena ia terjerembab lubang, namun ternyata kaki nya telah terbelah, entah siapa yang melakukannya, aku tidak bisa melihat maupun merasakan gerakannya karena cuaca tempat yang sangat ekstrim ini. Aku melihat Ekornya mengarah ke suatu bayangan, namun...

"Katon...!!!!!"

Dalam sekejap ekor Tyrant tersebut meledak, dan putus seketika itu juga, butuh bom dengan kekuatan yang cukup besar untuk membuat bom sebesar itu.

"Suiton!!!"

kemudian terlihat ia melemparkan sesuatu, awalnya kukira itu adalah pisau, namun ternyata tabung air yang sudah bocor, ia memanfaatkan dinginnya area utara untuk membuat tombak es, dan menusuk tubuh - tubuh Tyrant tersebut.

"Hissatsu....! Zantou-Namakura~!!!!!!!!!"

Terbelah dualah Tyrant tersebut dengan sangat mudah. Darah bermuncratan dengan cepat namun membeku dengan cepat pula, dan ketika itu kesadaranku tinggal setengah, dan satu - satunya yang kulihat didepan mataku adalah....

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Mimi-thinking

seorang wanita berpakaian cukup nyentrik dan ringan, aku pernah mendengar ceritanya....
Dia... adalah.... Ninja....

***

Aku terbangun di sebuah ruangan kayu yang cukup hangat, ditambah selimut tebal yang menggulung badanku.

"Akhirnya kamu sadar, Hunter...."

Aku menatap sumber suara tersebut, dan asalnya dari wanita Ninja tersebut...

"Orang bodoh macam apa yang berani menantang untuk loncat Class dan menjadi Class A hanya dengan cara seperti ini...."

"Aku hanya perlu mencoba lagi..."

Ucapku risih. Namun tiba - tiba Ninja itu duduk di kasur tempat aku berbaring dan mendekatkan mukanya kepadaku.

"Dengar! Jalan Hunter itu bukanlah sesuatu yang bisa dengan terburu - buru seperti itu! Kau kira hanya karena kau sedikit kuat, kau bisa melakukan apapun yang kamu mau!?!? Jangan harap! Kau hanya akan membuang - buang nyawamu sendiri! Masih untung waktu itu kau bertemu aku dan Monster A Class, jika kau bertemu dengan Monster S Class, kamu sudah tamat!!!!"

Ucap Ninja itu kasar kepadaku.

"Kamu... Hunter S Class?"
Ucapku menebak.

"Jadi kamu bisa langsung tahu hanya dengan melihat sekilas? Sepertinya kamu memang lumayan terlatih...."

Aku hanya saling beradu tatap dengan wanita ninja tersebut.

"Ngomong - ngomong, namamu Phoenix kan? Boleh aku bertanya satu hal?"

"................."

Aku hanya terdiam menatap Ninja tersebut.

"Bagaimana rasanya membunuh manusia?"

Seolah - olah ada jarum yang menusuk otak terdalamku, aku terkejut dengan ucapannya, seakan - akan ia bisa membaca pikiran orang semudah membalik telapak tangan.

"Pedangmu, saat kulihat lebih dekat, memiliki bau darah manusia yang sangat pekat, sampai aku tidak kuat menahannya, jadi, kutebak, kau sudah pernah membunuh banyak manusia..."

Aku hanya tertunduk mendengar semua perkataannya.

"Jadi, bagaimana rasanya membunuh manusia?"

Tanya Hunter tersebut, dengan mata yang lebih dingin, dan lebih tajam.

"Tidak terlalu spesial, lebih tepatnya, aku merasa sudah sewajarnya bagiku untuk membunuh, baik itu manusia, ataupun bukan"

Ucapku tanpa ragu.

"Begitukah...."

Ninja itu berdiri dan kembali memandangku dengan pandangan yang sedikit berbeda.

"Apakah kamu pernah menyesali jalan hidupmu?"

Aku terdiam kembali dengan pertanyaannya, namun aku bisa menjawabnya dengan cepat.

"Tidak, meski ingatanku kembali dan ini adalah sesuatu yang aku sesali, aku tidak akan pernah menyesalinya...."

Aku memejamkan mataku, membayangkan seseorang yang sudah menungguku selama ini di Eremidia, orang yang menjadi arti pertarunganku selama ini....

"Karena berkat jalan yan kutempuh inilah.... aku bisa bertemu dengannya... Bertemu orang yang ingin kulindungi, dan ingin ku bertarung untuknya...."

"Cinta...?" Ucap Ninja itu pelan.

"Hmph, hahaha...!!"

Mendadak Ninja itu tertawa pelan.

"Phoenix!"

Aku bereaksi cepat atas panggilannya, menanti apa yang akan dikatakan oleh Ninja tersebut.

"Sebelumnya perkenalkan, namaku adalah Hibana."

Hibana memejamkan matanya, kemudian kembali menatapku.

"Phoenix, akan kuajarkan padamu, cara agar kamu bisa segera naik ke Class A dengan proses yang cukup singkat dan efisien!!!"

"Eh?"

Aku hanya bengong mendengar perkataannya yang tiba - tiba itu, apa maksudnya dengan mengajariku, dan apa untungnya, baik untuk diriku, maupun untuknya sendiri....

To be Continued...
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-12, 22:44
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
NachtEinhorn 
Robot Gedek Galak
NachtEinhorn

Level 5
Posts : 1274
Thanked : 9
Engine : Multi-Engine User
Skill : Beginner
Type : Developer

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Chapter 7: Separate Ways, Encountering the Terror

Beberapa hari berlalu setelah kami mengalahkan Paus Bagiro di hutan. Vent ke utara, Phoenix ngloyor entah ke mana, Andy dan Teman cewenya juga entah kemana. Swordmaiden yang ngebantuin kami juga udah pergi, Vischel si cabe rawit juga ngilang tiba tiba ==. Akhirnya, tinggal aku, Kyrie, dan si Bulet biadab tukang gigit, Poyo.

"MUGYAAAAAAAAAAARGH!!!!! Poyo! Sampe kapan kamu mau gigit kepalaku?" jeritku saat aku melihat lihat papan di Quest center, dimana Poyo tiba tiba menggigit kepalaku, seperti biasa.

pada akhirnya, kami memilih salah satu quest, dan menjalankanya.

==================================================================================

Kami berada di luar kota, daerah barat. Seperti biasa di tengah tengah misi kami dihadang oleh beberapa troll amatir dan mob mob random lainnya. Well, easy prey are easy. sekali libas area langsung clear. Poyo juga kelihatan asik mengunyah sisa baju troll yang dia gigit. Kyrie sedikit khawatir "Poyo, nanti kamu sakit perut loh" katanya mengingatkan si bulet itu. "Hyaaaa~" Jawab Poyo simpel sambil membuang pakaian troll tadi.

Kami melanjutkan perjalanan pulang dengan membawa bahan bahan yang diminta di quest. Di tengah perjalanan kami melihat sesorang, berumur 30 tahunan, terkapar di tengah hutan.

Aku me-poke poke orang itu dengan ranting. Kulihat sedikit reaksi. "Great. Dia masih hidup". Aku dan Kyrie menggotongnya sampai ke dlaam kota, dan membawanya ke penginapan terdekat. "Jeez, extra cost" aku menggerutu dalam hati. Well, aku memang rada rada pelit sih.

----------------------

Pada malam hari, aku masuk ke kamar, mengecek keadaan orang tersebut. Weteefnya, kamar itu terlihat kosong, dan lebih gelkap dari biasanya. Aku menutup pintu, celingak celinguk, mengecek jendela.

Saat aku membuka jendela, aku merasakan aura gelap berada di belakangku. Aku menoleh, dan...
Orang itu ada di belakangku, berdiri tegap, tersenyum.

"Ngaget ngagetin aja kau"
"Kamu... Kamu tidak takut bangun malam malam begini?" katanya sambil tersenyum.
"He? ini masih jam 11 malem, dan kamu" aku menunjuk hidungnya " Buaknnya terima kasih ditolongin malah ngomong hal hal random"
"Jangan bangun malam malam, atau Howl akan memakanmu: katanya. Senyumnya tambah lebar.
"Ho-what?"
"Kamu tidak tahu Howl?"
"Aku bukan dari era... tempat ini."
"Hoooo..." katanya, sambil masih tersenyum "Apakah kau mau tahu apakah Howl itu?"
"Not interested in Ghost stories, so no thank you"

Akan tetapi, tubuh orang itu bergetar, bulu bulu disekujur tubuhnya melebat. Pakaiannya yang sudah compang camping tambah sobek karena tubuhnya membesar. Tanduk tumbuh di kepalanya.

Aku berusaha tenang.

"GHAHAHAHA! Inilah wujud Howl! Sekarang, apakah kamu takut?!" katanya. suaranya berubah, menjadi lebih dalam.

"Wajah kakakku masih lebih seram" jawabku dengan nada mengejek.

"GHAHAHAHAHA! ada juga manusia yang berani menjawab dengan ejekan! Aku suka kamu, nak!"

Monster ini homo yah? =A=

"Baiklah, waktu bermain habis. Aku, Howl, sang teror malam, akan mencabut nyawamu!"

"Tangkap dulu pantatku!" aku melompat keluar jendela. Mahkluk aneh tadi menyusul.

Kami kejar kejaran di atap rumah layaknya pencuri sedang lomba lari. Hingga menemukan tempat yang lumayan sepi, aku pun turun ke sebuah lapangan yang sepi.

"Menyerah, bocah?"

"Hiburannya dimulai disini, om"

Aku menyiapkan pedangku. Howl itu juga telah siap dengan kuda kudanya. Disaat kami akan beradu...

"Ah"

Aku dan Howl itu sama sama menengok. Kami berdua terkejut melihat Kyrie. Sepertinya ia melihat kami berdua keluar kamar (dengan loncat jendela) dan mengikuti kami.

"Kyrie, mundur. Dia berbahaya!" Akan tetapi, saat aku mengembalikan fokusku ke mahkluk itu, kulihat tubuhnya kaku, matanya terbelalak.

"Tidak mungkin..." kata makhluk itu pelan, sebelum akhirnya kabur.

Aku berusaha mengejar, akan tetapi Kyrie menjadi prioritas utamaku. Bagaimana jika dia punya teman? Dan saat aku mengejarnya temannya menculik Kyrie?

Aku menghampiri Kyrie, yang juga terbelalak, kaku. Dan saat aku menepuk bahunya,
"Ah!"
"Ngapain bengong?"
"Tidak.... namun, sepertinya aku merasa amat familiar dengan mahkluk itu..."
"Dia om om yang kita tolong siang tadi"
"Aku tahu, tapi bukan itu... aku merasakan sesuatu yang nostalgik"

Aku mengernyitkan alis.

"Well, whatever. Ayo kembali ke penginapan"

To Be Continued
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-12, 22:58
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
richter_h 
Salto Master
Hancip RMID
richter_h

Kosong
Posts : 1705
Thanked : 30
Engine : Other
Skill : Skilled
Type : Developer
Awards:

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
The Tale of Vent McGraves
Chapter X


Klik to Chapter IX

Sudah tiga hari Vent berjalan ke arah utara, ke tempat dimana kata orang-orang di bar ibukota. Sudah sampai? Ternyata tempat yang dimaksud masih jauh, kira-kira 3-4 hari lagi perjalanan dengan jalan kaki mengikuti jalan yang sering dilalui para pedagang dan pengembara. Botol demi botol bir bekalnya habis, dan tinggal satu botol lagi yang tersisa. Vent belum makan sama sekali sejak dia berangkat dari ibukota--hanya minum bir dan wiski bekalnya, tanpa makanan lain.

Daerah sekitarnya makin lama makin memutih. Bersalju. Ya. Salju dimana-mana. Di rerumputan, di pohon, di gunung, di semak-semak, di semuanya sampai kepalanya semuanya tertutup salju. Teringat kembali saat dia berkelana di daerah Northrend, daerah bersalju dan iklim yang dinginnya minta dipanasi oleh api abadi dan api asmara, dimana dia hampir mati kedinginan dan kelaparan. Lama-lama, semakin jauh melangkah, semakin putih apapun yang dia lihat sejauh mata memandang. Tetesan terakhir bir menjadi penghangat badannya. Dia rasa dia mulai lelah, dan dia harus makan sesuatu. Dia lihat ada sepohon kayu nganggur, dia bersandar di sana, berharap dia bisa kembali meneruskan perjalanannya ke tempat yang dituju.

Makin lama, pandangannya makin berat. Angin yang berhembus makin dingin. Dia tidak kuasa lagi, sepertinya dia akan tertidur beberapa hari di sana sampai dia pulih kembali. Dan saat angin lereng pegunungan berhembus, matanya tertutup rapat...

--

Saat Vent tertidur di alam terbuka, dia bermimpi aneh. Dia lihat beberapa tempat di tempat asalnya, Westerland; ibukota Westmidland, hutan Pinewood, Desa Para Petarung, hutan Westerland selatan, tidak terlewat juga tempat dia berguru ilmu bela diri dan meracik minuman; Corona. Beberapa wajah yang tidak asing baginya; si pirang mata duitan Dorothy, si lelaki nyentrik Courage, Mark si pandai besi, dan gadis rambut merah yang begitu berarti baginya dahulu kala; Charlotte. Mereka mengatakan satu kalimat yang sama padanya; "Jangan menyerah, dunia masih membutuhkanmu."

Tiba-tiba dirinya berada di Eremidia, di penginapan dimana terakhir kali dia melihat wajah Vischelia yang riang itu. Wajahnya itu loh, Vent masih ingat betul pada setiap garis-garis wajahnya terlihat banyak sekali kejadian dan tragedi yang pernah dia lewati sebelumnya. Apa yang dia lakukan, pikirnya. Kenapa dia meninggalkan gadis yang membutuhkannya?

Lantas semuanya menjadi putih. Sosok seorang lelaki renta beruban manum kekar berada di hadapannya. Ya, dialah Ki Joko Perkasa, sang guru dan pembimbing Vent yang telah lama meninggal. Kakek renta itu mengeluarkan cahaya dari tangannya, membuat sebadan Vent hangat. Guru itu tersenyum padanya dan mengatakan kalimat yang sangat Vent kenal betul,

"Guru terbaik tetaplah diri sendiri. Berkelana ke luar sana, dan berlatihlah bersama 'guru'mu."

Pemabuk itu hanya tertegun, dan menyadari ada yang salah. Seandainya dia bisa kembali ke waktu itu dan memperbaikinya...

--

Dia akhirnya terbangun, dan apa yang dia rasakan adalah rasa hangat. Tunggu. Sejak kapan punya selimut, tanya pada dirinya. Dan juga dia masih ingat dia tertidur di alam liar. Dia makin heran, sejak kapan dia bisa sampai ke ruangan berdinding dan langit-langit kayu? Dan juga, sejak kapan dia berjalan ke tempat itu dan tidur di sana?

Dia memalingkan muka ke pinggir, ke arah tengah ruangan. Dia lihat sosok gadis berambut pirang pendek tertidur di kursi, sepertinya menunggu dia sadar. Dan juga dia melihat beberapa barang yang dia sepertinya pernah lihat sebelumnya; topi berbulu itu, tas itu, dan papan itu. Burem, Vent mencoba mengucek matanya dan menerka siapa orang itu. Tunggu. Sepertinya orang itu tidak asing lagi dan tiada duanya... Tapi ngapain juga penasaran? Daripada mikirin hal-hal ngga tentu, mending tidur... Sarewelah...

Vent mencoba istirahat dengan tenang, memulihkan dirinya. Dan sepertinya, setelah bangun dia akan minum 7-8 botol bir...

Klik to Chapter XI


Terakhir diubah oleh richter_h tanggal 2012-07-13, 00:03, total 2 kali diubah
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-12, 23:01
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
Echizen 
Advance
Advance
Echizen

Level 5
Posts : 372
Thanked : 3

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Tales of infamous one
chapter I : Introduction of the me.


Nama : Blaze~
Umur : 19 taon RMID
Asal : Port city
Ciri : wajah panjang lonjong. kulit standar putih. rambut Curly pony disisir kanan warna merah. Ambidextrous. suka pake blazer item.

Namaku Blaze, aku anak baru dalam urusan buru-memburu. aku pindah ke port city karena suatu alasan. dan masih tinggal di penginapan kecil di sudut kota (walaupun jarang pulang juga :P). dibilang NEET sih enggak, dibilang muluk-muluk ia, makanya aku susah banget nyari kerjaan. Tapi menjadi hunter sepertinya seru juga.

"Bang, sirop apel satu.."
"lu kira kafe apa.. ini QC"
"bercanda bang.."
"lu anak baru, gak usah banyak gaya"
"Ini Quest center kan?"
"Iya.."
"Jadi, para hunter biasanya ngapain disini?"
"lu gk usah banyak ngomong, gua ada kerjaan nih"
"eh bang, kok gaya ngomong abang kayak jakarta abad 20 ya?"
"oh iya, aku lupa"
"Aku punya pekerjaan untuk rookie sepertimu,."
"MUKE GILEE.."
"kenapa?"
"Eastern forest bukannya terlalu jauh?"
"oh, mau kutempatkan di Vixephio?"
"nggak nggak nggak.."
"kalau begitu cepat pergi, masih banyak yang antri.."

Dengan begitu aku pergi ke Eastern forest untuk mengambil semacam paket. pekerjaan newbies biasanya. walaupun Eastern forest cukup dekat, katanya jalan kesana penuh goblin dan warlordnya.

Di pintu masuk Eastern Forest, aku merasakan bayangan hitam bergerak cepat dibelakang. aku sudah posisi siap mengeluarkan Dark, katanaku.
"tadi itu.."
"aku punya firasat buruk. entahlah, rasanya aku dipermainkan.."
Aku lanjutkan perjalanan menuju ujung utara. suasana disini cukup dingin, tidak biasanya aku merasa sedingin ini. seketika aku teringat Keluargaku disana. mereka semua sudah lama mati, tapi entah kenapa aku teringat mereka lagi. perasaan ini, aneh.
Tiba-tiba dari samping ada semacam orang cebol menendang kepalaku.
"jadi kalian yang mereka bilang Goblin, hah?"
"huu...man.." - goblin leader
"Ayolah, aku kira kalian lebih tinggi dari lututku.."
Lagi, goblin menyerang kepalaku sampai terpental kebelakang.
"Baiklah, sepertinya adek-adek ini mau main kasar.."
Kali ini dua goblin menyerang kearah kepalaku. sayangnya aku menyibatkan Dark disaat yang bersamaan. jadi tidak akan kena lagi.
"Aw, ayolah. bukankah ini menjiikan! cairan hijau bau.." *sibat pedang*
"Aku punya hal lain untuk diurus, jadi sebaiknya kalian tidak memberatkanku.."

7 Goblin + 1 warlord tadi itu lumayan. lumayan untuk membuat bajuku bau. untungnya gak ada air liur yang kena bajuku. jadi aku lanjut lagi~.

Aku sampai di sebuah pohon besar dengan kolam air jernih kecil disampingnya. perjalanan sampai sini cukup berat. aku bertemu beberapa goblin lagi di jalan tadi. jadi aku istirahat dulu. tapi tidak lama ada cowok sok ganteng dan temen cewek nya.

"Yow, anak baru..!"
"Ha?"
"Masih ingat aku?"
"ngg.. tukang kentut jarang cebok?"
"Apa?"
*gigle* *Cewe temennya
"Kenapa ketawa?" *Ren
"Enggak, aku cuma~~" *cengegesan*
"kalian berdua siapa?"
"Kalau ditanya siapa, namaku Ren dan ini adikku Riana.. kami anak pertama dan kedua dari keluarga Vodtroxphis del minotarixus XII yang--"
"cukup cukup.. kurasa detailnya gak akan terlalu penting"
"Kami dari Port City, kalau kakak?" *Riana
"Aku hippies.."
"hippies itu.."
"entahlah, aku orang yang sering pindah-pindah :P"
"Aku baru jadi Cleric, jadi mohon bantuannya ya kak.."
"Iya.." (ngomong apa sih T.T gak nyambung)
"Jadi, gimana kalo kita bareng aja?" *Ren
"Maaf, tapi aku ada pekerjaan lain. jadi kalian jalan sendiri aja.."
Tiba-tiba sekawanan goblin muncul lagi.
*Cuss* goblin kutusuk tepat sebelum menyentuhku.
"Wogh, reflekmu bagus juga anak baru.."
"Berisik.."
"Sebelum pergi, bukannya bagus kalau meninggalkan sesuatu?"
"Aku cuma..."
"baiklah, tanpa banyak bicara, mari mulai pestanya.."
"Pada saat seperti ini mantraku akan berguna!" *Riana

Aku terkesan pada ayunan kapak Mas mas ini dan mantra adiknya. rasanya mereka campuran sempurna kakak dan adik. aku masih harus banyak belajar soal ini. bahkan kalau dibandingkan denganku, jumlah goblin yang mereka bunuh jauh lebih banyak.

"Baiklah, sampai sini dulu, anak baru!"
"Sampai jumpa kak!"
*menghilang seketika*
"Hey!"
"Heh, aku mau tahu seberapa tahu mereka soal tempat ini.."


tamat Chp. 2 nyusul :P
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-12, 23:07
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
TheoAllen 
♫ RMID Rebel ♫
♫ RMID Rebel ♫
TheoAllen

Kosong
Posts : 4935
Thanked : 63
Awards:




[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Chapter IV Post-battle

Click for chapter III
Click for related previous chapter (Andy met vent)
Click for related previous chapter (Great Battle)

Tak terasa seminggu berlalu. Paska peperangan dengan makhluk yang tampak seperti paus yang terbilang kelas S itu, aku semakin mengenal negara Eremidia dimana hunter menjadi pekerjaan yang cukup menjanjikan.

Aku juga berkenalan dengan beberapa hunter. Salah satu yang kukenal adalah Schneide. Cukup susah aku mengeja namanya memakai huruf. Aku lebih senang menyebutnya dengan panggilan senet. Orangnya lumayan nyentrik dan berisik. Terkadang suka melebay-lebaykan sesuatu yang kurasa tidak perlu dilebaykan. :hammer:

Dan seorang suster yang bernama Kyrie. Dia membawa hewan aneh berbentuk bulat. Terkadang hewan itu cukup berbahaya. Sesekali hewan yang biasa disebut poyo itu mencoba mengigit tanganku. Untung reflekku cukup cepat untuk menghindarinya. Senet dengan puasnya mengejek poyo karena sering gagal saat mencoba mengigitku

Aku mencoba bertanya pada mereka tentang keberadaan Nella. Namun jawaban yang kudapat Nihil. Senet mengajakku untuk mendaftar hunter guild. Barang kali aku bisa mencari informasi disana sekaligus mencari pekerjaan. Aku pun setuju.

Sementara itu Nina kembali ke rumahnya. Namun sesekali ia juga mampir ke klinik Alexis untuk berkunjung. Terkadang dia juga membantu Alexis berjualan potion. Di saat pengunjung mulai sepi, Nina bersama Alexis saling belajar ilmu sihir. Karena dalam waktu dekat, Nina harus menghadiri pertemuan para penyihir dari seluruh penjuru dunia. Dan tempatnya ada di kastil Eremidia (kasi tau kalo tempatnya salah).

Aku bersama senet terkadang membentuk satu tim yang mungkin bisa terbilang lumayan. Saat kami menghadapi monster yang cukup kuat, aku mengalihkan perhatiannya dan selalu saja jadi bahan pancingan. Dan disaat terakhir, Senet dengan kekuatan dahsyatnya selalu menebas monster itu.

---

05:00 PM Clinic

Kuletakkan beberapa kantung emas yang baru saja aku dapat dari bayaran klient di Quest Center di atas meja kayu kecil. Badanku terasa lelah setelah seharian memburu Monster bersama si senet. Kubaringkan tubuhku di sebuah sofa panjang yang berada di ruang tengah rumah Alexis.

"Andy? Sejak kapan kamu pulang?" Alexis tiba-tiba saja muncul dari ruangan sebelah dan memergokiku yang sedang tidur di sofa. Ya, sejak aku kenal Alexis, aku jadi tinggal di clinic ini. Aku tidak punya tempat lain.

"Baru saja" Jawabku singkat "Ngomong-ngomong, di meja itu ada uang dari quest. Mungkin kau bisa menggunakannya"

"Tapi,.. apa tidak masalah kau bekerja sekeras itu dan menumpahkan uangnya padaku" kata Alexis sedikit ragu.

"Tak apa. Aku tidak membutuhkannya. Selama aku masi bisa makan, entah dari hutan atau apapun, aku tidak terlalu menginginkannya" Jawabku. "Tapi ..."

Aku tersenyum dengan niat memberi syarat kepada Alexis dengan menunjukkan luka-luka goresan yang ada di tanganku. Dia hanya tertawa kecil sambil mengangguk-angguk.

"Iya iya... aku akan mengobatimu" Alexis kemudian mendekatiku.

Belum lama Alexis melangkah, Nina keluar dari ruang yang sama dengan Alexis dan berteriak kegirangan.

"Ternyata aku bisa!" Teriak nina kegirangan sambil memandangi tangannya yang menengadah keatas. Diatas tangannya terdapat sebuah bola cahaya kecil. Bola cahaya itu mengikuti kemana pergi tangannya. Nina tidak henti-hentinya memperhatikan bola cahaya itu.

"Wah, kamu belajar dengan cepat" sahut Alexis kepada Nina.

"Ini semua juga berkatmu, Alexis" katanya sambil tersenyum.

"Magic Missile?" Sahutku singkat.

Magic Missile adalah dasar sihir dari sihir penghancur. Setiap pennyihir tipe destruktif pasti memilikinya. Dan beberapa penyihir supporter juga ada yang memilikinya. Magic Missile biasa terlihat seperti bola bercahaya. Gerakannya dapat dikontrol oleh pemilih sihir itu kemana saja selama jangkauan masih mencukupi. Meski tergolong destruktif, tapi Magic Missile hanya akan memukul lawannya dan meninggalkan bekas panas di tubuh. Tidak terlalu menghancurkan


"Yup!" Sahut nina singkat dengan wajah yang masi kegirangan. Dan dia mulai mencoba menggerakkan Magic Missile itu kesana kemari. "Tenang. Aku tidak akan memakainya untuk kekerasan"

Aku ikut senang dengan melihat Nina.

"Ngomong-ngomong, Alexis ..." Aku memanggil Alexis.

"Umm..?"

"Sepertinya kau melupakan sesuatu ..." Aku sengaja memotong perkataanku.

"Owh.. iya maaf..." Alexis menepuk jidatnya. Lalu dengan sihirnya dia menyembuhkan aku perlahan.

Setelah pengobatan sudah cukup, Aku akhirnya bisa kembali duduk dengan nyaman. Dan Alexis pergi ke ruang pribadinya.

"Pertemuan penyihirnya besok kan?" Aku mencoba sekali lagi memastikan acara itu pada Nina.

"Eh? Awww!!" Nina sedikit kaget mendengar mendadak aku mengajaknya bicara. Seketika konsentrasi Nina mengilang dan meledakkan Magic Missile hingga membuat sedikit percikan api. "I.. iya besok acaranya".

Aku berpikir sejenak. Mungkin aku bisa mencari informasi disana tentang keberadaan Nella.

"Apakah orang non-penyihir boleh masuk?" Aku bertanya kembali.

"Tahun yang lalu, orang-orang non-penyihir boleh. Karena itu acara pertunjukan sihir. Sayang setahun yang lalu aku belum bisa maju. Dan kali ini aku harus maju!" Katanya dengan semangat.

"Oh, okay. Mungkin aku akan kesana besok. Lakukan performa terbaikmu" kataku sambil mengedipkan mata.

"Makasih... >w<!!" Sekali lagi Nina sangat bersemangat. Seandainya saja aku bisa sihir, mungkin aku tidak akan seperti ini. Selalu menghindar dan menghindar. Kata kakekku, pendiri klan Landwalker dari awal sudah tidak bisa menggunakan sihir. Namun, klanku sudah dikaruniai kelincahan. Apa boleh buat.

"Hari sudah semakin sore? Apa kau tidak pulang kerumah?" Tanyaku

"Eh? Benar juga" Nina tampaknya baru sadar bahwa matahari sudah mulai menenggelamkan dirinya di bagian barat.

"Kalo begitu aku permisi dulu. Ayah bisa memarahiku kalau aku pulang terlalu sore" Nina buru2 keluar dari Clinic. Belum sempat aku membalasnya, suasana sudah mulai hening kembali.

Aku menghela nafas panjang. Eremidia... Kota yang cukup menarik. Aku harap besok, aku menemukan hal yang baru. Dan kuharap. Aku dapat menemukan Nella tepat waktu...

*To be Continued ...

OOT: sekarang soal acara pertemuannya gimana wa serahin ke Clovy as Nina's Author :lol:

ralat..
AuTHOR :lol: :hammer: :kabur:
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-12, 23:17
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
hyperkudit 
Pahlawan Super
hyperkudit

Level 5
Posts : 2288
Thanked : 30
Engine : RMXP
Skill : Very Beginner
Type : Artist
Awards:

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Chapter 1 : Dark Fear

Chapter 2 : The Dark Knight Rises

Chapter 3 : ugh!

Beberapa jam setelah aku meninggalkan desa, cukup sepi tapi tidak lebih sepi dari penjara, setidaknya disini terang, dan suara yang kudengar tidak cuma tetesan air dari pipa.

“Oke.. menyebar terror sudah, selanjutnya apa yang akan kulakukan ya?” gumamku pelan.

Tunggu sebentar, aku tidak yakin menelanjangi seorang pria dan membuatnya mengompol itu merupakan terror yang benar, dan ada satu hal yang aku lupa, sesuatu yang cukup penting, setidaknya bagiku.

PLAK!

Aku menepuk dahiku, aku baru ingat belum menjemput tuan Winkle dari Shirloin-something, terkadang aku merasa menyesal menjadi seorang yang kelewat jenius, saking jeniusnya pikiranku sering ngelantur dan terlihat bodoh didepan orang lain. Tapi jangan pernah sekalipun berpikiran aku benar-benar bodoh, Karena sebenarnya aku hanya berpura-pura bodoh untuk membodoh-bodohi orang lain agar kejeniusanku tertutupi, walaupun sebenarnya dalam lubuk hati terdalam aku sendiri tidak yakin aku ini orang yang pura-pura bodoh, atau benar-benar orang bodoh yang menganggap dirinya jenius?

ARGGHH!! Cukup sudah kata ‘bodoh’ nya, itu benar-benar mengganggu.

Kembali ke permasalahan awal, sekarang bagaimana aku menemukan tuan Winkle? Ah.. untuk menemukan tuan Winkle, aku harus menemukan Sirloin-something, dan untuk menemukan Sirloin-something aku harus kembali ketempat semula, desa kecil yang disebut Eremidia oleh para goblin, walau setahuku Eremidia terakhir yang kulihat itu merupakan sebuah kerajaan yang besar, mungkin itu hanya ke-kurang pengetahuan-nya para goblin yang seingatku dulu hidup menyendiri dan menghindari kontak langsung dengan bangsa manusia.

“hmmph..” aku menahan tawaku, kenapa aku bisa berpikir dangkal seperti itu? Petir tidak akan menyambar tempat yang sama dua kali. Kembali ke tempat yang sudah kau tinggalkan karena ada hal yang tertinggal itu samasekali tidak keren. Cara terkeren yang bisa kulakukan sekarang hanya berjalan kearah angin berhembus, sambil berharap Sirloin-something secara ajaib jatuh dari langit..

Ralat, maksudku secara ajaib tuan Winkle jatuh dari langit, aku tidak terlalu membutuhkan Sirloin-something disini.

Aku berjalan dan terus berjalan, semenjak 30 tahun terakhir, hanya sebuah Ucok yang menjadi makananku, aku sedikit menyesal kenapa tidak sekalian kumakan saja pria di desa tadi, tapi jika kumakan, tidak aka nada yang menceritakan kepada orang-orang bahwa aku telah kembali. Kurasa aku harus ke kota, sekalian melihat-lihat perubahan apa saja yang sudah terjadi pada dunia atas semenjak kutinggalkan.

Tiga hari berlalu, dan aku akhirnya tersadar sedang tersesat, tidak ada satupun binatang atau monster atau manusia yang bisa kutanyai atau kumakan. Aku sudah terbiasa tidak makan selama ratusan tahun, tapi aku belum pernah tersesat sebelumnya. Posisi pohon-pohon benar-benar berubah semenjak terakhir aku ke dunia atas. Matahari semakin menyengat, akhirnya aku memutuskan untuk beristirahat di tepi sungai, meminum air yang cukup jernih, sampai ada seekor anak rusa lucu menghampiriku.

------------------------------------------------------------------------------

“Errrggghh..” Sendawaku terdengar seperti raungan singa.

Kurasa camilan tadi sudah cukup mengisi perutku yang kosong selama 30 tahun terakhir. Akupun melanjutkan perjalananku, meninggalkan sisa-sisa anak rusa yang cukup lucu untuk jadi camilanku.

Tiga hari kemudian, perjalananku makin suram. Aku semakin tidak tahu berada dimana, bahkan sempat berpikir bahwa aku berada di dunia lain. Kakiku sudah cukup lelah berjalan, akupun merebahkan diriku, mungkin lebih tepatnya tengkurap di rerumputan, jika dilihat dari sudut pandang orang lain, kurasa aku benar-benar seperti pria paruh baya yang sekarat.
“hey lihat apa ada mayat..” kudengar suara seseorang dari kejauhan, tapi tidak ku gubris karena saat itu aku benar-benar mengantuk.

Selanjutnya aku merasakan sesuatu mencolek-colek diriku, membuatku risih dan bergerak kecil, berharap mengusir binatang yang menggangguku. Selanjutnya entah mengapa dan bagaimana, aku terbangun di sebuah ruangan, jauh lebih bagus daripada penjara. Dan yang lebih penting bagaimana aku bisa sampai ditempat ini? Berjalan ketika tertidur?

Demi Raja Iblis, ini hal paling ajaib yang pernah terjadi padaku.

-to be continued-
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 00:01
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
richter_h 
Salto Master
Hancip RMID
richter_h

Kosong
Posts : 1705
Thanked : 30
Engine : Other
Skill : Skilled
Type : Developer
Awards:

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
The Tale of Vent McGraves
Chapter XI


Klik to Chapter X

"Vent? Vent, bangun. Vent?"

Suara itu dia kenal betul. Suara yang sedikit lembut nan unyu unyu gimana... E? Tunggu. Jangan jangan...

Ternyata benar. Dugaan Vent tidak salah maupun meleset. Saat membuka matanya, wajah tersenyum itu membuat Vent bersumpah pada semua leluhur semua ini tidak pernah terjadi.

"Ente?! :OMG: "

"Iya. Ini aku." Ternyata wajah itu, sosok yang sebelumnya dilihat oleh Vent itu adalah Vischelia, gadis yang dia tinggalkan di ibukota beberapa hari lalu.

"Sejak kapan ente..."

"Aku mengaku saja kalau begitu," Vischelia menoleh ke luar jendela dan berkata, "Sebenarnya, aku mengikutimu begitu kamu keluar kota. Saat aku menemukanmu di tumpukan salju, aku segera membawamu ke sini."

"Demi semua leluhur, ente udah gila, ya?!" Vent yang masih pusing terlalu banyak tidur bangun dan duduk bersila di ranjang. "Ane udah bilang kan, kalo perjalanan ke sini itu bahaya banget. Tapi, ane nggak yakin ane bisa bawa balik ente ke ibukota secepatnya..."

"Tidak apa-apa, soalnya aku memang ingin terus bersamamu."

JEDHUAR!! :rpuke: Pikiran Vent seakan meledak. Kata-kata pamungkas dari seorang gadis itu membuatnya terdiam, tanpa kata tanpa suara, bahkan tanpa napas.

"Vent? Vent?! Bernapaslah!"

Tidak digubris, Vent yang sejak tadi tidak bernapas akhirnya pingsan. Vischelia jadi kerepotan karenanya...

--

"Terima kasih atas kunjungannya ke desa Ravenmore."

Penjaga penginapan itu sepertinya terpana saat melihat Vent dan Vischelia pergi. Mereka berdua adalah sepasang kekasih? Jangan harap, kawan. Memangnya ada gadis yang suka sama seorang pemabuk berat yang rada ngotot dan keras kepala?

Yah, kayaknya untuk kasus Vent kali ini, lain ceritanya...

Ravenmore. Masih jauh dari kota penghasil biang madu Nord yang para penduduk di desa sebut dengan nama kota Northreach. Tetap didominasi dengan warna putih salju, desa ini lumayan rame. Maklum lah, Ravenmore ini ada diantara Eremidia dengan Northreach, dan jadi tempat singgah favorit para pengelana. Desa ini lumayan kecil, namun tidak terlalu sepi. Banyak orang, banyak barang, dan pastinya banyak bir yang lalu lalang!

Setelah dari toko perlengkapan untuk membeli beberapa setelan penghangat badan, Vent berniat melanjutkan perjalanan ke Northreach. Namun,

"Vent, aku ingin melukis tempat ini. Boleh, kan?"

Vent hanya bisa menghela napas, lalu dengan sesantai-santainya dia bilang, "Oke, tapi jangan lama. Perjalanan masih jauh dan ane ngga mau ente sampe ketimbun salju."

"Baiklah!" Vischelia begitu semangat mendengarnya.

--

Di satu bukit dekat Ravenmore, kira-kira 500 langkah jauhnya, Vischelia melukis pemandangan desa dan sekitarnya. Warna putih salju yang begitu banyak menutupi kertas, dan lembut. Sementara Vent duduk rada jauh dari Vischelia, minum sebotol bir dan mencoba memahami hikmah dari perjalanannya kali ini. Memang, melakukan perjalanan dengan gadis imut itu luar binasa susah dan banyak halangan rintangan membentang, namun semua tak jadi masalah dan tak jadi beban pikiran untuknya...

"Desa ini sudah kuabadikan..."

Vischelia mengakhiri lukisannya. Lukisannya bisa disetarakan dengan aslinya; indah dan begitu hidup. Walau dia aslinya adalah seorang pelukis di medan perang, sekarang dia kebanyakan melukis tempat-tempat dan kedamaian yang bisa dia lukis saat itu juga.

"Oi, Pissel, udah beres, kan?" Vent berdiri dan meregangkan badannya yang mulai pegel-pegel kelamaan duduk. "Kita lanjut perjalanan..."

Vischelia berkemas dan bergegas untuk melanjutkan perjalanan bersama Vent ke Northreach. Menuruni bukit, menyusuri lereng gunung dan melewati pepohonan yang tertutup salju. Mereka tidak berjalan beriringan; Vent di depan sementara Vischelia jauuuuh agak di belakang. Namun, saat di lebatnya pepohonan lereng gunung, Vent menyadari ada sesuatu yang memperhatikan mereka.

"Pissel, merapat sini."

Vent berbisik sambil memberi aba-aba untuk menghampirinya. Vischelia pun menurutinya dan berlari kepada Vent. Sesuatu yang menarik berbahaya dan penuh aksi sepertinya akan terjadi, menurutnya...

"Semoga halal dan leluhur menyertai kita..."

Klik to Chapter XII


Terakhir diubah oleh richter_h tanggal 2012-07-13, 07:50, total 1 kali diubah
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 03:46
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
fly-man 
Poison Elemental
Anak Cantik
fly-man

Level 5
Posts : 917
Thanked : 11
Engine : RMVX
Skill : Beginner
Type : Artist
Awards:

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Sadness

Hari ini, hari penuh duka pada kaum kami para goblin. 2 orang hangtulah meninggal pada hari yang sama, 50 Cuk goblin menemaninya menuju surga, dan aku hanya bisa berlari sejauh mungkin tanpa bisa melakukan apa -apa.

Goa Goblin rahasia -El-Nurlaine- adalah goa yang berada di bawah tanah, hanya orang - orang yang paham betul seluk -beluk hutan timur yang bisa sampai kemari. Tidak satupun manusia pernah datang, dan kini, tepat saat ini, kami para Goblin sedang berkumpul di El-Nurlaine.

Upacara kematian segera di mulai. Mahjemrong, kepala suku kami menyalakan api duka cita tepat di atas patung dewa Simbalatupang, Dewa tertinggi kami. Patung tersebut menyala, cahyanya terang menyinari seisi goa. Semua orang yang menghadiri acara penuh duka ini kini terlihat. Para hangtulah duduk di barisan terdepan, du susul para cuk Goblin duduk teratur. Goblin betina duduk lagi di belakangnya, sebagian anak goblin yang masih kecil duduk di pangkuan ibunya. Sebagian lainnya yang sudah agak dewasa duduk di bangku paling belakang. Ah, aku salah!!! Ada yang lebih belakang dari itu, Shanto si Werewolf, Budangdang si Ogre, dan Timoniho si Cobold. Mereka bertiga adalah beberapa tahanan yang kami bebaskan tadi siang hingga mengorbankan 2 Hangtulah. Kini mereka mengabdi pada kami untuk membalas budi katanya.

Mahjemrong mengangkat tangannya tinggi - tinggi, seolah skalaktit di atas kepalanya ingin sekali dia raih, mulutnya terbuka, dan nyanyian - nyanyian peribadatan kami para goblin pun mulai terdengar. Seisi Goa ikut menyanyi. Suasana Goa sungguh mencekam sekaligus mengharukan. Tepat seperti waktu itu. Waktu di mana aku di angkat sebagai seorang hangtulah. Bedanya, kini aku duduk di sini m dan dulu aku berada di tengah tepat di depan patung Simbalatupang. Sekedar saja, inti dari nyanyian - nyanyian ini adalah untuk mendo'akan arwah para pahlawan agar sampai dan diterima oleh para leluhur, kemudian memberikan berkat pada kami.. agar kami dapat lebih tegar dan makmur dalam hidup.

7 cuk goblin maju menari - nari mengelilingi api dari patung Simbalatupang. Biasanya upacara ini berhenti ketika fajar datang menjelang, namun kali ini berbeda. Mendadak Mahjemrong mengangkat tangannya hingga setinggi wajahnya. Telapak tangannya ia pamerkan pada kami semua, kemudian ia mulai berucap dengan nada suara cukup tinggi , "Berhenti" . Seketika semua yang bernyanyi mendiam sepi. Semua orang menari berhenti bertingkah. Goa El-Nurlaine hening dalam beberapa saat. Mahjemrong mengacungkan jari telnjuknya. Lalu mengarahkan ujungnya padaku. Aku diam, bingung, tidak tahu apa - apa. "Sirloin, majulah kau kemari", ujarnya tegas. Aku hanya berdiri, tak sanggup aku melangkahkan kaki, aku benar - benar tak tahu apa yang akan terjadi. Mungkinkah ia akan menghukumku karena ide busuk-ku 2 orang Hangtulah mati hari ini. "Cepat maju kau kemari", dia berkata lagi dengan nada lebih tinggi. Aku melangkahkan kaki, perlahan sekali.. hingga akhirnya, aku benar - benar berada di tengah kerumunan. Tepat berada di depan patung Simbalatupang.

"Hari ini kita telah kehilangan 2 orang hangtulah karena satu orang hangtulah sok berani ini!!! Melawan bangsa atas dengan kepala tegap. Membebaskan saudara - saudara kita dari kekejaman mereka", Mahjemrong memulai pidatonya. "Oleh sebab itu ia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, balas semua kelakuan keji bangsa bajingan Manusia!! Yang semakin hari semakin memberikan kerusakan, kesengsaraan, keputusasaan pada bangsa kita!!", Mahjemrong melanjutkan pidatonya. "Apa kau siap untuk menerima tanggung jawab itu?", Mahjemrong melihat ke arahku dengan tatapan tajam. Aku hanya bisa menganggukan kepala dengan ragu. "JAWAB DENGAN TEGAS!!!", Mahjembrong berteriak. "SiAP!! SAYA SIAP!!" , jawabku lantang sekali. Goa El-Nurlaine senyap hening kembali beberapa saat. Mahjemrong terlihat sedikit tergesa. Tangannya ia masukan ke dalam bajunya. Bukan, bukan baju, hanya kain kumal penuh sobekan berwarna coklat kumal. "Ini!!!" , dia mengeluarkan sesuatu dari tangannya, ia mengeluarkan sebongkah batu. "Ini adalah kekuatan baru bagi bangsa kita, serpihan batu ini adalah milik makhluk aneh di luar sana, makhluk yang sangat kuat hingga membuat para manusia itu kewalahan, namun sayang sekali. Makhluk itu harus menemui ajalnya saat hak-nya untuk hidup di ambil manusia", Mahjemrong menundukan pandangannya. Ah apakah benar? makhluk itu? makhluk yang aku lihat di depan Goa kemarin? Mahjemrong memang hebat dalam melihat dunia, dalam menyadari siapa yang kuat dan siapa yang berguna bagi bangsa. "Dengan batu ini, akan aku anugerahkan kekuatan baru padamu Sirloin, untuk menunaikan tanggung jawabmu hari ini!!!", Mahjemrong ber-api - api. mulutnya mulai komat - kamit. Patung Simbalatupang tiba - tiba membuka mulutnya. Dulu saat upacara pengangkatan Hangtulah, mayat para hunter hebatlah yang dimasukan, namun kali ini, hanya sebongkah batu. Benar - benar sebongkah batu ia masukan kedalamnya.

Mahjemrong mulai bernyanyi kembali, diikuti para goblin seisi Goa. Cuk Goblin yang tadi di depan untuk menari melanjutkan tariannya. Mata Simbalatupang menyala, cahayanya mengenai tubuhku, selanjutnya aku benar - benar tak tahu apa yang terjadi.

Fajar menyingsing, suara kokok ayam terdengar , kepakan burung ubul - ubul kian menjelas. Aku membuka mataku perlahan.. Suara teriakan semangat dengan mengangkat tangan dari para goblin membuatku sadarkan diri lebih cepat, aku tercengang. Tubuhku benar - benar berubah, Aku berdiri dengan tegap.
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Hangtu10
Mengangguk sebentar pada Mahjemrong, lalu mengangkat tanganku tinggi - tinggi sambil berteriak,

"Ayo kita balas kelakuan biadab manusia!!!"

Sorak Sorai terdengar, hauuuu- hauuuu.. mungkin hanya itu yang bisa di dengar oleh manusia, namun lain bagiku. Ini adalah teriakan semangat luar biasa dari bangsaku.

Hari Pembalasan segera dimulai.
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 06:59
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
Signus Sanctus 
Newbie
Newbie
Signus Sanctus

Level 5
Posts : 69
Thanked : 3
Engine : RMVX Ace
Skill : Beginner
Type : Developer
Awards:
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Chapter 9 Link

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Chapter X : Chrome Familia

"SUDAH KUBILANG FOKUSKAN SELURUH SENSE-MU PADA UJUNG PEDANGMU, SUDAH 10 HARI KAU TERUS BERADA DALAM POSISI SEPERTI INI DAN KAMU SAMA SEKALI TIDAK ADA KEMAJUAN!!!!!!"

Kepalaku dipukul dengan benda mirip kipas yang tidak begitu sakit namun entah mengapa mampu melukai lubuk hatiku yang terdalam, kalau tidak salah Hibana menyebutnya dengan "Harisen", namun bukan itu masalahnya. Selama 10 hari ini aku diminta untuk menanggalkan bajuku, melakukan posisi duduk dengan kakiku menyilang, yang membuat kakiku kram selama berhari - hari, dan aku terus memegangi pedangku dengan posisi yang "sama".

"Dari yang kulihat, kamu bukan orang yang mengandalkan kecepatan sendiri, ataupun tenaga kasar mu sendiri, kamu cukup bergantung pada situasi dan mengerahkan tenagamu pada situasi tertentu, dan itu yang membuatmu bisa dengan mudah kalah oleh Tyrant tersebut, kau harus bisa mengerahkan tenaga maksimalmu dari pertama kamu menarik pedangmu, dan untuk itu, yang pertama kali harus kamu lakukan adalah FOKUS!!!!"

Entah sudah berapa ratus kali aku mendengar kalimat tersebut, sudah benar - benar bosan aku dikerjai oleh wanita ini...

"Ini sih bukan cara cepat untuk menjadi Class A, melainkan jalan terlambat....!"

Ucapku sinis

"JANGAN PROTES!!!"

*PLAKK!!!

Kembali aku ditampar oleh Harisen milik Hibana terus menerus, tanpa henti nya aku terus disuruh melakukan pose ini sampai dia puas.

***

Aku hanya duduk termenung dibawah pohon penuh tumpukan salju sambil menikmati pemandangan gunung putih yang terbentang besar sekali.

"Hibana."

"Ya?"

Jawab Hibana sedikit halus.

"Mungkin aneh jika aku bertanya seperti ini sekarang, tapi apa manfaatnya untukmu melatihku seperti ini? Selama ini aku benar - benar tidak ada kemajuan, dan dari yang kulihat, meskipun aku berhasil nanti, tidak ada untungnya sama sekali buatmu, kenapa kau harus memaksakan dirimu seperti ini?"

Hibana sedikit tertawa.

"Ahaha~!"

"Hmm?"

"Sepertinya, yang mengalami kemajuan itu bukan fokusmu, tapi sisi manusiawimu, sekarang kamu jadi lebih paham cara berbicara dengan orang lain, tidak seperti 10 hari sebelum aku bertemu denganmu~!"

Ucap Hibana sambil sedikit tertawa lagi.

"Memang benar, seharusnya tidak ada untungnya bagiku untuk mengajarimu hal - hal seperti ini...."

Hibana memejamkan matanya, kemudian menatap langit.

"Mungkin aku... mencoba untuk memaafkan diriku sendiri..."

Aku hanya memperhatikan Hibana dengan sedikit seksama.

"Dulu, di perguruanku, hanya ada 2 murid ninja, aku dan adik laki - lakiku, aku sangat menyayangi adikku, dan aku akan berbuat apapun untuk melindunginya...."

Hibana sedikit tertunduk.

"Namun, ia memberontak, ia sama sekali tidak mau terus kulindungi, ia terus berlatih sendiri tanpa pengawasan guru kami, sering bertindak ceroboh...."

Terlihat Hibana mulai menitikkan sedikit air mata.

"Dan akhirnya... Ia harus meninggalkan dunia ini.... ia terbunuh... oleh salah satu monster S Class.... Chrome Joker...!!!!!!"

Hibana mengepalkan tangannya, dan matanya mulai berlinang air mata.

"Jadi begitu....."

Aku hanya bisa tertunduk mendengar cerita tersebut, aku yang dulu mungkin tidak akan menggubriskan hal ini, namun entah mengapa aku cukup mengerti perasaan Hibana sekarang ini...

"Sekarang kau jadi lebih manusia ya?"

DEG!!!

Aku langsung berdiri, merasakan hawa keji yang sama sekali belum pernah kurasakan, melebihi hawa yang dikeluarkan oleh Chrome Disaster.

"SIAPA KAU!?!?!"

Hibana pun menarik pedangnya dari sarungnya.

"HAH? KAU...!?!?"

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Joker

"Sudah berapa ratus tahun tidak berjumpa! HAHAHAHAHAHA!!!!"

Muka Hibana langsung penuh dengan emosi, dendam, dan amarah, aku bisa merasakan kebenciannya yang menggebu - gebu pada Hiban yang sekarang tertuju pada makhluk tidak jelas tersebut.

"CHROME JOKER!!!!!!!!!!!"

Hibana langsung maju menerjang monster tersebut, namun

*ZLEBBB!!!!!!

Perut Hibana tertusuk dengan mudahnya oleh ekor tipis monster tersebut.

"U.... AGHK!!!"

"HIBANA!!!!"

Aku langsung lari menerjang Monster tersebut

"FINAL BLADE SAVER!!!!"

Kuhentakkan serangan Tenaga Tebasanku, yang ternyata sekarang lebih besar daripada sebelumnya

"WHOA!!!! Sejak kapan kau memiliki serangan baru seperti itu, Arphage?!?!?"

"Eh?"

Monster tersebut langsung meloncat kebelakang, dan aku langsung mendekati Hibana, menghentikan darah yang terus mengalir dari perutnya.

"Arphage, bukan sifat aslimu untuk menolong manusia seperti itu, lepaskan dia sekarang juga....!!!!"

Mendadak seseorang berada dibelakangku, aku hanya bisa menghindar sekilas, meskipun aku tahu serangannya akan tetap melukaiku....

*BRETTT!!!

"GAH!!!!"

Setidaknya Hibana tidak mendapatkan luka tambahan.

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Battler002

"Si... siapa kau...."

"Kejam sekali kamu melupakan kami semua, Arphage...."

Aku menoleh kearah belakangku, yang posisinya sangat jauh namun aku yakin ia mampu melukaiku dari jarak sejauh itu, sambil berlari ke tepian, aku menghindar, entah menghidar dari apa, namun...

*ZLEBB!!!!

"UGH!!!!!"

Sebuah tombak es menyerempet pundakku, dan kulihat ditempat dimana aku berpijak barusan, sudah ada ratusan Tombak es terhujam disana.

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Yig

"Eh?!?!"
Dan semakin aku melihat mereka, semakin aku merasa mereka semua bukan manusia...

"Ugh?! Angin kencang ini.... tidak normal...!!!"

Aku melihat keatas, kulihat sebuah burung besar berkepak sangat tinggi dan kencangnya sampai anginnya terasa sampai sini.

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Shantak

"Sepertinya... kau benar - benar kehilangan seluruh ingatanmu, Arphage...."

Mendadak sebuah Magic Seal besar timbul, dan dalam sekejap sesosok makhluk besar yang memiliki aura yang mengerikan muncul...

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Deus-machina1-vx

"Apa... SIAPA KALIAN SEMUA SEBENARNYA?!?!"

Teriakku melihat kelima monster yang memiliki aura yang benar - benar berbeda dari monster biasanya, bahkan Chrome Disaster pun tidak ada apa - apanya dengan monster - monster yang kuhadapi sekarang ini.

"Malang sekali nasibmu sekarang ini, Arphage..."

seseorang berbaju hitam legam berdiri didepan kelima orang tersebut, posturnya terlihat sangat manusia, namun aura dan hawa orang tersebut terlihat sangat hitam, seakan - akan dia adalah entitas lain yang benar - benar berbeda dari semuanya.

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Evil-father01

"Arphage.... return back to us....!"

"Aku tidak paham maksud kalian sama sekali.... Aku Phoenix, dan siapa yang kalian maksud dengan 'Arphage'??"

Lelaki berjubah hitam itu tertawa sedikit

"Khuhuhuh, sepertinya kau memang benar - benar kehilangan ingatanmu... Baiklah, akan kuberitahu...."

Tangannya menunjuk kearahku.

"Kau adalah salah satu dari kami, Arphage, atau lebih lengkapnya, Chrome Arphage, kau adalah salah satu dari 7 Heavenly God Monster seperti kami!!"

DEG!!!!!

Aku bereaksi dengan nama tersebut, seolah - olah merupakan suatu nama yang familiar dengan diriku.

"A... apa...?!?!"

Aku tidak punya ekspresi yang lain, aku hanya bisa sedikit demi sedikit menyerap fakta tersebut...

"JANGAN BOHONG KAMU!!!"

Hibana, yang sejak tadi kehilangan kesadaran, langsung meneriaki keenam monster tersebut.

"Phoenix adalah manusia, bukan monster seperti kalian!!!!"

"HAHAHAHAHAHAHAH, JIAAHAHAHAHAHAHAHA, KAU TIDAK TAHU APA - APA, GADIS KECIL!!!!!"

Ucap monster yang barusan menusuk Hibana tertawa keras.

"Biar aku jelaskan... Kita adalah 7 Deadly Sins yang dibentuk oleh Kerajaan Garnean, dan kita lahir dari kekuatan besar sang raja terkuat bernama Magus."

Magus, salah satu raja yang konon kekuatannya setara dengan Sir Dnasman V.

"Selain kita semua memiliki kekuatan regenerasi yang sangat tinggi, kita juga dilengkapi dengan Sihir 'Laser Force' yang cukup mematikan, dengan 'Repel Force' yang cukup tinggi, dan ability khusus lainnya, selain itu, kita memiliki kemampuan untuk melahirkan monster Chrome lain yang memiliki salah satu trait dari kita semua."

Jadi, asal Chrome Disaster itu....

"Namun, Dnasman dan Hero - heronya mampu mengalahkan kami, dan menyegel kami di 7 tempat yang benar - benar berbeda, dan Magus pun dikalahkan...!"

Tiba - tiba orang berbaju hitam tersebut maju dan menatapku dengan pandangan keji.

"TAPI MEREKA BERBUAT KESALAHAN...!!!!!"

Ia menunjukku dengan sigap.

"Mereka semua tidak menyadari bahwa salah satu Hero mereka telah kami tukar, dan akhirnya dari kami bertujuh, hanya kami, Chrome Valedict, Chrome Lichteis, Chrome Joker, Chrome Divina, Chrome Medea, dan Chrome Diabolic, yang tersegel bersamaan dengan tewasnya Magus!!!!! Dan orang yang terbebas itu tidak lain tidak bukan adalah KAU, CHROME ARPHAGE!!!!"

Hibana terkejut tidak percaya mendengar hal tersebut, akupun cukup syok mendengar masa laluku yang tidak lain tidak bukan adalah salah satu Monster buatan Magus...

"Tapi aku tidak terlalu kaget, karena waktu itu kau mati - matian melawan Sir Dnasman VI dan kalah, meskipun kau berhasil membuka segelku, dan aku mampu membebaskan saudara kita yang lain...!!"

Itukah yang terjadi...?!?
Itukah yang membuatku kehilangan ingatan....

"Sekarang, saatnya kita kembali ke Eremidia, Chrome Arphage, saatnya kita serbu kota menjijikkan itu kembali bersama - sama, kita hancurkan kota tersebut tanpa sisa, dan mengembalikan kejayaan kerajaan Garnean!!!!!!!!"

DEG!!!!!

Hancurkan kota...?

"Hei....!"

"Hmm?"

"Memangnya apa yang akan kau lakukan kepada penduduk Eremidia?"

Tatapku dingin dan keji kepada keenam monster itu, meski tidak akan efektif.

"Tentu saja yang melawan akan kita penggal, kemudian kita jadikan makanan Goblin, dan untuk yang lain, akan kita jadikan Slave Breed untuk melahirkan makhluk - makhluk yang lebih kuat!!!"

DEGDEGDEGDEGDEG!!!!!!!!!!!!

Dikepalaku terbayang hukuman - hukuman yang menanti manusia - manusia tersebut, aku tidak pernah merasa semarah ini, karena mereka kuat, mereka mampu melakukan itu semua, namun....

"Tidak akan.....!!!!!"

"huh?"

"FINAL BLADE SAVER!!!!! EXTEND!!!!!"

Pedangku bercahaya lebih terang dari biasanya, Tenaga sabetan yang kukeluarkan lebih besar daripada sebelumnya, dan sabetan itu mampu membelah keenam monster itu dengan gampang.

"GAHK!!"

"GUH!!"

"GHWAAARK!!!!"

"KYAAH!"

"AGH!!"

"CIH!"

Namun percuma, seperti halnya Chrome Disaster, mereka memiliki kekuatan regenerasi yang terlampau kuat.

".......................... Apa maksudnya ini, Chrome Arphage....?!"

"........... Aku adalah Phoenix....!"

"KAU MAU MENGKHIANATI TUAN MAGUS!?!?!? YANG TELAH MEMBERIMU NYAWA?!? YANG TELAH MEMBERIMU KEKUATAN!?!? YANG TELAH MEMBERIKANMU SOSOK SEPERTI ITU?!?!?!?"

"Aku lebih berterima kasih jika aku tidak dilahirkan ke dunia yang merepotkan seperti ini."

"KAU PENGKHIANAT!!!! ARPHAGEEEEEEEEEEEEEEE!!!!!"

"Phoenix!!! tutup matamu!!!!"

*BLAAAAAAAAAAR!!!

Hibana melontarkan bom kakunya kepada keenam monster itu, membuat mereka berenam tidak bisa bergerak sama sekali. Aku berlari, sambil membawa Hibana di gendonganku, terus berlari, karena aku yakin aku yang sekarang tidak akan bisa melawan mereka berenam sekaligus.

"ARPHAGEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEEE!!!!!!!!!"

Suara itu terus terngiang ditelingaku, dan aku yakin untuk seterusnya, aku akan bertarung mati - matian dengan mereka.

***

Sambil terus berlari, Hibana menatapku dengan pandangan penasaran.

"Phoenix... kenapa kamu menolak ajakan mereka....?"

Tanya Hibana penasaran, dan aku hanya tersenyum menjawab...

"Mungkin aku memang monster...."

Ucapku sedikit perih...

"Tapi aku masih mempunyai seseorang di Eremidia yang menungguku, yang mau memelukku, yang mau melindungiku... dan yang mau menyayangiku...."

Ya, aku masih memiliki Leila, dan aku tidak akan biarkan keenam monster yang sudah tamat sejak zaman Dnasman V untuk muncul dan menghancurkan hidup Leila...!

Akan kulakukan apapun untuk itu...!!

To be continued
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 07:11
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
richter_h 
Salto Master
Hancip RMID
richter_h

Kosong
Posts : 1705
Thanked : 30
Engine : Other
Skill : Skilled
Type : Developer
Awards:

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
The Tale of Vent McGraves
Chapter XII


Klik to Chapter XI

"Semoga halal dan leluhur meyertai kita..."

Vent tidak salah. Dari tadi menyusuri pepohonan perasaannya sudah nggak enak. Ternyata, beberapa orang beringas yang tidak memakai pakaian selain kolor dan tahan dinginnya cuaca lereng pegunungan bersalju itu, berwajah garang dan seperti pengen diajak gelut, dan membawa beberapa macam senjata; baik gada maupun kampak. Sepertinya orang-orang itu serupa dengan Barbarian yang pernah dia temui di Northrend dulu. Ciri-cirinya hampir sama, namun yang versi dunia ini mereka lebih beringas, berwajah garang dan lebih bergerombol--dibandingkan dengan Barbarian Northrend yang tidak lebih dari 3-4 orang per komplotan. Enam atawa tujuh Barbarian itu mengepung Vent dan Vischelia, berharap mereka bisa membunuhnya dengan mudah. Tapi, mereka tidak tahu siapa yang mereka hadapi.

Tanah, semak-semak dan pepohonan bersalju itu menjadi tempat bertarung antara Vent dan para barbarian ngamuk. Berbeda dengan para Goblin yang nyerangnya keroyokan, Barbarian nyerangnya maju satu per satu. Selera Vent. Satu demi satu Barbarian itu terpental, namun namanya juga orang barbar, mereka kembali bangun dan bersiap untuk menyerang Vent yang sudah sigap dan penuh aksi. Pertarungan berlangsung begitu lama.

Tunggu. Sementara Vent melayani para barbar, kemanakah Vischelia?

Dia berada agak jauh dari tempat pertarungan. Entah kapan dia ke sana, tapi yang jelas dia mengabadikan pertarungan antara Vent dan para barbar utara. Coretan demi coretan tinta dilukiskan pada kertas, dengan wara putih salju yang mendominasi, dia berusaha melukiskan pertarungan itu. Namun, lukisannya belum selesai, seseorang menyerangnya dari belakang. Ternyata masih ada satu orang barbar yang mengincar kesempatan saat Vischelia fokus pada lukisannya...

Sekonyong-konyong barbar itu menyergap Vischelia, namun karena Vischel sudah berpengalaman dalam medan pertempuran--menghindari segala serangan yang datang padanya, dia menghindari barbar itu. Lantas barbar itu tersungkur ke salju. Barbar itu melemparkan kampaknya, Vischel menghindari lemparan kampak berbahaya itu dengan indahnya. Tidak tergores sedikitpun pada badannya. Saat dia masih melayang dan kakinya belum menyentuh tanah, tiba-tiba sebuah kampak lagi melayang ke arah dirinya. Itu mungkin dari salah satu barbar yang sedang bertarung melawan Vent. Seketika dia mengeluarkan papan gambarnya, dan papan itu menyelamatkannya sekali lagi walau sekarang papan itu terbelah menjadi dua bagian.

Vischelia lantas merapat ke Vent, sementara para barbar kembali mengepung mereka. Bergerak perlahan menuju ke arah pasangan itu, para barbar bersiap untuk menyergap mereka. Sementara Vent--yang memegang barelnya bersiap untuk kemungkinan terburuk, Vischelia menggambar kembali rapalan nyentrik pada secarik kertas beralaskan sepotong papan gambar yang tersisa. Situasi menjadi makin menegangkan disini, saudara-saudara...

Satu...

Dua...

Dan...

Begitu mereka menyergap Vent dan Vischelia bersamaan, tiba-tiba mereka terpental jauh ke belakang, menjauhi pasangan semi-mustahil itu. Ada yang nyungslep di tanah bersalju, ada yang nyangkut di pohon, ada yang masuk ke semak-semak, semuanya terpental.

"Ente pake jurus itu lagi, ya?" Vent hanya heran saat para barbar itu beterbangan menjauhi mereka. "Apa enggak apa-apa? Ane masih inget ente dulu pake tu jurus dan berakhir pingsan."

"Kalau hanya segini, tidak masalah," Vischelia menghela napas. Sepertinya dia tidak sebagus tadi kondisinya, pikir Vent. Dari raut wajahnya terlihat gadis itu sedikit kelelahan.

Sementara Vischelia mengambil lagi beberapa perlengkapan melukisnya yang terjatuh saat menghindari serangan orang barbar semi bugil itu, terlihat salah satu barbar berusaha untuk berdiri. Tidak disadari baik olhe Vischelia maupun Vent.

"Oke, kita lanjut sebelum matahari terbenam." Sahut Vent.

Beberapa langkah kemudian, saat Vent dan Vischelia meneruskan perjalanan, tiba-tiba barbar yang tadi telah sadar menerkam Vischelia yang buyar konsentrasinya karena kelelahan telah mengeluarkan jurus nyentrik tadi. Suara sergapan si barbar itu tidak terdengar oleh Vent--jarak antara Vent dan Vischelia belasan langkah, dan Vischelia berada di belakang Vent, dan kaget saat melihat Vischelia si gadis imut itu ditindih dan dicekik oleh si barbar itu. Lagipula, sudah mah Vischelia tidak didesain untuk bertarung, dia sudah terlalu letih untuk menghindar bahkan melepas cekikan si barbar.

Vent masih tidak sadar Vischelia dalam bahaya. Dia tidak menghiraukan apa yang terjadi pada gadis yang setia mengikutinya itu. Apakah ini menjadi akhir hayatnya? Apakah sekarang dia akan bertemu dengan maut, pikirnya.

Dia sudah mulai lemas, tangan mungilnya yang berusaha melepaskan cekikan si barbar itu sudah tidak kuasa lagi. Pandangannya mulai buram. Mungkin saja ini menjadi akhir dari petualangannya untuk melukiskan setiap penjuru dunia...

Namun,

Cekikan si barbar itu tiba-tiba terlepas. Vischelia langsung terjerembab ke tanah bersalju. Untung saja Vent tidak terlambat menendang wajah barbar yang mencekik Vischelia itu, kalau tidak, garis takdir Vischelia akan sama saja dengan kekasih-kekasih pada pendahulu Vent. Memang, dari semua kisah ayah, kakek, kakek buyut sampai ke generasi pertama keluarga McGraves semuanya diwarnai dengan kematian seorang gadis yang ikut bersama bertualang dan mencari hal-hal baru. Inilah alasan kenapa Vent meninggalkan Vischelia di ibukota saat itu.

"HOME RUN!" Teriak Vent setelah menendang kepala barbar itu.

Oke, kembali ke pertarungan.

Dengan cepat Vent memberikan rentetan tendangan dan pukulan ajib nan berbahaya ke barbar itu, membuatnya tidak bisa berdiri lagi. Tujuh barbar terpental dan satu barbar babak belur, terkapar di dinginnya tanah bersalju dan hembusan angin lereng pegunungan. Sementara itu, Vent harus segera mencari tempat berisitrahat dan untuk merawat Vischelia yang tidak sadarkan diri akibat cekikan barbar yang barbar itu.

--

"W-where am I?"

Dia tersadar dari tidurnya. Vischelia tidak terlalu ingat apa yang membuatnya tidak sadarkan diri. Namun, sejak kapan dia dibawa ke rumah kabin itu, gumamnya. Dia lihat ada seorang kakek renta duduk di sampingnya dan seperti sedang meracik sesuatu.

"D-dimana aku sekarang?" ucapnya rada lemas.

"Nak, beruntunglah kamu dibawa ke sini oleh pemabuk itu." Kakek renta itu lantas menuangkan racikannya ke sebuah mangkok kecil. "Beberapa saat lalu, pemabuk itu datang ke sini sambil membawamu yang tidak sadarkan diri. Untung saja kalian bisa selamat dikeroyok barbar itu... Sekarang, minumlah obat ini. Mungkin tidak akan cepat menyembuhkanmu, tapi paling tidak bisa membuatmu tetap bangun."

Vischelia bangkit, dan menerima mangkok berisi obat dari kakek itu. Dari aromanya, dia kenal betul apa salah satu bahan obat itu. Baunya sangat kuat, bahkan sampai dia tidak bisa memungkirinya lagi kalau salah satu bahan obat itu adalah bir. Daripada tetap lemas dan loyo seperti sekarang, dia memutuskan untuk meminumnya.

"PUHA!!" Wajahnya langsung memerah. Obat itu rasanya nendang, menurutnya. Tapi, rasanya seperti dia pernah meminumnya sebelum itu...

"Kakek, apa saja bahan obat ini?"

"Beberapa daun Laurel, beberapa tetes sari rempah-rempah dan bir dari pemabuk itu." Kakek itu hanya tertawa melihat reaksi Vischelia setelah minum obat itu. "Tenang, dia bilang itu tidak akan membuatmu mabuk."

Mendengar hal itu, Vischelia langsung menghabiskan obat itu. Dia yakin akan cepat sembuh dan bisa meneruskan perjalanan ke Northreach yang jaraknya hanya beberapa perbukitan lagi.

--

Beberapa hari kemudian, akhirnya Vischelia sembuh bener. Obat campuran bir dan daun Laurel itu rasanya enak, kata Vischelia--yang sebenarnya sudah berhenti minum. Sebenarnya, dia ingin 'sakit' beberapa hari lagi karena ketagihan obat itu, tapi Vent ngotot untuk tidak memberikan lagi obat kalau Vischelia tidak mengaku sudah sembuh.

"Ente itu kan katanya udah berenti minum," lirik Vent dengan tatapan sedikit curiga (tentu saja, lirikan seperti ini :lirik: ). "Ternyata efek bir itu bisa bikin ente ketagihan. Makanya ane nggak ngasih kakek itu stok bir ane lagi."

Vischelia hanya menggembungkan pipinya, modusnya ketahuan oleh Vent. Dia masih ingin minum 'obat' itu lagi, namun apa daya, yang menyediakan bahan utama obat itu tidak memberikan setetespun untuk dijadikan obat.

"Tapi, apa kakek itu tidak kerepotan beberapa hari aku dirawat di rumahnya?" Vischelia ingat, karena selama dia berbaring di tempat tidur di rumah kakek itu, baik Vent maupun dia tidak memberikan apapun kepadanya.

"Kata siapa ane ngga ngasih apa-apa?" Vent nyengir, seperti menyembunyikan sesuatu di belakang semua ini. "Jangan ane panggil Brewmaster kalo enggak bikin bir."

Sementara, sang kakek yang ikut merawat Vischelia itu sedang asik-asiknya mabok di dalam rumahnya yang kecil nan hangat. Sebotol. Sebotol bir dari Vent kayaknya cukup bikin si kakek teler beberapa hari ke depan...

Vischelia melihat sebuah menara di horizon, agak terhalangi semak-semak dan bukit. Menara itu sepertinya dikelilingi sebuah kota, dan terlihat kota itu seperti seukuran dengan ibukota Eremidia di selatan sana. Ya. Northreach sudah dekat. Northreach, 500 langkah lagi. Sebuah plang penunjuk sudah memberitahu mereka lebih dari cukup. Dari kejauhan, kota itu terlihat begitu hangat dan asik banget, terlebih di sana ada biang madu Nord yang sanggat diidamkan Vent.

"Ayo, Pissel. Kita udah deket kota."

Vischelia mengangguk. Semangat tersirat pada wajahnya yang tersenyum. Dia membayangkan seperti apa kota itu dari dekat, walaupun dia ingin sekali menggambarkan kota itu dan seekor tupai yang nongkrong di dekat plang. Vent memutuskan untuk membiarkan Vischelia melukis si tupai di atas tanah bersalju itu sebelum berangkat ke kota yang sudah tidak jauh lagi...

Klik to Chapter XIII


Terakhir diubah oleh richter_h tanggal 2012-07-13, 23:07, total 3 kali diubah
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 08:47
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
NachtEinhorn 
Robot Gedek Galak
NachtEinhorn

Level 5
Posts : 1274
Thanked : 9
Engine : Multi-Engine User
Skill : Beginner
Type : Developer

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Chapter 8: Prelude to "E" 's Return

Tengah malam, setelah aku bermain kejar kejaran dengan om om yang bisa henshin di atap rumah Eremidia. Kami sudah kembali ke penginapan. Kyrie sudah masuk ke kamarnya sendiri, ditemani Poyo. Akupun sudah merebahkan tubuhku di ranjang, bersiap siap untuk masuk ke alam mimpi...

"Wie es aussieht, sind in einem störungsfreien... (It looks like you are in a trouble)"

Di sekitarku menjadi gelap, aku tidak bisa menggerakan tubuhku.
Di depanku muncul bayang bayang yang familiar, bayang bayang kadal bersayap yang gedenya melebihi gede Paus Gembrot tempo hari...

"Ex?"

Tawanya menggelegar dalam mimpiku.

"Ich sehe alles. Wie es aussieht, in einen lästigen Ära wurden von der Zeit, Gott geworfen worden (I see everything. It looks like you have been thrown into a troublesome era by the time god)"

"Kau tahu era ini?"

"Dieser Ära mit Abstand dein ist weit, noch bevor Festiana. (This era's distance with yours is far, even before Festiana.)"

"Lalu, kau tahu bagaimana cara pulang?" aku sedikit gembira mendengar Ex tahu akan era ini.

"Oooh, natürlich, natürlich (Oooh, of course, of course)"

"Lalu..."

Kadal itu tiba tiba mengaum, lalu menggertakku

"Nicht, dass schnelle, mickrigen Menschen! Es gibt noch einige Dinge, die Sie brauchen, um in dieser Zeit zu tun ... Nr. .. einige Dinge, die ICH in dieser Zeit tun müssen ... (Not that fast, puny human! There is still some things you need to do in this era... No... some things I must do in this era...)"

"Eh?"

"Dieser Mann namens Phoenix, ist gefährlich. Beseitigen Sie ihn. (That man named Phoenix is dangerous. Eliminate him.)"

"Aku tahu dia brutal dan suka mencincang orang, tapi bahkan sampai kau ingin dia lenyap..."

"Das ist nicht die Ursache, Schwachkopf! Herrje ...

Wie auch immer, ich werde über Ihren Körper nach einigen Tagen nehmen, freuen sich für ihn (THAT'S NOT THE CAUSE, DIMWIT! Jeez...

Anyway, i'll take over your body after some days, look forward for it)"

Maaaan, this sucks.
Sebelumnya Ex hanya membantuku lewat Channeling Summon dengan Pact yang dia berikan kepadaku, setelah kami berantem (baca: He tests my strength and worthyness) tentunya. Entah kenapa sekarang ia malah ingin memakai tubuhku. Aku nggak mau memikirkan bagaimana rasanya.

"Kenapa nggak menggunakan Channeling Summon seperti biasanya?"

"Das Bündnis kann nicht in dieser Ära verwendet werden, da wir es nicht in dieser Zeit getan haben (That pact cannot be used in that era, since we haven't done it in that time)"

"...."

"In der Zeit erhalten Sie Ihren Ärger unkontrollierbare, werde ich übernehmen. HAHAHAHAHA! (In the time you get your anger uncontrollable, I shall take over. HAHAHAHAHA!)"

Di saat amarahku sudah tak terkendali lagi...

Belum sempat kutanyakan hal hal lainnya, Ex menghilang. Aku pun tiba tiba bangun, dengan keringat dingin di sekujur tubuhku.

Apa hubungan Ex dengan Phoenix?

Aku menggaruk garuk kepalaku, melihat ranjang yang basah total.

"Maaaan, ini bisa bisa dikira gw ngompol"

To Be Continued
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 08:48
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
hyperkudit 
Pahlawan Super
hyperkudit

Level 5
Posts : 2288
Thanked : 30
Engine : RMXP
Skill : Very Beginner
Type : Artist
Awards:

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Quote :
Tentang Howl

Quote :

Previous Chapter

Encountering Terror (Previous Story)
Chapter 4 : Nightmare Awaken

“Kyrie.. huh?” gumamku pelan, aku berjalan menyusuri jalan sempit di Capital, kurasa itu nama kota ini. Aku memang tidak terlalu mengingatnya, siapa bahkan nama Kyrie saja aku belum pernah dengar, tapi entah mengapa aku merasa harus menghindarinya, bukan karena takut padanya hanya saja.. perasaan yang tidak bisa kujelaskan, aneh memang.

Mood ku memang cukup buruk saat ini, bagaimana tidak eksistensiku terlupakan, melakukan pertarungan bodoh dengan anak ingusan.

err.. ralat, kami bermain-main..

mengingat pertarungan terakhirku jauh lebih keren dan megah dari permainan anak-anak tadi, tapi kuakui, itu cukup menghibur setidaknya sebelum gadis bernama Kyrie itu datang.

“Hoy.. tangkap..” terdengar teriakan seorang anak di salah satu sudut jalan.

Kulihat tiga orang anak sedang bermain tangkap bola disudut jalan.
Anak-anak jaman sekarang benar-benar bandel, apa orang tua mereka tidak pernah mengajari untuk tidak keluar rumah malam-malam? Akupun berjalan menuju gerombolan anak bandel tersebut, berusaha bersikap lembut.

“Hey.. nak apa kalian tidak sadar ini sudah malam? Howl akan menangkapmu jika kalian bermain malam-malam begini!” seruku pada mereka.

“Howl? Kau kenal?” tanya seorang anak kepada anak lainnya.

“tidak, mungkin dia penculik anak-anak.” timpal anak itu.

Ugh.. ini mungkin sedikit sulit, aku berjalan mendekat sampai tepat dihadapan anak itu, tanpa menundukan kepalaku aku melihat wajah kecilnya, kuharap itu bisa memberikan kesan angker mengingat pencahayaan di jalan itu memang mendukung, melelahkan memang mengarahkan bola mataku kepada anak manusia yang tingginya tidak lebih dari 130 sentimeter, tapi Rule-of-Cool tetap nomor satu.

“jadi kau tidak kenal Howl ya..? dia adalah mimpi buruk dari masa lalu… Mahluk dari mimpi terburukmu, ayah dari semua monster, Vampir yang muncul dari…”

“oh.. aku tahu Vampir!!” belum sempat aku menyelesaikannya, seorang anak memotong kata-kataku, tapi setidaknya aku bersyukur salah satu julukanku masih diingat oleh generasi muda.

“ya.. kau tahu, bentuknya seperti babi, ada garis putihnya..” anak tersebut menjelaskan panjang lebar sesuatu yang dianggapnya ‘Vampir’ kepada teman-temannya.

“bukankah itu bernama Tapir?” gumam anak lainnya.

JLEB!! Jantungku serasa ditikam belati, aku sempat senang karena kurasa eksistensiku tidak sepenuhnya terlupakan, ternyata aku salah.

“bukan.. bukan.. itu namanya Satyr..” anak lainnya menimpali pernyataan temannya.

Mereka malah berdebat tentang vampire, bahkan mulai berimajinasi dan mengubah-ubah bentuk vampire dalam benak mereka, mulai dari kadal raksasa, sampai kuda poni berwarna merah jambu di kait-kaitkan dengan kata vampire. Ingin sekali rasanya ku kunyah kepala anak-anak itu, tapi kuurungkan niatku. Aku pergi meninggalkan mereka, sungguh menyedihkan karena kisah-kisahku benar-benar dilupakan, dan yang lebih parah anak-anak jaman sekarang sudah tidak takut dengan cerita hantu lagi.

--------------------------------------------------------------------------------

Aku melanjutkan jalan-jalanku, kulihat ada dua orang pria yang sedang berbincang-bincang.

“Kau sudah mendengar beritanya?? Kudengar mereka membunuh Chrome Disaster dengan dengan mudah.” Kata seorang pria.

Telingaku langsung terfokus pada omongan kedua pria itu setelah mendengar ‘Chrome Disaster’

“ya.. kudengar mereka meledakkannya, memotongnya kecil-kecil, lalu bermain-main dengan jantungnya” sahut pria itu lagi ketika kawannya merasa tidak percaya.

“bukankah itu terdengar berlebihan dan tidak masuk akal.. maksudku Chrome Disaster itu legenda, mana mungkin bisa dikalahkan seperti itu.” timpal pria satunya.

Aku membatu, mendengarnya.. Chrome Disaster, legenda.. Aku, bukan apa-apa.. betapa menyedihkannya diriku dimata manusia jaman sekarang, bahkan kroco seperti Chrome Disaster dianggap legenda. Tapi itu bukan itu masalahnya, aku sedikit terkejut ada mahluk seperti manusia yang bisa membunuh Chrome Disaster.

Seingatkan, Chrome Disaster adalah salah satu mahluk yang cukup berani untuk tidak takut padaku, walaupun sekarang semuanya tampak tak takut lagi padaku. Saat itu aku mengampuni nyawanya, tapi aku masih memiliki ambisi untuk menghabisinya.

“Khukhukhu..” aku menyeringai, mataku menyorot tajam kedepan.

Ternyata mereka benar-benar berkembang, kuharap orang yang berhasil membunuh kroco itu mampu memberikan permainan yang bagus untukku.

-to be continued-
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 10:00
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
Signus Sanctus 
Newbie
Newbie
Signus Sanctus

Level 5
Posts : 69
Thanked : 3
Engine : RMVX Ace
Skill : Beginner
Type : Developer
Awards:
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Chapter 10 Link

---------------------------------------------------------------

Chapter XI : A new Resolution

"............... I'm at loss....."

Gumamku pelan, sambil menaiki caravan berkuda dengan tujuan Eremidia bersama Hibana yang kondisinya sedang tidak baik. Aku melihat langit sambil memikirkan hal yang sebelumnya tidak pernah terpikiran olehku.

"Apa yang harus kulakukan setelah aku mendapatkan ingatanku...."

"Bukannya kamu bilang kamu akan melindungi Leila?"

Aku termenung kembali, memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini.

"Tapi sebelum itu aku tidak tahu sama sekali tentang diriku... Dan apakah dia masih mau menerima kenyataan bahwa aku adalah S Class Monster... bahkan aku sejenis dengan monster yang sudah membunuh adikmu..."

"Apa yang terjadi pada adikku dan kamu adalah dua hal yang sangat berbeda jauh, kau adalah Phoenix, atau Chrome Arphage, itu saja cukup..."

Aku sedikit lega mendengar ucapannya.

"Tapi kalau kau monster, berarti seharusnya kamu baik - baik saja jika latihanmu sedikit kupersulit kan~?"

Kutarik ucapanku, aku semakin menyesali eksistensiku sebagai Monster....

***

"Jadi selama ini kau adalah Monster yang dulu sempat mengancam kedamaian Eremidia, salah satu dari 7 Heavenly God buatan Magus, sang raja kegelapan dari kerajaan Garnean, dan menyandang nama Chrome Arphage, The Beast of Wrath?"

Aku lumayan syok dengan pengetahuan Leila yang sangat luas, pantas saja Bar ini ramai dikunjungi mereka yang ingin mencari banyak informasi.

"Bukan berarti aku tidak percaya denganmu, apalagi Hunter Class S Hibana ini sendiri adalah saksi matamu...."

Leila menatapku dengan lembut dan penuh kasih sayang, seperti biasa.

"Tapi kuharap kamu tidak memikirkan hal itu terlalu dalam, meski kamu adalah Phoenix, ataupun Arphage, kamu tetaplah kamu, tidak yang lain..."

Aku bersyukur Leila masih mau menerimaku, meski aku adalah seekor monster berbahaya yang bahkan mengerikan dimata Hunter Class S, aku bernapas lega mendengar masih ada yang mau menerimaku di kota ini...

"Tapi...."

Mendadak Leila mengambil Harisen dari pinggang Hibana, dan...

*PLAKKK!!!!!!

Menamparku dengan kerasnya sampai - sampai harisen yang rasanya tidak begitu sakit rasanya seperti diseruduk Troll Golem waktu itu.

"GAH!"

"KURANG AJAR SEKALI KAMU TIDAK MENGABARIKU SELAMA LEBIH DARI SEMINGGU!?!?!? SUDAH KUBERI MAKAN, TEMPAT TINGGAL, DAN PAKAIAN BERSIH, KAMU MASIH BERTINDAK SEENAKMU SENDIRI!?!? KAU PIKIR DISINI TIDAK ADA YANG MENUNGGUMU SAMPAI TIDAK TIDUR SAMA SEKALI DARI PAGI SAMPAI PAGI LAGI MENUNGGU KEPULANGANMU, HAH?!?!? DAN SEKARANG KAMU KEMBALI DENGAN ENAKNYA MEMBAWA SEORANG CEWE DARI TEMPAT LAIN, LELAKI MACAM APA KAMU INI HAH!?!?!?!?"

Aku tidak mengerti tapi aku tertimpa suatu perasaan tertekan yang membuatku menundukkan wajahku tidak berani memandang Leila, meskipun aku seorang monster dan aku sudah sadar akan fakta itu, aku tetap tidak berani melawannya sama sekali.

"Dasar, kuharap anakmu yang sekarang ada dalam rahimku tidak bersikap sama sepertimu...!"

HAH?

"EH? Leila? kamu hamil?"

Satu bar hening mendengar satu fakta yang sama sekali tidak terduga dari mulut Leila

"Ah iya, sebenarnya baru - baru ini sih, tapi kemarin saat aku mengantarkan minuman ke rumah sakit, dokter disana penasaran dengan kondisiku, kemudian melakukan check up, dan ternyata aku sudah hamil, meski baru - baru ini...."

"APWAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA?!?!?!?!?!!?"

1 Bar yang didominasi lelaki itu menjadi ribut tak karuan, ada yang menangis, ada yang banting - banting tangan dan sebagainya, namun yang paling banyak kulihat adalah orang yang memasang pose tangan dan dengkul setara (OTL).

"TIDAAK!!!! LEILA-KU!!!!! LEILAAAAAAA!!!!"

"SIAPA YANG BERANI MENGHAMILI LEILA KAMI YANG CANTIK MANIS MENDEWI - DEWI INI!?!?!?!?!"

"Tentu saja tidak lain adalah lelaki ini~!"

Leila dengan senyum bahagia menunjukku, seekor Monster Class S dengan Hunter Rank B yang sudah terkenal menghukum banyak Junker, mengalahkan Troll Golem, dan gosipnya, telah membantu mengalahkan Chrome Disaster, dan semua lelaki yang ada disana hanya mampu memasang tampang pasrah dan galau.

"Selamat ya, Phoenix Arphage."

Ucap Hibana padaku agak sinis, entah karena apa.

"Well, itu tandanya aku mendapatkan tujuan hidupku setelah mendapatkan informasi tentang ingatan masa laluku."

Aku mampu menerima dengan baik takdirku sebagai S Class Monster, meski sepertinya belum sempurna, karena sekarang aku sudah memiliki tujuan hidup yang jauh lebih baik.

***

"Hmm....."

Aku dan Hibana, yang masih dalam fase penyembuhan, mencari quest B Class yang kira - kira lumayan besar, karena sekarang aku termasuk dalam keluarga Leila, aku harus membantu mencarikan uang untuknya.

"Ini saja deh, Kill Giant Hornet...!"

"Oh? padahal misi Mengambil permata ini sepertinya lebih besar hadiahnya."

Aku melihat tanganku, yang gemetaran karena akhir - akhir ini kehilangan sesuatu.

"Maaf, tapi kalau aku tidak membunuh sesuatu... aku taku sewaktu - waktu aku akan lepas kontrol di depan Leila seperti waktu itu..."

"Aku mengerti, sejak awal kamu dibuat oleh Magus untuk membunuh prajurit - prajurit Eremidia, jadi wajar saja kamu dibuat dengan kondisi haus darah...."

Aku sedikit menyesal dibuat seperti ini, mudah - mudahan saja aku tidak berbuat macam - macam didepan Leila karena kondisiku yang seperti ini...

***

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Hopper-re01

"ROWAAAAAAAAAAAAAAAAAAR!!!!!"

Kutebas Hornet dan bug yang terus mengelilingi area farm ini, Semakin aku banyak menebas Hornet - hornet itu, semakin banyak pula yang datang, namun senyum kejam dan sinisku tidak bisa berhenti, aku rindu perasaan ini, perasaan mencabik - cabik ini, darah - darah yang berterbangan disana sini, dan bagian - bagian tubuh monster yang berterbangan disana disini.

"SHINNING BLADE CUT!!!!!!"

Tebasanku terasa makin cepat dan terfokus, hasil latihan dari Hibana cukup membuahkan hasil pada kemampuanku bertarung, namun karena itu juga, rasa hausku akan darah semakin besar, setiap aku melihat orang, nafsuku untuk membelah - belahnya dan mencabik - cabiknya terasa sangat besar, aku hampir kesusahan untuk menahan nafsu ini.

"Kaze~!"

Namun seharusnya aku akan aman - aman saja, Hibana selalu ada disampingku setiap aku hampir lepas kendali, dan melepaskan ilmu ninjanya untuk meredam gejolak dalam tubuhku, entah jurus apa itu.

"Phoenix, jumla Hornet nya semakin bertambah dan semakin mengarah padamu, tidak bisakah kau memusnahkan mereka semua dalam sekali tebas?!"

Ya, aku juga harus segera menyelesaikan ini dan pulang, atau Leila akan memukuliku dengan harisen itu lagi...

"Shinning Blade Cut! Final Blade Saver!! Extend!!!!"

kulepaskan tenaga tebasanku sambil melakukan gerakan melingkar, mengenai semua Hornet yang ada disekitarku dan membanjiri farm tersebut dengan darah dan berceceran dengan tubuh - tubuh Hornet yang sudah tewas.

"Suiton~!"

Dan Hibana menggunakan jurus tameng es nya untuk menghadang tebasan liarku yang mungkin mengenai para Civillian, tentu saja aku tidak mau dipenjara dan mengkkhawatirkan Leila lagi....

***

"DAN SUDAH KUBILANG!!!! FOKUSKAN AMARAHMU MENJADI SATU DENGAN PEDANGMU!!! KAMU MONSTER YANG MEMBAWA SIN OF WRATH KAN?!?!"

Dan latihan keras setiap aku dan Hibana menyelesaikan 1 Quest, ditonton oleh Leila yang baru selesai menutup Barnya, seakan menikmatiku tersiksa oleh latihan yang mampu membuat tangan dan kakiku pegal, aku memang monster, tapi staminaku pun terbatas.

"Tapi aku tidak boleh mengeluh... Mereka... Chrome... akan datang menyerang Eremidia lagi.... sebelum itu terjadi.... aku....!!!"

"JANGAN BERGUMAM!!!"

*PLAKKK!!!!!
Tabokan Harisen itu bersarang kembali di kepalaku, latihan berat terus kulalui sambil mencarikan uang untuk Leila dan anakku nanti. Aku mungkin sedang dalam kondisi yang merepotkan sekali, tapi aku tidak akan pernah jatuh, selama aku masih memiliki Leila....

.....................................

To be continued...


Terakhir diubah oleh Signus Sanctus tanggal 2012-07-13, 21:59, total 1 kali diubah
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 11:02
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
hyperkudit 
Pahlawan Super
hyperkudit

Level 5
Posts : 2288
Thanked : 30
Engine : RMXP
Skill : Very Beginner
Type : Artist
Awards:

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Quote :
Tentang Howl

Quote :
Previous Chapter

Chapter 5 : Contract from the past

Menyusuri Capital yang cukup luas menghabiskan malamku, tidak terasa matahari sudah terbit dan aku hanya ngalor-ngidul tanpa tujuan seperti orang tersesat. Kota sudah mulai ramai, banyak orang yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing tapi perhatianku tertuju pada satu bangunan di alun-alun kota. Bangunan yang cukup ramai, dipenuhi pria-pria kekar yang sedang minum, kurasa itu sebuah bar dan tak ada salahnya aku mampir kesana sebentar.

Begitu masuk suasananya begitu ricuh, beberapa pelanggan tampak menggoda penjaga bar yang menurutku cukup cantik, mungkin sangat cantik bagi manusia, hanya saja aku tidak punya minat samasekali terhadap manusia betina. Aku duduk di sebuah meja kosong, melihat sekeliling dan mencari tahu bagaimana cara mereka mendapatkan minuman ditempat ini.

“Eh.. Leila kamu hamil?!?” seruan seorang pria membuatku memberi perhatian kepadanya.

Teriakan dan reaksi pengunjung bar membuatku beranggapan kalau wanita yang dipanggil Leila itu sangat populer di kalangan pria.

JDEG!

Aku terbelalak, walau sekelebat tapi aku bisa merasakannya, sesuatu yang cukup familiar bagiku. Aku merasakan aura milik Magus, walau aura itu benar-benar berbeda namun ada setitik kecil aura Magus di dalamnya.
Mirip ketika terakhir kali aku berhadapan dengan Chrome Disaster, bedanya ini jauh lebih kuat.
Aku berusaha mencari-cari darimana asalnya, kutunggu sampai hentakan aura tersebut bisa ditangkap oleh indraku lagi.

JDEG!

Aku merasakannya, pria itu.. ya pria berrambut merah itu.. dia memiliki hubungan dengan pria yang membawa sesuatu milik ku. Pria itu menoleh kearahku dengan tatapannya tajamnya, kurasa dia sadar sedang diawasi, hanya saja dia masih terlalu sibuk dengan wanita bernama Leila itu.

Aku menyandarkan tubuhku ke kursi, belum memesan makanan atau minuman apapun, hanya berpikir dan mengingat-ingat. 1000 tahun yang lalu, seorang pria memutuskan mengikat kontrak padaku. Ambisinya untuk menghancurkan sebuah kerajaan, ambisinya untuk menguasai dunia membuatku tertawa saat itu, sebuah keinginan klise tapi aku menyetujuinya.

Pria itu berbahaya, ya sangat berbahaya.. bahkan bagiku, dia tidak membutuhkanku untuk memenuhi ambisinya, yang diabutuhkan hanyalah kekuatanku. Dia menghisap setengah dari kekuatanku sebelum aku berhasil kabur. Magus.. dia membawa sesuatu milik ku, dia membawa kekuatanku dan akan kurebut kembali.

Aku tahu pria berambut merah itu bukan Magus, tapi entah mengapa aku merasakan setitik kekuatan Magus di dalamnya.

“menarik… ini akan menjadi permainan yang sangat menarik..” gumamku dengan wajah licik, kurasa aku terlihat seperti pemeran antagonis jika ini sebuah drama.

Aku berdiri dan meninggalkan bar yang masih dalam suasana gaduh tersebut, sudah cukup informasi yang kudapatkan dari tempat itu. Aura pembunuh, aroma darahnya.. itu semua sudah menjadi informasi untuk tahu siapa dirinya yang sebenarnya.
Magus bisa menunggu, untuk saat ini aku harus mencari tuan Winkle terlebih dahulu, untuk menemukannya, aku harus mencari Sirloin-something. Dan aku tahu harus mulai darimana.

- to be continued -
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 14:25
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
Kabutopsu 
Advance
Advance
Kabutopsu

Level 5
Posts : 348
Thanked : 3
Engine : Multi-Engine User
Skill : Skilled
Type : Event Designer

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Episode 2


Episode 3: Illegal

Sebelumnya, aku akan memberitahu sekali lagi tentangku, aku Kasei Tsuba, seorang Cybergenian yang berpindah kota. Sekarang kondisiku sedang lumayan baik dengan Kiki Lion, seorang atau anak muda yang lebih muda dariku 2 tahun yang merupakan penduduk asli Eremidia.

Kami baru saja menakut-nakuti Clan Fyod, Junker daerah sini. Kami juga baru saja mendapa Rank B dan menyelesaikan misi. Sekarang kami sedang dalam perjalanan menuju Istana Eremidia, mengembalikan para prajurit yang pingsan saat bertarung dengan Clan Fyod.

Kamipun telah menaruh mereka ke rumah sakit istana lalu kembali ke guild. Di tengah perejalanan, kami melihat pertunjukan sulap yang cukup menghibur. Pesulap itu menggunakan batu dan melakukan beragam atraksi mengagumka dengannya.

Tapi mungkin itu adalah penyalahgunaan sihir. Hanya untuk menambah uang. Di daerah ini, sangat sedikit yang bisa menggunakan sihir. Rasnya pun kebanyakan manusia. Namun, banyak junker teri belkeliaran, sehingga kita harus waspada saat melewati jalan ini.

“BUAGH!” seseorang terpental dan jatuh ke tanah. Sepertinya terjadi perselisiha disana. Untuk menghindari keikutsertaan kami, aku dan Kiki Lion berlari melewati mereka. Namun percuma, sang pemukul melihat ke arah kami.

“Mengapa kalian terburu-buru anak muda?” kulihat pria paruh baya yang berbadan kecil namun lebih kecil daripada Ucok. Tubuhnya kurus kerontang dan giginya kuning besar dan beberapa ompong. Aku kaget dengan jawabannya. Akupun mencoba menoleh, “Tidak ada, kami hanya harus cepat sampai ke Guild, sampai jumpa!”

Akupun menarik Kiki dan lalu berlari secepatnya berlari menuju Guild. Kami melakukan ini agar tak menyebabkan keriibutan dan berakhir dengan kekerasan kepada orang yang bersalah. Arena kami belum tahu apa maksud orang tua itu.

Sesampai di Guild, kulihat pimpinan Guild dan juga penjaga yang tadi, “Kami sudah selesaikan misinya pak!” ucapku

“Kalian dikeluarkan, karena belum menjalankan tes apapun untuk mendapatkan lisensi, kembalikan lisensi kalian!” bentak pimpinan.

Kami tertegun, belum 3 jam mendapat lisensi Rank B, sudah dikeluarkan. Namun peraturan ya peraturan. Kami mengembalikan lisensi.

“Sebelum kalian bisa mendapat lisensi, kalian akan dianggap Illegal alias Rank E, namun karena kalian berhasil menjalankan misi pertama yang berlevel B, kalian akan diberikan kemudahan dalam tes, besok datanglah kemari tepat waktu, kalau tidak kesempatan kalian akan hilang,” tukas pimpinan.

Kami kecewa, namun apadaya, lagipula, kami masih dianggap Hunter meskipun kami tidak resmi. Kami mencoba ke Quest Center, lalu menanyakan misi apa yang dapat kami jalani.

“Mungkin berburu Slime akan menjadi latihan yang ringan, berapa kami harus bayar?” tanyaku

“150 RMIDollar,” ujar penjaga.

Aku merogoh kantung celanaku, dan memberikan uang 75, dan Kiki juga. Kamipun berangkat ke melewati blok selatan dan berburu beeberapa Slime di sana. Misi mengatakan, kami harus mengalahkan 8 Slime dan membawa apapun yang dikeluarkan mereka.

Namun setelah lama mengelilingi daerah ini, biasanya bayak sekali binatang liar, monster-monster kecil berlarian. Namun, hanyalah batu-batu besar yang tampak. Entah apa maksu semua ini.

To Be Continued
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 14:27
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
Dezwil 
Moderator
Moderator
Dezwil

Kosong
Posts : 310
Thanked : 7
Engine : RMVX
Skill : Advanced
Type : Developer

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Chapter 1: Begin from the Lost

Angin bertiup kencang.
Pasir-pasir yang tertiup oleh angin menghalangi pandanganku...

"Hari ke 5... Aku belum menemukan apa-apa. Selama ini yang kudapatkan hanyalah fata morgana oasis yang
membuatku ingin mencarinya."
Berjalan menuju ke arah utara. Sekitarnya hanyalah padang pasir yang luas.
Ada fosil-fosil monster dan sedikit kaktus.
"Haus... Sudah tidak punya suara lagi untuk teriak.. Apakah aku sampai sini...?"
Jejak kaki ku tidak lama terhapus akibat angin yang kencang.
Tenagapun mulai melemah dan akhirnya tertidur di tengah Grand Dessert.
________________________
__________________________________
________________________

"Hey! Ada orang di sana!"
Terdengar suara orang yang tidak ku kenal..
Aku sudah tidak punya tenaga lagi untuk bangun dan teriak "tolong!"
"Itu ada petualang! Mungkin dia masih hidup! Tolongilah dia!"
Sepertinya orang-orang telah membawaku.
Syukurlah aku selamat..
Semoga aku dibawa ke kota Eremedia..
Suara A: "Syukurlah, dia hanya pingsan. Kasihan sekali sepertinya dia sudah lama tidak makan maupun minum.
Kurus kering begini..."
Suara B: "Kita bawa dia ke rumah kami."
_______________________
_____________________________
_______________________
".................? Di mana ini?"
Suara A, "Oh, sudah bangun ya?"
"Di mana ini?"
A, "Rumah kami. Selamat datang di kota Faleon."
"Faleon? Bukan Eremedia ya.."
A, "Oh, jadi kamu sedang menuju ke kota Eremedia?"
"Iya. Aku ingin menjadi hunter dan mengerjakan berbagai quest"
A, "Hm jadi begitu toh. Oh iya, kamu belum makan apa-apa bukan? Makanlah. Sudah ku siapkan
soup dan roti untukmu."
"Terimakasih tuan."
A, "Oh iya, siapa namamu?"
"...Cena"
A, "Baiklah Cena, makanlah dulu."
Akupun bangun dari tempat tidur dan menuju ke ruang makan.
Tersedia Corn Soup dan 2 potong roti dengan minuman teh hangat.
__________________________________
Selesai makan
__________________________________
Cena, "Tuan, apakah kota ini jauh dari kota Eremedia?"
A, "Tidak. Bila kamu naik kuda, sekitar 1 jam juga sampai.
Bila kamu ingin ke sana, akan ku kenalkan pedagang kuda agar kamu bisa meminjam kuda secara gratis."
Cena, "Tidak usah tuan. Aku punya sedikit uang. Cukup untuk meminjam kuda."
A,"Tidak apa-apa. Terima sajalah."
Akupun siap-siap untuk berangkat ke kota Eremedia.
Telah diberikan Long Sword darinya untuk bisa jaga diri dari monster.
Tertolong sekali. Punyaku sudah tumpul. Sudah tidak lagi bisa disebut pedang.
Segera ganti pakaian dan simpang pedang di punggung.
Perisai Bucklar ku pasang di lengan kanan.
Keluar dari rumah tuan dan jalan menuju ke Horse Rent Shop.
Sekitarnya banyak sekali warga kota yang sedang berjualan.
"Silahkan dibeli!"
"Ada obat herbal yang murah! Silahkan dilihat dan dibeli!"
"Perisai! Armor! Semua peralatan untuk bertualang lengkap di sini!"
Teriakan para pedagang yang begitu semangat.
Aku ingin melihat dagangannya satu per satu.
Tetapi bukanlah saatnya.
____________________________
Sampai di Horse Rent Shop

A,"Hey Voldo, bisakah pinjamkan seekor kuda?"
Voldo,"Oh, dia yang kemarin terlentang di Grand Dessert itu ya?"
A,"Iya, dia mau ke kota Eremedia. Jadi pinjamkanlah seekor kuda."
Voldo,"Boleh. Tetapi untuk sekarang ini tidak bisa ku pinjamkan."
Mendengar itu aku sedikit shock. Padahal aku ingin buru-buru ke sana.
Cena,"Kenapa?"
Aku bertanya dengan sedikit kecewa.
Voldo,"Aku dengar akhir-akhir ini para Goblin sering muncul dan menyerang orang-orang yang
melewati jalan menuju kota Eremedia.
Aku khawatir, kudaku akan dibunuh oleh mereka."
Cena,"Kalau begitu, akan ku urus mereka."
Dengan penuh percaya diri ku berkata.
Hanyalah Goblin. Dengan kekuatanku saja tidaklah bermasalah.
Voldo,"Kamu punya kekuatan untuk melawan monster?
Baiklah, kalau begitu tolong membasmi mereka yang berada di jalan menuju kota Eremedia."

Saatnya membalasbudi untuk mereka yang telah menyelamatkanku...!
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Gz_hznkov8

To Be Continued.

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 14:36
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
hyperkudit 
Pahlawan Super
hyperkudit

Level 5
Posts : 2288
Thanked : 30
Engine : RMXP
Skill : Very Beginner
Type : Artist
Awards:

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Quote :
Tentang Howl

Quote :

Previous Chapter

Chapter 6 : Where is my power? where is mr.Winkle?

“Tidak salah lagi, itu salah satu ciptaan Magus.” Pikirku.

Aku berjalan kearah timur, melangkah menjauh dari bar. Beberapa pertanyaan lama kembali muncul di otak ku, Apa kekuatanku ada disana? Aku sempat menanyakan hal yang sama ketika berhadapan dengan Chrome Disaster, aku merasakan kekuatan Magus disana, tapi tidak dengan kekuatanku. Kemana orang itu membawa kekuatanku? Pertanyaan lain muncul dibenakku, bahkan orang seperti Magus tidak mungkin bisa menahan kekuatan sebesar itu dalam waktu yang lama.

Aku memang mendengar bahwa Magus menciptakan tujuh mahluk yang dikatakannya sebagai dewa untuk memenuhi ambisinya, aku sudah bertemu satu, dan kurasa aku baru menemui satu lagi. Aku yakin itu dia, apakah Magus menggunakan kekuatanku untuk menciptakannya? Aku tidak tahu.. tapi, kurasa ini adalah alasan kenapa aku harus berada di dunia atas.

Mencari tahu dan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milikku.
Hari sudah mulai senja, Capital memang benar-benar luas, dan coba tebak.. aku tersesat lagi. Awalnya aku tahu sedang berjalan kearah timur, tapi entah mengapa aku berakhir dengan mengikuti arah matahari terbenam yang artinya selama ini aku berjalan kebarat. Ternyata memang benar kata orang-orang, terlalu serius memikirkan sesuatu tidak baik bagi otak dan jiwamu.

Matahari sudah benar-benar terbenam, dan aku sudah berada di gerbang perbatasan Capital, walau masih belum yakin kalau itu adalah gerbang timur.

“Hey kau.. orang botak berjanggut aneh yang memakai pakaian konyol!” teriak ku kepada seseorang yang berdiri di dekat gerbang.

“kau bisa memanggilku penjaga... ada masalah apa?” sahut pria itu dengan ekspresi sebal.
“aku mau bertanya, dimana arah utara?” tanyaku santai.

Penjaga tersebut menunjuk kearah utara, lalu menurunkan tangannya lagi.
“kalau begitu dimana arah barat?” tanyaku lagi.

“grrr.. itu tempat darimana kau datang tadi..” sahutnya mulai kesal.
“jadi kalau begitu bisa kau tunjukan arah keselatan?”

“Berengsek!! Kau mau mengerjaiku? Umurmu sudah terlalu tua untuk mengerjai seorang penjaga gerbang!! Sebenarnya kau mau pergi kemana?!!” tampak si penjaga gerbang mulai gusar dengan kelakuanku.

“ke timur” jawabku singkat tanpa rasa bersalah.

BLUK!!

“Aku benci pekerjaanku!” Penjaga gerbang itu menggerutu, lalu membanting sarung tangan kulit yang dikenakannya.

Dalam hati aku benar-benar girang, sudah lama aku ingin melakukan itu kepada manusia, hampir 1000 tahun dipenjara membuat sebuah permainan iseng seperti ini menjadi 100 kali lebih menyenangkan dari sebelumnya.

“Billy.. jangan bermain jauh-jauh, nanti Howl menangkapmu..”

Suara seorang wanita membuatku tersentak dan menoleh kebelakang, tampak seorang ibu muda mengejar anaknya yang sepertinya baru berumur enam tahun.

Aku benar-benar terharu mendengar kata-kata itu, air mataku hampir keluar, tak kusangka masih ada yang mengingatku di dunia atas. Aku berlari menghampiri ibu dan anak itu, memeluk mereka yang meronta-ronta panik karena dipeluk oleh orang asing.

“nyonya… kau benar-benar mengajari anakmu dengan baik.. pertahankanlah, dia pasti akan menjadi pribadi yang berguna kelak.” Air mata mulai menetes dari mataku.

“Hey kau!!! Apa yang kau lakukan!! Menjauh dari istri dan anak ku!!” penjaga yang kukerjai tadi menghampiri sambil mengarahkan tombaknya kepadaku.

EH?? Aku sempat terdiam mendengar kata-kata si penjaga. Aku melepaskan pelukanku dari mereka, sang ibu menarik anaknya menjauh. Akupun berdiri berjalan kearah penjaga gerbang, dia tidak terlihat gentar sedikitpun padaku.

Plok…

“kau adalah kepala keluarga yang baik, kawan” Kutepuk pundaknya, aku memejamkan mataku sambil tersenyum demi alasan dramatisasi. Penjaga tersebut melepaskan tanganku, tatapan jengkelnya terus mengarah padaku.

“apa kau terbelakang?!” gerutunya.

“tidak, aku hanya kelewat jenius.” Jawabku sembari meninggalkan mereka, berjalan kearah timur menuju hutan timur Eremidia.

Rule-of-Cool nomor 4… jalan perlahan dan jangan menoleh ke arah ledakan, aku melakukannya dengan sempurna. Perjalananku untuk mencari Sirloin-something dimulai dengan sangat keren.

-to be continued-
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 15:38
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
DrDhoom 
Doomed Zombie
DrDhoom

Level 5
Posts : 629
Thanked : 22
Engine : Multi-Engine User
Skill : Intermediate
Type : Scripter

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Chapter 1
Chapter 2

Chapter 3: Do The Math!

Matahari telah menampakkan dirinya. Angin berhembus pelan, membuat pagi ini begitu dingin bagiku. Yah mungkin karena pakaian ku yang begitu minim ini. Aku turun dari tempat tidurku tadi malam. Kulihat kota masih sepi, mungkin mereka masih tidur. Aku memanfaatkan kesempatan ini untuk berjalan-jalan melihat hal hal yang belum pernah kulihat sebelumnya.

Aku melihat berbagai macam bangunan yang menarik, terbuat dari semacam kayu dan batu, disekitarnya tertanam berbagai bunga, membuat perutku sedikit mual melihatnya.

Tidak sengaja aku berpapasan dengan seorang penjaga yang masih mengantuk. berjalan menuju tempat jaga nya. Aku terdiam, didalam hati aku berdoa semoga penjaga itu tidak menyadari kalau aku ini bukan manusia. Bukan apa apa, hanya satu penjaga itu terlalu enteng bagiku. Tapi yang kutakutkan adalah jumlah mereka apabila aku berbuat onar disini. Bisa bisa aku dipenjara atau dibunuh, atau aku dijadikan BUDAK! Aku lebih baik memilih mati dari pada menjadi budak oleh makhluk yang lebih rendah dariku.

Penjaga itu semakin jauh berjalan meninggalkanku yang terpaku tidak bergerak. Fuh, sepertinya aku selamat. Namun tiba - tiba angin kencang berhembus, membuat kain yang ada diwajahku terlepas.

"Gyaaahh!!", teriak ku kaget.

Seketika itu juga, penjaga yang tadi ada dibelakang ku berlari kecil mendekat karena jeritanku. Gawat, ini benar benar gawat. Spontan, aku berlari sekencang kencangnya, membuat semua penyamaranku hilang.

"TROLL!!! Ada Troll!!!", teriak penjaga itu.

Penjaga itu berlari mengejarku, begitu juga 6 penjaga lain yang baru saja mendengar teriakan tadi.

"Sial! Apabila aku mati disini, aku bersumpah akan membunuh dewa Angin atau siapalah itu yang membuat semua ini terjadi!", geramku.

Di tengah pelarianku, 3 penjaga menghadangku di seberang jalan. Seketika aku melompat, dan mendarat di atas atap rumah orang yang dari tadi meneriaki ku karena rumahnya sudah rusak setengah lebih sedikit. Dan, saatnya pelajaran berhitung, tebak berapa penjaga yang mengejarku saat ini?

SALAH! Jawabannya bukan 10. Ada 14 penjaga yang mengejarku, dan ke 14 nya membawa senjata masing - masing. Kalau tertangkap sepertinya aku bakal di goreng atau dibakar, yang mana saja tidak enak untukku.

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Trollscenechap3

Aku terus berlari, namun sepertinya para penjaga itu tidak kelelahan sedikitpun, makan apa mereka jadi memiliki stamina sekuat ini? Ah, itu tidak penting! Aku harus berkonsentrasi agar dapat lolos dari situasi ini. Hari semakin siang sehingga orang orang sudah mulai memenuhi jalan, membuatku kesulitan untuk berlari secara maksimal.

Aku tersenyum, tidak mungkin ini lebih terlihat seperti menyeringai, ah terserah. Aku tertawa karena gerbang ada di depan mataku. Jaraknya tidak jauh.

Aku terus berlari, berlari, dan berlari...

to be continued


Terakhir diubah oleh WhiteHopper tanggal 2012-07-13, 16:20, total 2 kali diubah
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 15:45
PostI HAVE NO EXISTENCE HERE
yukitou 
Newbie
Newbie
yukitou

Level 5
Posts : 61
Thanked : 1
Engine : Multi-Engine User
Skill : Beginner
Type : Artist

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
I HAVE NO EXISTENCE HERE

Quote :
Character(s)
Chapter 2

previous chapter
Related Chapter Howl
Related Chapter Phoenix

Malam itu aku berjalan-jalan di Capital, sekalian melepas penat setelah seharian mengurung diri di kamar membuat laporan yang harus diserahkan pada military.

"Cih, kenapa harus pakai acara 'mengisi laporan segala'?" Gerutuku. "Dan apa pula itu perjanjian khusus Beastling untuk tidak mengacau dijalanan tanpa busana dan mengganggu keamanan warga?"

Benar-benar peraturan yang sangat tidak masuk akal.

"Dasar paranoid."

Setelah mendesah berkali-kali dan membenturkan kepala beberapa kali di dinding salah satu bangunan. Aku melihat ada pria paruh baya yang sedang berbicara pada anak-anak di sudut jalan. Sepertinya sedang menasehati mereka agar tidak bermain-main setelah petang. Namun, kelihatannya anak-anak malah terlihat semakin beringas(?) hingga pria itu meninggalkan mereka sambil tertunduk lemas.
Memang dasarnya mahluk jelmaan dari setan-setan kecil itu memang susah kalau dinasehati, mereka tidak akan belajar sebelum sebuah belati berhasil menggores punggung mereka.

'Kenapa aku malah berpikir seperti ini?' pikirku sambil menggeleng-gelengkan kepalaku. 'Mungkin dengan sedikit pelajaran, setan-setan kecil itu akan mengerti betapa 'berharga'nya hidup dunia ini.'

Pelan-pelan aku melangkah mendekati para setan-setan kecil itu, sayup-sayup kudengar meeka membicarakan tentang mahluk berbentuk bulat dengan hidung babi dan tanduk yang bercabang.

'Vampir? Buruk, deskripsi kalian buruk sekali... Abstrak lebih tepatnya,' pikirku sambil mengeluarkan sebutir keringat segede bola tenis.

"Ah-Hem!" Seruku. "Apa yang kalian lakukan malam-malam begini diluar rumah anak-anak manis?"

Sudah kuduga, hanya dengan sapaan manis seperti itu saja mereka langsung lari terbirit-birit bagaimana jika aku benar-benar menerkam mereka? Semoha saja setan-setan kecil itu sadar untuk tidak bermain-main di malam hari. Walaupun kota ini dikelilingi oleh tembok-tembok besar, tetap saja ada mahluk-mahluk yang bisa seenaknya keluar masuk dan berinteraksi dengan warga. Ah, sebaiknya aku tidak membicarakan diri sendiri.

--------------------------------

"Bodoh sekali mereka!" Seruku sambil membanting gelas bir ke meja di depanku. "Kalau tidak kutunjukkan lisensiku pasti mereka sudah langsung beramai-ramai untuk memenggal kepalaku. Apa mereka tidak pernah melihat seekor Beastling apa?"

Kejadian pagi tadi benar-benar membuatku kesal. Beberapa Hunter wannabe itu dengan terang-terangan ingin memenggal kepalaku dan menyerahkannya ke Hunter Guild demi meningkatkan Rank mereka.

'bodoh, benar-benar bodoh'

"Sudahlah Grey, biarkan saja para Newbie itu," kata seorang prajurit didepanku.

"Lah, hal yang seperti itu tidak bisa dibiarkan begitu saja. Setidaknya beri mereka sedikit pengetahuan," kataku. "Memangnya para penguji hunter-hunter baru itu kemana sih? Kalau begini kan kelihatannya mereka hanya memberikan LIsensi Hunter cuma-cuma kepada warga karena kekurangan Hunter."

"Kalau dibilang begitu sih, sepertinya benar juga, ah hahaha," kata prajurit didepanku sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Memang akhir-akhir ini kerajaan banyak kehilangan Hunternya katrena mati dibunuh monster yang makin buas saja. Ngomong-ngomong, kamu gak jadi buas kan Grey? Kamu gak bakal makan aku kan, kita sudah menjadi teman selama hampir empat tahun loh."

"Pertanyaan macam apa itu?" Tanyaku sambil melirik sinis. "Kau tahu kan aku benci membunuh mahluk hidup. Ralat, kau tahu kan aku sangat membenci ocehan-ocehan dari arwah yang barusaja dibunuh?"

"Ah, aku lupa kalau kau bisa berkomunikasi dengan spirit-spirit itu, bahkan dari mahluk yang sudah mati. Ah, aku iri padamu Grey, seandainya saja aku bisa berkomunikasi dengan ibuku-"

"KURANG AJAR SEKALI KAMU TIDAK MENGABARIKU SELAMA LEBIH DARI SEMINGGU!?!?!? SUDAH KUBERI MAKAN, TEMPAT TINGGAL, DAN PAKAIAN BERSIH, KAMU MASIH BERTINDAK SEENAKMU SENDIRI!?!? KAU PIKIR DISINI TIDAK ADA YANG MENUNGGUMU SAMPAI TIDAK TIDUR SAMA SEKALI DARI PAGI SAMPAI PAGI LAGI MENUNGGU KEPULANGANMU, HAH?!?!? DAN SEKARANG KAMU KEMBALI DENGAN ENAKNYA MEMBAWA SEORANG CEWE DARI TEMPAT LAIN, LELAKI MACAM APA KAMU INI HAH!?!?!?!?"

Soerang wanita tiba-tiba berteriak di bar itu, namanya Leila kalau tidak salah. Dia memarahi seorang pemuda di depannya.

'Seseorang yang baru saja membunuh banyak mahluk hidup,' pikirku, jelas terlihat beberapa spirit yang mengerubungi pemuda itu. 'Merepotkan.'

"Itu akibatnya kalau kau selingkuh, ha hahahah," canda prajurit di depanku.

"Meh, kau ini," kataku sambil meneguk habis bir yang tersisa di gelasku.

To Be Continued....



Terakhir diubah oleh yukitou tanggal 2012-07-13, 19:29, total 1 kali diubah
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 16:54
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
Dezwil 
Moderator
Moderator
Dezwil

Kosong
Posts : 310
Thanked : 7
Engine : RMVX
Skill : Advanced
Type : Developer

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
from chapter 1

Chapter 2: Sweep

Segera keluar dari toko dan keliling kota untuk melihat dagangan.
Siapa tahu ada barang-barang yang bisa membantuku dalam bertarung dengan para Goblin.
Aku melihat toko yang jual herb. Bila terluka herb bisa menyembuhkannya.
Cena, "Uangku ada 1500 Dollar. Beli 10 herb sajalah.."
"Terimakasih banyak" pedagang tampak senang.
Berjalan menuju TKP. Jalannya tidak begitu luas. Sekitarnya hanyalah tembok dan pepohonan.
"Sepi sekali..." Tentu. Di sini sedang ada Goblin yang rusuh. Mana ada yang berani melewatinya.
Tiba-tiba merasakan pandangan yang membahayakan dari sisi kanan.
Akupun terhenti dan siap-siap mengeluarkan pedang.
"Rawr!!"
Serangan tiba-tiba oleh Goblin dari sisi kanan dan belakang.
Menghindar dengan roll depan. Segera bangun dan bersiap.
"3 ekor? Hmph.. mudah sekali...!"
Mencoba menebas badan Goblin. Tetapi tidak kena.
Goblin yang menghindar tertawa dan mengeluarkan pisau.
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Ff4goblin
"Pisau ya..." Maju sambil senyum. Mencoba menebas Goblin yang sama.
3 ekor Goblin menyerang bersama.
Goblin yang di tengah melompat dan mencoba menebas kepala.
Lari dengan lebih cepat lagi dan menghindar dengan roll.
Segera bangun dan berhasil menusuk punggung goblin yang paling dekat dan segera lompat ke belakang.
"1 ekor mati...! Siapa selanjutnya?!"
Goblin yang tersisa marah dan maju sambil teriak.
Tiba-tiba muncul lagi goblin yang lain dari belakang.
"Ada lagi...!?" Mencoba terus maju sambil menyerang goblin yang ada di depan untuk bisa menghindari serangan goblin dari belakang.
Serangannya ditangkis oleh goblin dan menerima serangan dari goblin.
"Sial kekurung..."
Depan ada 2 ekor Goblin, di belakang ada lagi 2.
Di samping kirinya tembok dan kanannya pepohonan.
"Roar!"
Dengan teriakan salah satu goblin, muncul lagi 4 ekor goblin.
Depan 2, belakang 2, kiri-kanan masing-masing 2 ekor juga.
"........ Celaka...!"
Situasi semakin berbahaya.
Akupun panik. Napasnyapun mulai tidak setabil.
"RAWR!!"
Dengan teriakan semua goblin yang ada, mereka menyerang Cena bersama.
Mencoba melawan salah satu goblin untuk bisa kabur dari kurungannya.
"Woooo!!"
Dengan teriakan yang penuh dengan khawatir mencoba menyerang 2 goblin yang di depan sekaligus.
Jleb!
Berhasil menyerang dan keluar dari kurungan goblin tetapi mendapat luka di punggung dan pipi.
"Huff.. Syulurlah bisa keluar dari kurungan.. Tetapi bagaimana cara untuk melawan jumlah segini?!"
???, "Api yang diterima dari langit itu membakar segalanya. Alam, nyawa bahkan dunia! Rasakan panas yang
tiada hentinya!
FIRE!
Tiba-tiba api jatuh dari langit dan menyerang para goblin sekaligus.
???, "Maaf terlambat, tetapi untunglah kamu tidak mengalami luka yang berat.."
Cena, "Kamu...?"
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 20110303212858ff0
???, "Namaku Fion. Aku hanyalah spellcaster yang baru belajar."
Cena, "Aku Cena. Terimakasih telah menolongku."
Fion,"Aku dengar ada calon hunter yang sedang membersihkan jalanan ini dari tangan goblin.
Jadi aku datang untuk membantumu."
Cena,"Oh, kamu warga Faleon?"
Fion,"Bukan. Aku juga petualang sepertimu."
Cena,"Begitu ya. Kalau begitu mari bereskan masalah ini bersama."
Fion,"Tentu."
Aku membersihkan bagian dari jalan menuju Eremedia yang bermasalah dengan Goblin tersebut bersama Fion.
Tidak lama. Sekitar 30 menit semua goblin yang muncul sudah dibasmi.
Fion, "Semoga kepala ras Goblin tidak muncul.. Dia sangat berbahaya."
Cena, "Kepala ras Goblin?"
Fion, "Dia benar-benar monster yang agresif. Beberapa kali dicoba diburu oleh para hunter.
Tetapi belum ada hunter yang berhasil memburunya."
Fion, "Tapi kurasa tidak. Dia hidup di jauh dari tempat ini. Jadi, ku rasa sini sudah aman.
Mari kembali ke kota."
Kami kembali ke kota dan lapor ke Voldo.
Luka yang ada di pipi dan punggung itu sudah disembuhkan dengan herb yang ku beli.
Tetapi lukanya berbekas sedikit di punggung. Memalukan sekali..
________________________________
Sampai di Horse Rent Shop
________________________________
Voldo, "Selamat datang kembali, Cena dan juga Fion! Terimakasih sudah membasmi para goblin dan
membuat jalanan kembali aman!"
A, "Warga kotapun pada senang dengan aksi kalian."
Cena,"Kalau Fion tidak datang untuk membantu, mungkin saya sudah gugur.."
Fion,"Iya, hampir saja ya."
Voldo,"Sesuai janji, akan ku pinjamkan kudanya secara gratis. Silahkan pakai yang putih ini.
Oh iya, silahkan namai kuda itu.
Kebetulan aku belum namai kuda putih itu..!"
Aku berpikir sejenak dan langsung dapat ide nama.
Cena,"......Falcion! Salam kenal Falcion!"
Voldo, "Falcion ya. Nama yang bagus! Lihat! Dia juga tampak senang diberikan nama seperti itu."
Fion,"Hey tuan, aku juga butuh kuda."
Voldo,"Silahkan! Naiklah kuda yang hitam itu. Nama dia Lance"
Fion,"Baiklah. Lance, tolong antarkan aku dengan selamat. Hey Cena, kamu juga pergi ke Eremedia bukan?
Aku juga ikut."
Cena,"Kamu juga ingin menjadi hunter?"
Fion,"Begitulah."
Cena,"Baiklah kalau begitu! Mari kita berangkat!"

Lanjutkan perjalanan menuju Eremedia...

To Be Continued...
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty2012-07-13, 19:37
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
fly-man 
Poison Elemental
Anak Cantik
fly-man

Level 5
Posts : 917
Thanked : 11
Engine : RMVX
Skill : Beginner
Type : Artist
Awards:

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
Revolusioner

terduduk aku merenung di atas sebuah batu besar. Batu yang berada di sebelah tenggara pusat Goa para goblin tinggal. di sekeliling ada Werewolf, cobold, dan ogre yang aku ceritakan.

"Dukuk melingkar seperti ini, ini cara manusia menyatukan fikiran", ujarku setelah 30 menit dalam keheningan.
"Jadi apa yang akan kita lakukan?", Ogre berbadan besar menyahut.
"Pikir lah kawan!!! jangan hanya bertanya apa dan kapan lalu bagimana!!! otakmu memang tak sebesar badanmu", ujar kobold kecil diseblahnya. Ogre menunduk, Werewolf tertawa. Aku menelan ludah.
"lalu apa yang akan kita lakukan?", tanya kobold melanjutkan ucapannya. Ogre tertawa terbahak, Werewolf jatuh terjerembab ke belakang, dan aku menepuk jidat.
"Aku ada ide!!!", ujar werewolf dengan wajah serius. Kita memperhatikannya dengan seksama.
"Yang harus kita lakukan adalah tidur", lanjutnya dengan muka penuh ide briliant di kepala. Aku menepuk jidat lebih keras, Ogre tertawa hingga menelan lalat saking lebarnya, dan si kobold berteriak hauuuuuuuuuuuuu hauuuuuuuuuuuuuuu....

"Jangan tertawa dulu. Ini benar, yang harus kita lakukan hanyalah tidur. Saat malam aku akan berubah menjadi serigala, saat itulah aku akan memiliki banyak ide briliant.", ujar werewolf meyakinkan.
Aku menggaruk kepalaku yang memang gatal, namun kobold dan ogre melihatku nampak berfikir keras. Aku sudah terdesak, mau tidak mau aku harus memberi komentar. "Baiklah, kita bertemu lagi nanti malam, ide si werewolf benar juga, ayo kita pulang." Aku membalikan badan untuk kembali ke rumah. Ke-empat teman baruku mengkutiku dari belakang. "**** you!! aku bilang kembali ke rumah", aku membentak mereka. Aku benar - benar butuh kesendirian untuk berfikir jernih. "Kami tidak tahu harus ke mana, kami juga tidak tahu apakah bangsa kami masih mau menerima kami", ujar Ogre mewakili teman2nya, wajahnya yang melingkar dengan giginya yang tajam besar bagai gading gajah sama sekali tak mampu menutupi sifat polosnya. Aku terdiam sejenak, lalu menganggukan kepala, dan melanjutkan perjalanan.

"Kalian diam saja di sini, ngobrol lah kalian bertiga,siapa tau nemu ide2 keren untuk rapat nanti malam", ujarku seingkat ketika berada di tengah goa. Kobold mengangguk tanda paham, Werewolf nyengir kuda tanda setuju, dan si Ogre asik mengejar kecoa berlari kesana kemari.

Aku masuki kamarku, aku lihat gadaku yang besar, gada yang dulu merupakan teman bertarungku. Dafuq!!! Aku terkejut dan terpana, sesuatu menyangkut di gadaku. Aku berjalan mendekat. Beruang? MAYAT BERUANG KECIL!!! Apa yang telah aku lakukan? beruang tidak boleh di bunuh!!! kapan aku melukai beruang kecil ini. Aku panik , ku kitari seluruh kamar. Ku lihat lagi, Apa? tubuh beruang ini isinya kapas dan kapuk? sejak kapan ada beruang seperti ini? ah pokonya aku harus setidaknya mengembalikan bentuk mayat beruang ini seperti semula. Aku berdiri, kulangkahkan kaki kluar kamar, lalu meminta ibu menjahit mayat beruang ini.

Kepak sayap kelelawar mulau terdengar, mengitari langit - langit goa. Ini sebuah pertanda, pertanda bahwa malam telah tiba. aku mengajak ke - 3 kawan baruku kembali ke tempat rapat tadi siang, aku membuka dengan ucapan keren seperti manusia, "Selamat malam saudara - saudaraku yang super sekali, bagaimana kabar kalian hari ini?" Mereka diam saja. "Kalau aku bertanya seperti ini sekali lagi, kalian harus menjawab, Supeeer Sekaliii!!", aku memberi tahu mereka tentang hal keren yang selalu aku ingin coba sejak dulu. Aku ulangi pertanyaanku, Kobold dan Werewolf menjawab SUPERRRRRR SEKALIIIIIIIIIII dengan lantang hingga membangunkan para rusa, sementara ogre hanya menggarukan kepala tanda dia lupa akan instruksiku.

"Apa kalian benci manusia?", tanyaku serius.
"Sangaaat Sekaliiii", mereka menjawab serempak.
"MELEDAK!! MARVEOLUS", aku berucap. Aku benar - benar tak mengerti apa yang aku katakan, tetapi aku pernah melihat seorang pemimpin hunter berkata seperti ini pada anak buahnya dan terlihat keren.
"Kalau begitu apa yang harus kita lakukan?", kini aku yang bertanya sok bodoh namun dengan tampang di pasang sekeren mungkin agar wibawaku tak turun.
"Kita harus membentuk Aliansi, menggabungkan kekuatan dari makhluk - makhluk non - human, dengan begitu kita akan membuat sebuah gebrakan!!! Mengambil alih kota Eremdia!!! Sebuah rencana Revolusi!! Untuk Membuat muluut manusia - manusia itu membisu kaku!!", Werewolf berkata ber-api - api. tak satu pun dari kami paham maksudnya, namun hal itu terlihat luar biasa, kami bertepuk tangan sekeras - kerasnya. Kali ini Orc memasang wajah paling seram yang ia punya. Pertanda dia benar - benar bersemangat.

"Jelaskan secara rinci bung Werewolf, tolong dengan bahasa yang lebih ringan, agar saudara kita si orc ini dapat mengerti", Aku berkata sambil menyandarkan kepala di telapak tangan yang sikunya bersandar di lutut. Sebenarnya ini hanya alibi karena aku juga tidak mengerti, namun aku harus membuat diriku jauh lebih hebat dari yang lain. Orc senyum kecut mendengar pernyataanku.

"Besok pagi, kita berjalan ke hutan selatan, bertemu dengan bangsa troll, atau bangsa apa saja yang benci pada manusia. Kita ajak untuk bergabung dalam perjuangan kita. Kalau tidak mau kita habisi mereka!!! Pokonya kita akan keliling hutan.. Mengelilingi negeri ini .. untuk mencari pasukan sebanyak - banyaknya. Setelah itu... Perang!! kita akan memulai Perang!!!" , Werewolf menerangkan idenya sambil berdiri di atas batang pohon beringin besar, cahaya bulan ia tutupi benar - benar sehingga yang nampak hanya bayangannya saja. Sungguh gagah rupa kawan kami saat itu. Kita bertiga memberi tepuk tangan meriah, Ogre tertawa terbahak senang sekali.

"Sirloooinnn.. ayo makan, ibu sudah siapkan daging kijang,.. ajak juga teman - temanmu", seru ibu dari dalam. Kami masuk dengan wajah berseri karena berhasil emnemukan ide briliant. Ogre lebih berseri karena ada makanan di saat ia benar - benar lapar.

----------------------------------------------------------------------

Jadi besok pagi kita akan memulai semuanya, aku akan benar - benar menjadi seorang tokoh,.. ku miringkan badanku... lalu kau tertidur dengan wajah tersenyum.
[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Empty
PostRe: [StoryPlay] Eremidia : The Legends begin
Sponsored content 




[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin - Page 3 Vide
 

[StoryPlay] Eremidia : The Legends begin

Topik sebelumnya Topik selanjutnya Kembali Ke Atas 

Similar topics

+
Halaman 3 dari 5Pilih halaman : Previous  1, 2, 3, 4, 5  Next

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
RPGMakerID :: Community Central :: Role Playing-