Chapter 3"Aku mau dengar alasannya lebih rinci...", kata Margaretta terlihat mengintimidasi tuan putri yang sedang bersujud di depannya.
"Aku kan sudah bilang Mari... aku mau pergi keluar sebentar". ujarnya sambil mengangkat kepala dengan wajah yang memelas.
Mereka berdua terlihat berdebat di bangku jalan itu. Namun, semua orang tak memperhatikan mereka berdua. Mereka hanya berlalu lalang begitu saja.
"Margaretta... bukan Mari, lagian kenapa harus keluar? Kenapa tak mencoba main rumah-rumahan di dalam kamar saja".
"Aku bukan anak kecil Mari, aku tak punya waktu untuk yang seperti itu. Aku pengen pergi keluar saja".
"Itu Margaretta... bukan Mari". Sambil memukul kepala tuan putri lembut, "Apa tuan putri gak ngerti? Terakhir kali tuan putri keluar... seisi istana dibuat repot tau".
"Itu udah lama Mari... buat apa cerita kejadian 2 bulan lalu".
"Huh? Jadi habis itu keluar lagi?". Margaretta pun menunjukan wajah seramnya pada tuan putri.
"Aku minta maaf, kalo aku terus di istana aku tak bisa bertemu dengan temanku".
"Teman? Teman siapa, aku tak ingat jika tuan putri punya teman".
"Mari Jahat! Aku punya kok! Makanya aku mau pergi keluar...".
"Kalau tuan putri punya teman panggil saja ke istana, bermainlah disana".
"Heee~ mana bisa Mari... dia tak bisa melakukan hal itu ke istana. Makanya aku harus sering mengunjunginya".
"Hmmpphh...". Margaretta menyela nafasnya, lalu "Kalo tuan putri masih tetap mau mengunjunginya paling tidak bawa 1 atau 2 pengawal. Juga, kabari aku saja. Kenapa harus sendiri..."
"Mana bisa... Edlo itu pemalu, ia tak suka jika banyak orang berkunjung...", sambil menoleh ke arah lain. "Makanya aku harus sendiri".
"Alasan..." Ucap Maragaretta dengan tegas. "Kalo tuan putri Lucy masih tetap bersikeras mau bertemu, ajak aku saja oke?".
"Jiiiiiiiiii~". Tuan putri menatap Margaretta dengan serius, Margaretta pun membalasnya. Sejenak keheningan tercipta di tengah pembicaraan mereka berdua. Di tengah canggungnya keadaan seperti itu akhirnya tuan putri membuat keputusan, "Baiklah... Aku mengerti... Jadi? sekarang kita bisa pergi kesana!".
"Besok...!"
"Eeeeeeeeeeeeeeeeee?!?!"
"Sekarang tuan putri harus pulang dulu, besok aku antarkan". Kata Margaretta sambil menarik jubah tuan putri lalu menyeretnya.
"Tapi... tapi tapi tapi tapi tapi tapi tapi...". Tuan putri tak bisa menyangkal lagi perkataan Margaretta, "Ini kan hari spesial Margaretta, ada festival hari ini jadi-".
"Kalo festival biar aku saja yang bersama tuan putri, sekarang tuan putri harus pulang dulu... Cecilia pasti terkejut sewaktu membuka kamarmu".
"Aaaa~". Dengan pasrah tuan putri hanya bisa ikut terseret oleh Margaretta. Mereka berdua kemudian mencoba menuju istana kembali.
Mereka berdua berjalan menyusuri kota itu menuju pusat sentral. Karena berada dekat tembok pelindung kota, paling tidak harus berjalan beberapa jauh lagi agar bisa sampai di istana.
Disepanjang jalan yang mereka lalui itu banyak orang yang berlalu lalang. Seperti yang dibicarakan sebelumnya, ada banyak pengunjung datang dan mau menghadiri acara Festival kali ini. Sebagian dari mereka adalah para petualang dan sebagian lainnya adalah pengunjung asing.
Para petualang biasanya datang untuk bertukar dan menjalankan misi yang tertera di rubrik publik. Rubrik publik biasanya dipampang di bar atau pusat kota. Dengan begitu, para petualang bisa melihat pekerjaan mereka dengan jelas. Jika seorang petualang memilih pekerjaan di rubrik publik, mereka harus menghubungi kerajaan terlebih dulu. Dengan pergi ke tempat Pusat Rubrik Kota di bagian Pekerjaan dan Permintaan. Setelah itu mereka bisa mendapatkannya. Ada berbagai macam pekerjaan dan permintaan tersedia, tak heran jika Pusat Rubrik Kota begitu ramai diisi oleh para petualang.
Kalau para pengunjung asing, biasanya datang hanya untuk berkunjung. Beberapa dari mereka hanya datang untuk kesenangan dan mencari hiburan di ibukota. Dan sebagian dari yang lain ada yang berjualan dan mengantarkan barang dagangan. Aktivitas impor dan ekspor barang menjadi prioritas ekonomi kerajan untuk mengisi kebutuhan penduduk ibukota.
"Lihat Mari ... ada boneka lucu". Kata tuan putri dengan lugu. "Itu sama seperti wajah Christine saat sedang tidur lo". Imbuhnya.
"...", Margaretta hanya terdiam.
"Ah! Topeng yang itu terlihat seperti Jendral Gramm... seram sekali".
"..."
"Hooo..! Ada boneka kecil yang sama seperti Lucas, aku harap kapan bisa ketemu lagi ya".
"Kalau mau mengalih perhatian percuma saja ... tuan putri".
"*sigh* Padahal aku cuma mau nunjukin saja ...". Kata tuan putri murung, "Dari tadi Mari selalu saja diam cemberut. Mama bilang kalo kebanyakan cemberut nanti cepet tua lo".
"Makanya jangan nyusahin orang... tuan putri. Kalo masalah cepet tua nanti tuan putri juga bakal tua , dan lebih repot".
"Kalo itu... aku sudah punya solusinya!".
"Solusi? Solusi gimana?".
"Aku tinggal pergi bertualang... lalu mencari obat awet muda! Melawan naga dan bertemu pahlawan". Jawabnya sambil berwajah genit.
"Kalo itu sih bukan solusi namanya... emang ada yang namanya obat awet muda?".
"Ada kok... obat awet itu katanya dibuat oleh titisan bidadari yang turun dari langit. Selama lebih dari ribuan tahun silih berganti. Lalu, karena banyak manusia yang mencoba mencarinya. Obat awet muda itu diletakan di sebuah gua yang dalam". Umbarnya bercerita. "Lalu jika ada manusia yang datang dan mencari... nanti mereka harus berhadapan dengan seekor naga yang buas". Tambahnya makin menjadi. "Kita tinggal kalahkan naga itu dulu, lalu ambil obatnya. Simpel kan?"
"Simpel apanya..." Jawab Margaretta mendesah, "Lagipula apa bisa manusia melawan naga sebesar itu? Dilihat dari mana pun semua orang pasti akan kalah".
"Huh? tapi bukannya kita punya Pworsikk... apa itu..."
"Forceseeker!"
"Ya itu! Mereka cukup kuat kan... Lucas bilang ketika ia sudah besar mau jadi Forceseeker. Bukannya Margaretta juga seorang Forceseeker?"
"Huhhhh...", Desah Margaretta "Tuan putri terlalu banyak baca cerita dongeng".
"Gak apa kan... lagian itu menarik kok... Mari harusnya lebih banyak baca"
"Sayangnya aku tak mau ketularan tuan putri..."
"Mari emang membosankan... Makanya Mari gak keliatan bersama cowok"
"*dug*", Hati Margaretta bagaikan ditusuk. Namun kemudian ia mendengar sebuah suara.
"Aku lapar Mari...".
"Ini makan apel..."
"E? Ada apel? aku baru sadar sekarang Mari bawa apel... beli sendiri?"
"Tadi dikasih ibu-ibu dijalan", Jawab Margaretta sambil menoleh ke arah tuan putri
"Oh...*nom* *nom*", Suara tuan putri mengunyah apel pemberian Margaretta. "Enak! Aku jadi pengen satu lagi".
"Kita bisa beli banyak nanti... untuk sekarang tolong jalan yang be- *dug*". Margaretta bertabrakan dengan seorang anak. Karena tabrakan itu apel yang dimakan tuan putri jatuh ke bawah.
"Ahhh....! apelnya...! tidak bisa dimakan lagi ...". Keluh tuan putri.
"Adududuh...", Margaretta jatuh bersama barang-barang yang berserakan di tanah.
"Ahh... maaf, pandanganku terhalang barang-barang itu jadi tak bisa melihat dengan benar" Ujar seorang anak laki-laki yang bertabrakan dengan Margaretta.
"Iya tak apa-apa, lagian aku juga tak melihat si..." Ucap Margaretta dengan sopan.
Anak laki-laki itu kemudian mengambil barang-barangnya yang berserakan di tanah. Dari tampangnya anak laki-laki itu berambut hitam legam, bermata merah dan mengenakan jubah hitam terbuka di bagian depan. Dari segi auranya, ia seperti orang yang agak dingin, dan dari segi penampilannya ia nampak seperti seorang petualang kecil. Usianya mungkin hampir sama dengan tuan putri, tapi ia jauh lebih tinggi. Terlihat juga ada senjata berupa pisau di pinggangnya.
"Ah... petualang?". Tanya tuan putri penasaran.
"Ya... mungkin bisa jadi...". Jawab anak laki-laki itu ragu.
"Sini biar kubantu..."
Beberapa lama akhirnya mereka bertiga membereskan barang-barang itu. Lalu...
"Terima kasih karena sudah membantu... ini ada apel...", Ucapnya sambil mengambil apel dari kantong makanan.
"Ah terima kasih...". Balas tuan putri bahagia.
"Ini untuk kakak".
"Ah tidak perlu, aku tak begitu lapar..."
"Baiklah... kalo begitu sampai jumpa...", Tutup anak itu berjalan jauh dari Margaretta dan tuan putri. Ia tak tersenyum atau melambaikan tangan, ia hanya pergi begitu saja. Anak itu memang agak terlihat dingin.
***