RPGMakerID
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Komunitas RPG Maker Indonesia
 
IndeksIndeks  Latest imagesLatest images  PencarianPencarian  PendaftaranPendaftaran  Login  
Per 2016, RMID pindah ke RMID Discord (Invite link dihapus untuk mencegah spambot -Theo @ 2019). Posting sudah tidak bisa dilakukan lagi.
Mohon maaf atas ketidaknyamanannya dan mohon kerjasamanya.

 

 [Novel] World Select

Go down 
2 posters

Bagaimana penyajian World Select menurut anda?
Sulit dimengerti
[Novel] World Select Bar1110%[Novel] World Select Bar11
 10% [ 1 ]
Sedang
[Novel] World Select Bar1120%[Novel] World Select Bar11
 20% [ 2 ]
Cukup
[Novel] World Select Bar1110%[Novel] World Select Bar11
 10% [ 1 ]
Baik
[Novel] World Select Bar1120%[Novel] World Select Bar11
 20% [ 2 ]
Random
[Novel] World Select Bar1110%[Novel] World Select Bar11
 10% [ 1 ]
WTH did i just read!?
[Novel] World Select Bar1130%[Novel] World Select Bar11
 30% [ 3 ]
Total Suara : 10
 

PengirimMessage
Ryuuta
Newbie
Newbie
Ryuuta


Level 5
Posts : 19
Thanked : 0
Engine : RMXP
Skill : Beginner
Type : Artist

[Novel] World Select Empty
PostSubyek: [Novel] World Select   [Novel] World Select Empty2015-03-01, 02:03

World Select
-This is where the dream and reality meet-
Cover:


Quote :
Di dunia ini kebenaran tidaklah selalu benar. Kebenaran bisa dibuat ataupun didapatkan. Bagi sebagian orang mendapatkan kebenaran saja sudah cukup. Namun jika seseorang mendapatkan kebenaran yang tidak mereka inginkan..... apakah mereka akan tetap mengatakannya sebuah kebenaran?

 List Chapter
A Prelude
Fragment One: Boy Meets Stranger
Fragment Two: The Lies


Note: gw males edit.... jangan tanya :ming:


Terakhir diubah oleh Ryuuta tanggal 2016-03-07, 15:57, total 3 kali diubah (Reason for editing : update)
Kembali Ke Atas Go down
Ryuuta
Newbie
Newbie
Ryuuta


Level 5
Posts : 19
Thanked : 0
Engine : RMXP
Skill : Beginner
Type : Artist

[Novel] World Select Empty
PostSubyek: Re: [Novel] World Select   [Novel] World Select Empty2015-03-01, 02:08

A Prelude
            La... la... la..... la la la la la la.....
            La... la... la.... la la la la la la.......
            La... la...la.... la la la la la la.....
            La... la... la.... la... la....
Dia menutup matanya dengan tenang. Dia selalu menyaksikan apa yang dilakukannya. Menunggunya. Dan ingin menyalaminya dengan sebuah senyum. Ya, dirinya selalu menunggu kedatangannya.
Dan lagi...
Ini hanya sebuah kepingan dari ingatannya...
Semua yang dia pikirkan tidak selalu menjadi hal yang nyata...
Mungkin seorang yang dia tunggu tidak akan pernah datang....
Ataupun dia tidak ingat pernah menunggu seseorang....
Bahkan mungkin tidak tahu kenapa dia menunggu....
Namun dia menunggu...
Di tempat yang tidak bisa dijangkau siapapun...
Apakah dia masih hidup? Apakah dia telah tiada?
Seperti itulah dunia ini. Ketika seseorang membukanya. Sebuah senyumahkah? Atau sebuah air mata yang akan menetes....
Namun... ini bukanlah sebuah perpisahan.....
Maka mulailah melodi yang akan mengakhiri kisah ini......


Terakhir diubah oleh Ryuuta tanggal 2015-06-11, 22:29, total 1 kali diubah (Reason for editing : plotwise)
Kembali Ke Atas Go down
Radical Dreamer
Novice
Novice
Radical Dreamer


Level 5
Posts : 152
Thanked : 1
Engine : RMVX Ace
Skill : Beginner
Type : Writer

Trophies
Awards:

[Novel] World Select Empty
PostSubyek: Re: [Novel] World Select   [Novel] World Select Empty2015-03-01, 07:26

boleh kasih review?


Masih bingung dengan settingnya. Ada negara2 real world yang nyampur ke cerita. Terus ada teknologi yang out of place. dari deskripsi setting yang ada, saya membayangkan cerita ini terjadi di jaman besi/medieval, tapi kenapa ada sebuah device canggih dengan karakter anime-ish di dalamnya? itu kan' membuktikan kalo teknologi jaman nya sudah maju? Apakah si Ryuuta ini semacam penjelajah waktu/dimensi? :hmm: saya masih belum nangkep karena baru baca sekali.


terus di cerita ada scene si hero merasa malu kalo lari dari petarungan. IMO yang dia hadapi itu adalah seorang kakek veteran yang sangar. Kayanya wajar aja kalo anak kecil(or remaja) seperti si hero menolak utk bertarung. Harusnya sih si kakek yang merasa malu karena serius bgt nantangin anak kecil.  :v


buat kata-katanya udah oke. lancar. istilahnya "gak nyangkut di tenggorokan lidah".
tapi masih ada sedikit typo, dan kerapihan tampilannya (spasi, paragraf) mungkin bisa lebih di sesuaikan dengan tampilan kolom forum.

itu aja sih, dan untuk prolog sebenarnya ini agak panjang. IMO Untuk penjelasan sejarah, sebaiknya buat dulu pembaca tertarik dan penasaran, baru setelah itu di jelaskan sedikit-sedikit pada setiap chapter (contohnya di novel game of throne, pertama si karakter melihat tulang naga yang besar, setelah itu baru di jelaskan sejarah naga tersebut. kalo pembaca sudah tertarik, penjelasan panjang lebar pun tidak masalah.) tapi itu cuma saran, setiap penulis punya gaya cerita masing-masing.

karena ini masih prolog, saya masih belum tau inti ceritanya apa. Di tunggu chapter selanjutnya.
ok, keep writing, dan semoga ceritanya bisa di jadikan game rpg  =w=b
Kembali Ke Atas Go down
Ryuuta
Newbie
Newbie
Ryuuta


Level 5
Posts : 19
Thanked : 0
Engine : RMXP
Skill : Beginner
Type : Artist

[Novel] World Select Empty
PostSubyek: Re: [Novel] World Select   [Novel] World Select Empty2015-03-02, 21:35

@Radical
1. Hmm... kayake perlu gw detil in lagi. Tapi keknya penjelasan Aida dah cukup kalau menurut saya.
Dunia > Perang > Pisah > banyak dimensi
Dunia ini terpisah ke berbagai dimensi yang berbeda. Misal setting ini itu sebagian dari jepang yang dulunya masih daerah atlantis *Awalnya semua dunia itu satu*
Tentu saja kalau ada teknologi yang berbeda karena perbedaan perkembangan teknologi antara dimensi satu dan lainnya.

Bisa dibilang Ryuuta ini, lebih tepat e bapak e Ryuuta itu dari dimensi lain.

2. :ming: itu plot twist. Kalo pembaca biasa pasti ngiranya begitu. Di Valhalla status itu adalah segalanya. Misal kalo si tua itu dikenal sebagai orang yang terhormat tentu saja Ryuuta udah melampaui batasnya tahu ataupun tidak batas-batas itu. Dan tipe interpretasiku kayak puzzle. Nah prolog ini bagian dari puzzle. Kaya kenapa si Tua nantang si anak kecil? Kenapa ngga ada yang heran? Apa maksud dari bagian akhir itu yang terdengar line out of place?

Dan mungkin puzzle kaya teknologi yang dimiliki Ryuuta udah bisa dijawab di prologue yaitu dimensi berbeda.

Sedikit aja ya.... World Select itu seperti cat box. Yang dipikirkan dari kata-kata yang ada dalam cerita tidak selalu sama dengan kenyataan. Karena yang mengetahui hanyalah pencipta dan orang-orang yang ada  di dalamnya.

Hal ini kusebut Fragment. Salah satu Fitur Aida yang nantinya adalah sebuah re-creation sebuah cerita yang dikumpulkan dalam berbagai data. Namun karena hanya data, hanya yang mengalami hal itu yang mengetahui. Nah Novel ini salah satu yang menjelaskan kejadian-kejadian dalam Fragment itu dari sisi Ryuuta. Ryuuta bisa njelasin nanti di chapter-chapter lain tentang kejadian ini itu. Tapi dia tidak tahu benar apa yang terjadi misal oleh chara A, kecuali character A sendiri yang mengatakan tentang kejadian yang dia alami.

Kalo di ceritain panjang. :lol2:

3. Untuk typo dan tampilan maaf... lupa edit kemarin pas upload.

4. Untuk Style :ming: biasanya kalo lagi baca novel ini itu berubah. Tapi kayak e style yang sekarang dah enakan sih.

:megustop: makasih masukannya.
Kembali Ke Atas Go down
Radical Dreamer
Novice
Novice
Radical Dreamer


Level 5
Posts : 152
Thanked : 1
Engine : RMVX Ace
Skill : Beginner
Type : Writer

Trophies
Awards:

[Novel] World Select Empty
PostSubyek: Re: [Novel] World Select   [Novel] World Select Empty2015-03-03, 05:16

hmm, begitu.. idenya unik nih
tapi jujur waktu itu saya kurang nangkep penjelasan cerita di prolog, mungkin saya bacanya lagi ga fokus ya..
ok,, pokoknya beresin novelnya gan, jangan sampe berhenti di tengah2 seperti saya  :thumbup:
Kembali Ke Atas Go down
Ryuuta
Newbie
Newbie
Ryuuta


Level 5
Posts : 19
Thanked : 0
Engine : RMXP
Skill : Beginner
Type : Artist

[Novel] World Select Empty
PostSubyek: Re: [Novel] World Select   [Novel] World Select Empty2015-06-11, 22:43

Fragment One: Boy Meets Stranger
-??:??, ?????????
Pagi hari di sebuah sudut kota. Pagi itu angin sejuk berhembus. Suasana sudut kota waktu itu masih hening. Tampak beberapa orang berjalan di jalanan kota, namun mereka langsung masuk ke bangunan terdekat. Tidak tampak mereka pergi untuk bekerja. Lebih seperti mencari tempat untuk berlindung.
            Di sudut kota itu terdapat sebuah bar. Nama bar itu adalah Happy bar. Pagi hari itu belum banyak yang berada di dalam bar. Dua orang terlihat sedang berbincang santai.
“Huh,” Seorang bertubuh kekar melepas keluhan panjang. “Penduduk tampak panik.”
            Dia seorang berambut putih. Jenggot putihnya mungkin bisa mengukur seberapa bijak perkataannya barusan. Dia melihat keluar jendela jauh di seberang meja yang ditempatinya. Beberapa kali disangga kepalanya dengan kedua telapak tangan dihimpitkan seperti sedang berpikir. Di meja terdapat sebuah sarung tangan besi yang dia lepas. Jika dilihat dari kejauhan orang itu tampak seperti seorang kesatria. Zirah hitam dan jubah putih tampak gagah di tubuhnya yang kekar. Sebuah medali terpasang di jubahnya. Sebuah motif terukir di medali itu. Tidak terlihat seperti lambang kerajaan ataupun lambang keluarga bangsawan. Sebuah cristal berbentuk lonjong dengan sayap berbentuk seperti daun bejumlah tiga di setiap sisinya.
            Dia mengambil sebuah gelas kayu seukuran kepalanya. Dilihatnya bias wajah dirinya di permukaan minuman yang berada di depan wajahnya.
            Waktu cepat berlalu... pikirnya melihat raut wajahnya yang mulai menua.
            “Koloni Crystal tidak diketahui keberadaannya. Dan bangsa elf mulai diusir dari kerajaan ini.” Dia berhenti beberapa saat dan, “Dan mereka menganggap bahwa kerajaan ini sudah bersih?”
            “Hmm...” Seorang lain di depan mejanya sedang berpikir mencoba menjawab pertanyaan teman minum di depannya.
            Dia seorang yang lebih muda. Rambutnya putih agak kebiruan. Dia memakai baju berkerah tinggi, dan sebuah jubah biru dengan pelindung di pundak kirinya. Sebuah medali yang sama dengan laki-laki di depannya melekat di jubahnya.
            Di samping laki-laki itu seorang anak berusia enambelasan tertidur lelap. Dia mengenakan hem biru, sebuah pelindung yang menutupi setengah pundak kirinya, dan sebuah jubah biru dengan pelindung pundak bermotif sama seperti kedua laki-laki lain.
            Laki-laki muda melihat meja di depannya. Dua buah gelas besar dan sebuah gelas kecil. Di tengah meja terdapat sebuah piring dengan empat potong roti di atasnya. Dia mengambil satu roti. Dan menggitnya sekali. Setelah selesai menelan roti itu dia mulai bicara.
            “Mungkin bawahan raja mulai lepas kendali,” jawabnya tenang.
            “Kau terlalu positif, Whi-“ Dia berhenti melihat laki-laki di depannya mengacungkan jari mengisyaratkan untuk diam. Melihat orang-orang di sekitarnya terlihat siaga, dia berdehem. “Ehem. Maksudku Shiro. Tidak bisakah kau berpikir buruk pada seseorang sekali saja?”
            Suasana mulai kembali tenang tepat saat laki-laki tua menyebut nama ‘Shiro’.
            “Sangat tidak bijak jika aku menilai seorang dari luarnya saja, kan? Mungkin sang raja memerintah terlalu lama sehingga dia kehilangan kendali, tidak bisakah kita berhenti di situ saja, Ymir?”
“Kalau perkataanmu benar... pasti tentang pengumuman lima tahun lalu juga menjadi salah satu fak-”
“Shh...” Kembali laki-laki bernama Shiro mengacungkan jari telunjuknya. “Kamu akan membangunkannya, Ymir.”
Ymir melihat ke laki-laki di samping Shiro. Dia berusaha membuka matanya beberapa kali. Namun dia tidak berhasil bangun.
“Kenapa kau tidak biarkan saja dia bangun?”
“Kalau dia mendengar percakapan kita, dia pasti akan meminta untuk diberitahu.”
“Haha... tak bisa dipungkiri. Seorang yang diberi gelar jenius di umurnya yang lima belas tahun bukanlah sebuah bualan. Kenapa tidak membiarkannya? Dia mungkin bisa menemukan solusi yang tidak bisa kita temukan.”
“Tidak, kamu sudah lupa aturan kita?”
“Benar...” Ymir berdiri dan meneguk habis minumannya. Kemudian menarik sepotong roti di piring menggitit roti itu sementara dia mengenakan sarung tangan besinya. “Kalau begitu ayo kita berpatroli.”
Ymir menepuk pundak Shiro yang sedang menghabiskan rotinya. Shiro berhenti sejenak. Dia berusaha mengingat sesuatu. Namun tarikan Ymir di jubahnya membuatnya berhenti mengingat sesuatu itu.
“Master, kami tinggal uangnya di meja.”
“Hmm...” Penjaga bar melihat ke arah anak laki-laki yang masih terlelap di meja. Mereka bertiga masuk bersamaan, kecil kemungkinan mereka tidak saling mengenal, pikir si penjaga bar. “Kalian tidak lupa sesuatu?”
“Hmm.... kalau kupikir-pikir aku lupa sesuatu....” Shiro menjawab agak pelan. Namun dia tidak yakin.
“Ya, ya... kalian sepertinya lupa sesuatu.”
Si penjaga bar mengangguk setuju.
“Lupakan saja,” Ymir menepuk pundak temannya. “Pasti itu tidak penting...”
Si penjaga bar kaget.
“Kau benar...”
Si penjaga bar mulai tidak sabaran. Dia menunjuk anak laki-laki yang terlelap di meja.
“Apakah kalian tidak lupa dia?”
“Eh?” Shiro melihat ke laki-laki yang sedang terlelap. “Aku lupa anakku itu?”
Si penjaga bar kaget, bahkan dia terbayang Seorang bisa lupa anaknya sendiri.
Shiro mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya. Dia mengeluarkan sebuah kantung. Lalu memberikannya kepada penjaga bar.
“Berikan ini pada anakku.”
“Kalau begitu sampai jumpa, master!”
Mereka berdua menghilang di balik pintu bar. Si penjaga bar hanya bisa bengong mendengar ucapan ayah dari anak itu.
Si penjaga bar hanya bisa menganga sambil mengambil bayaran mereka.
***
-??:??, ????????
            “....!”
            Dia terbangun. Dengan menggelengkan kepanya sedikit dia mulai bisa merasakan suasana di sekitarnya.
            Bar mulai ramai. Berbeda dengan saat dia masuk. Tadinya baru ada beberapa orang dan sekarang bar hampir penuh. Bahkan tinggal meja yang dia berada yang belum ditempati orang lain.
            “Oh, kau bangun juga, nak?!”
            “...?”
            Dia melihat ke penjaga bar.
            “Ini, tangkap.” Si penjaga bar melempar sebuah kantung. Setelah si anak laki-laki menangkap kantung itu si penjaga bar melanjutkan, “Itu dari ayahmu.”
            “Di mana mereka?”
            “Mereka sudah pergi sekitar dua jam yang lalu.”
            Mendengar itu dia mengepalkan tangannya.
            “Dua orang tua itu!”
            Sejenak dia hampir meluapkan kemarahannya dengan teriakan keras. Namun dia menahannya. Dia menarik napas sambil memperhatikan tangan kirinya yang tersembunyi dibalik jubahnya. Terlihat sebuah cahaya menyala dan hampir padam di sana. Seiring dengan mereda emosinya, dia memperhatikan kantung yang dia pegang dengan seksama. Dia menggerakkan tangannya. Terdengar suara logam gemercik.
            “Emas, dan... sebuah persegi panjang...?”
            Bentuk persegi panjang itu memunculkan pertanyaan. Dia tidak pernah menemui bentuk seperti ini. Setidaknya jika persegi panjang yang dia tahu biasanya adalah sebuah buku atapun tempat untuk tinta cap. Namun biasanya benda-benda itu memiliki permukaan yang kasar. Benda-benda seperti itu di negeri ini biasanya memiliki motif ataupun ukiran tertentu yang membuat permukaannya tidak rata.
            “Hmm...” Dia membuka kantung itu. Terdapat tiga keping emas dan sebuah benda persegi panjang yang tidak asing baginya. “Kalau tidak salah ini adalah alat komunikasi yang sering ayah gunakan...”
            Dia menekan sudut benda yang dia pegang itu mengingat apa yang ayahnya lakukan untuk mengaktifkan benda itu. Beberapa detik kemudian benda itu menyala memunculkan sinar putih dan setelah beberapa saat kemudian muncul tampilan yang bertuliskan “AIDA”. Setelah menunggu beberapa detik, muncul sebuah tampilan baru. Beberapa gambar yang berada dalam segi enam berwarna biru transparan.
            “Mungkin ini yang dimaksud dengan gambar digital....”
            Dia melihat ke meja yang dia tempati. Ada dua buah roti di atas piring dan sebuah minuman di gelas kecil. Dia mengambil sepotong roti sambil meletakkan alat komunikasi yang dia pegang tadi.
            “Hmm... kenapa masih tersisa dua potong roti?”
            Dia berpikir sejenak. Kemudian dia mengambil potongan roti yang lain. Kemudian memasukkan roti itu ke tas kecil yang ada di balik punggungnya. Di dalamnya sudah terdapat plastik. Di samping tas bisa dilihat sebuah pedang besi bergantung.
-Kau mendapat sebuah roti
            “..!”
            Suara itu maengagetkannya. Dia mencari sumber suara itu. Namun dia tidak mendengar lanjutan dari suara itu. Dari suara tadi bisa dikatakan berasal dari perempuan.
            “Hmm...” Dia hanya diam dan memakan roti lainnya. Kemudian dia minum.
-Energi terisi penuh
            Sekali lagi suara dengan nada yang sama terdengar. Si laki-laki tidak bisa menahan pertanyaannya lagi.
            “Siapa itu?”
            “Aku Aida, bukan itu!” jawabnya.
            “Siapa kau?” tanyanya dengan tenang.
            “Aku Aida, bukan kau!”
            “AIDA?”
            “Aida! bukan AIDA.”
            “Apa yang kau maksud?”
            “Aku Aida, bukan kau!!”
            Suara itu terdengar makin keras. Si laki-laki melihat ke arah alat komunikasi yang dia taruh di meja. Jika tidak salah suaranya berasal dari benda itu. Dia mengambil alat komunikasi itu dan melihat ke layarnya.
            “Hmmp!”
            Seorang perempuan yang terlihat sedang marah berkacak pinggang sambil menggembungkan pipinya di bagian kanan layar. Sebuah topi berwarna merah berhiaskan benda berupa seperti tanduk berwarna biru dengan merah di ujungnya tampak menempel pada rambut hitamnya. Gambar si laki-laki juga muncul di bagian kiri layar.
            “Namaku Aida bukan AIDA!”
            Beriringan dengan suara itu muncul sebuah kotak teks sama dengan apa yang dia ucapkan. Si laki-laki hanya bisa memainkan rambutnya dengan tangan kanan sambil menaruh alat itu di meja. Dia terus memperhatikan.
            “Hmm.... jadi ini yang dinamakan AI?”
            “Yup.... seperti itulah.”
            “Kalau begitu... namamu Aida.”
            “Yup....”
            Si laki-laki belum mengakhiri tangan kanannya yang masih memainkan rambutnya seperti masih ada yang ingin dia tanyakan.
“Bagaimana kamu bisa mengerti jika aku menyebut AIDA?”
“Aku dilengkapi sensor yang bisa mendeteksi perkataan dan mengubahnya ke dalam teks.”
            “Hmmm..... bisa dimengerti... Tapi kenapa kamu sepertinya agak membedakan keduanya?”
            “AIDA adalah nama sistem dari alat komunikasi yang anda pegang...”
            “Kalau begitu bukankah sama saja AIDA dan Aida?”
            “Tidak.... Aku lebih suka dipanggil Aida.”
            Si laki-laki berhenti memainkan rambutnya. Dia terkejut yang dikatakan Aida.
            AI yang memiliki kemauan.... apakah yang menciptakan teknologi ini ingin menciptakan manusia?
            “Hmm...” Dia kembali memainkan rambutnya. “Aku tidak akan menanyakan lagi.”
            Dia mulai melihat ke samping Aida. Dia tertarik dengan gambar yang muncul di sana. Seperti halnya ruangan bar yang dia tempati, gambar itu memiliki detail seperti ruangan tersebut.
            “Kalau boleh tahu... kenapa gambar di situ tampak seperti ruangan ini?”
            “Ah!” Aida tersenyum. “Pertanyaan bagus tuan.”
            “Tuan?”
            “Karena aku berganti majikan, maka aku belum menentukan panggilan untuk tuan...”
            “Kalau aku boleh tahu siapa majikanmu sebelumnya?”
            “Tuan Ymir-tan....”
            Sontak si laki-laki menutup kepalanya dengan tangan kanan merasa agak malu. Paman tua itu, pikirnya.
            “Tuan ingin dipanggil siapa?”
            “Gunakan namaku saja...”
            “Kalau begitu Ryuuta, karakter kanji naga dan besar?”
            “Ya....” Ryuuta menyadari sesuatu. “Teks yang kamu tampilkan berbahasa inggris berwarna biru, namun kenapa namaku berwarna merah?”
            “Ini berhubungan dengan detail gambar. AIDA adalah sistem yang dibuat oleh tuan Shiro.”
            “Tuan? Ayahku?”
            “Ya, sehari yang lalu ayah tuan Ryuuta memberikan alat komunikasi ini pada Ymir-tan.”
            Jadi tuan pertama Aida adalah ayahku...
            “Lalu apa yang pamanku lakukan?”
            “Ymir-tan sebagai desainer AI. Dia membuat desainku beserta desain gambar tuan Ryuuta.”
            “Jadi karena itu gambarku ada di sini?”
            “Yup.... menurut tuan Shiro sebagai pengembang awal program ini, sekarang AIDA sudah bisa membuat gambar secara otomatis menjadi animasi seperti yang ada di sini melalui gambar nyata, namun karena keterbatasan alat ini maka Ymir-tan mengumpulkan data sendiri.”
            “Lalu apa itu AIDA?”
            “AIDA dikembangkan dengan tujuan membuat lingkup kehidupan menjadi dekat sesuai nama dari project AIDA yang berarti ‘dekat’. MOE System adalah salah satu fitur di sistem ini. Motion Over Enviorenment System adalah sebuah fitur yang mengimplementasikan lingkukan nyata dalam dimensi 2d. Bahasa adalah salah satunya. Menggunakan bahasa inggris yang di Valhalla ini dikenal sebagai bahasa mayoritas. Perbedaan warna menunjukkan perbedaan bahasa. Biru untuk inggris, merah untuk jepang.”
            “Aku mengerti.... hmm....” Ryuuta memainkan rambutnya sejenak. Kemudian dia memperhatikan Aida. “Kata-kata yang paling pertama kau katakan juga fitur?”
            “Ya...!” Aida tersenyum.
            “Apakah fitur itu bisa di non-aktifkan?”
            “Tentu saja jika tuan Ryuuta mengingkan hal itu.”
            “Kalau begitu lakukan...”
            Ryuuta menutup matanya sejenak. Lalu memperhatikan keadaan di sekitarnya. Orang-orang mulai memenuhi bar itu. Mungkin sudah waktunya dirinya beranjak dari bar dan mencari informasi. Namun ada sesuatu yang mengganjal pikirannya.
            “Hmm... Aida...”
            “Ya, tuan?”
            “Ayah pasti memiliki sesuatu untuk dia sampaikan padaku... karena itulah dia memberikan alat ini padaku, kan?”
            “Tentu saja....” Aida tersenyum. “Tuan Ryuuta diperbolehkan untuk mengakses informasi yang ada  di dalam database AIDA.”
            “Kalau begitu mulai dari informasi dasar.” Ryuuta berpikir sejenak. “Tatanan Valhalla sendiri.”
            “Baik...”
-Scan
            Aida menutup matanya. Setelah beberapa detik dia membuka matanya. Matanya berubah warna menjadi putih terang. Beberapa saat garis garis berwarna biru muncul di matanya. Dia sedang melakukan pencarian informasi tentang Valhalla. Setelah dia menemukan informasi yang dia cari. Dia menutup matanya sesaat dan membukanya lagi. Matanya kembali normal. Warna hitam yang mungkin bisa menarik setiap hati laki-laki.
            “Valhalla adalah salah satu pecahan dari dunia yang selamat dalam proses pemisahan dimensi. Istana langit Valhalla jatuh ke lautan. Di dunia ini juga ada pecahan dari Atlantis, kerajaan Atlanta. Dunia Valhalla berupa dua daratan yang di selimuti lautan yang terbatas. Di tengah lautan terdapat sebuah menara.”
            Aida berhenti, lalu melanjutkan setelah mengedipkan matanya sekali.
            “Untuk lebih tepatnya, dahulu dimensi ini, Valhalla, adalah bagian dari dunia. Dunia ini memiliki berbagai macam kebudayaan. Namun perang terjadi, sebuah perang besar antara para penghuni dunia itu dengan penguasa dunia tersebut. Dalam perang itu dunia tersebut hampir hancur. Untuk mencegah kehancuran itu, dunia tersebut dipisahkan menjadi banyak dimensi.”
Ryuuta menutup matanya. Kemudian memainkan rambut dengan tangan kanan.
“Apakah tidak ada informasi yang lebih detail?” Ryuuta menatap serius ke Aida. “Aku sudah mengetahui jika hanya itu.”
“Mungkin tuan bisa memasukkan kata kunci.”
“Kalau begitu, kenapa dunia itu hancur?” Ryuuta mulai terdengar serius. Alisnya terangkat. “Perang saja tidak bisa menjelaskan kenapa sebuah dunia hancur. Dan siapa yang menang dalam perang itu?”
Aida menutup matanya. Dia terlihat bingung.
“Saya tidak memiliki izin untuk memberikan informasi tersebut kepada tuan.”
“Huh...” Ryuuta menutup matanya sambil mengeluh. “Jika ingin tahu, cari tahu, kah?”
Dia mengingat sebuah kalimat yang sering ayahnya katakan pada dirinya. Untuk mengetahui sesuatu setiap insan harus mencari tahunya sendiri. Setiap informasi yang diketahui seseorang pasti terdapat banyak sumber yang bermacam-macam. Bisa dari sebuah tulisan, kata-kata, ataupun tindakan seseorang. Informasi yang Ryuuta cari bisa muncul dari berbagai sumber. Namun ayahnya tidak ingin dirinya untuk menemukan hal itu secaran instan.
“Hmm, baiklah kalau begitu.” Ryuuta kembali tenang. “Aku ingin mengkonfirmasi sesuatu.”
“Baik tuan Ryuuta,” jawab Aida.
“Apa konsep dasar dunia ini?”
Setiap dunia yang tercepah ke dalam dimensi yang berbeda memiliki konsepnya sendiri-sendiri dan unik. Tidak hanya konsep namun juga budaya yang ada di dalamnya.
“Konsep Valhalla ada perkataan menghasilkan kekuatan.”
“Apa saja yang termasuk ke dalam perkataan tersebut?”
“Perkataan, nama, dan pangkat seseorang.”
Ryuuta mengangguk. Sejauh ini dia sudah mengerti apa yang Aida maksud. Kurang lebih dia sendiri sudah tinggal di Valhalla selama enam belas tahun. Setiap ucapan mengandung kekuatatan. Kata-kata adalah kekuatan. Nama seseorang menentukan seberapa kuat mereka. Dan pangkat menentukan kekuatan yang memiliki ataupun sebaliknya kekuatan yang seseorang miliki bisa memberi mereka sebuah pangkat.
“Pangkat bisa dimiliki seseorang berdasarkan apa yang mereka lakukan. Hmm...” Ryuuta memainkan rambutnya seperti biasa. “Seperti Rym The Prodigy.....”
Ryuuta menutup matanya dan mengerutkan alis. Dia merasa tidak berhak mendapat gelar seperti itu. Rym The Prodigy, dia mendapat gelar tersebut di umur sepuluh tahun. Gelar tersebut didapat sebagai tanda dia seorang yang berbakat dan pintar dilambangkan Rym atau nama seekor naga.
Aida terlihat khawatir memperhatikan ekspresi Ryuuta. Namun apa daya dia tidak bisa melakukan apapun. Dia ingin memeluk Ryuuta dan menghilangkan kegelisahannya, namun dirinya hanya AI dia tidak bisa melakukan apapun dari balik layar itu.
 “Hmm.... bicara tentang Rym, gelar yang aku miliki dilambangkan nama seekor naga.” Melihat Aida yang mulai khawatir Ryuuta mencoba mengubah pembicaraan. “Namun bukannya di Valhalla ini hanya ada wyvern? Coba berikan informasi tentang budaya Valhalla ini dan informasi detil lainnya.”
“Di Valhalla ada tiga ras manusia, elf dan wyvern. Budaya terdiri dari Norse dan Atlantis. Norse merujuk pada elf dan Valhalla yang jatuh dari langit ke lautan Atlantis. Namun Atlantis sendiri hanya meninggalkan serpihan kerajaan yang sudah bercampur dengan budaya lain.” Aida berhenti sejenak. Menarik napas seperti halnya seorang manusia, “Menurut Tuan Shiro, budaya dari Atlanta adalah China. Melihat dari perang tujuh kerajaan di masa lalu. Dia menyimpulkan Atlanta ada bagian dari China yang terpisah ke dalam dimensi lain. Dengan kata lain ini adalah Atlantis yang bercampur dengan budaya China.”
Dan,
“Ygdrassil, sebuah pulau besar lain yang menjadi tempat tinggal para elf. Sesuai informasi yang ada Ygdrassil memiliki budaya dari mitologi Norse berupa ras elf dan wyvern bercampur dengan budaya Jepang.”
“Hmm... jadi posisi Valhalla ada di dekat jepang itu sendiri?”
“Menurut Tuan Shiro seperti itu.”
“Lalu kenapa gelarku mendapat nama naga bukan wyvern?” Ryuuta memainkan rambutnya berusaha berpikir.
“Wyvern sendiri berbeda dengan naga. Mereka memiliki kecerdasan dan kekuatan yang sama seperti naga. Namun mereka tidak memiliki kehidupan yang kekal.”
Wyvern tidak memiliki kehidupan yang abadi. Naga memiliki hal itu. Dan lagi Wyvern memiliki fisik yang berbeda dengan naga. Wyvern memiliki dua kaki sedangkan naga memiliki empat kaki. Walaupun terkadang Wyvern lebih sering mengubah tubuh mereka menjadi manusia dengan kekuatan magis mereka. Wyvern lebih suka berbaur dengan manusia maupun ras lain.
“Dengan kata lain Wyvern itu sosial, Naga anti sosial?”
“Oh...” Aida memasang ekspresi seorang yang mengetahui sesuatu. “Kalau begitu cocok dengan anda tuan Ryuuta.”
“Tidak,” Ryuuta berhenti sejenak, dan melanjutkan, “Aku hanya bercanda.”
Ryuuta memperhatikan orang-orang yang asik mengobrol di meja sebelah. Dia kemudian melihat ke atas memperhatikan lilin yang menyala di atasnya.
Aku bukan seorang anti sosial..... Aku hanya suka menyendiri. Berhubungan dengan orang lain hanya akan menambah masalah untukku. Rym The Prodigy... Aku membenci nama itu.
***
-11:06, Imperium Atlanta, Happy Bar
Siang mulai datang Sol mulai mendekat di atas langit Atlanta. Di Valhalla siang dan malam ditentukan jauh tidaknya Sol dari Atlanta ataupun Ygdrassil. Máni berada di tengah atas dunia itu menerangi malam hari di Valhalla. Menurut informasi dari Aida, Sol dan Máni adalah sebuah fenomena unik. Mereka ada di berbagai dunia yang berbeda, namun mereka satu.
Ryuuta kembali memperhatikan Aida. Setelah beberapa menit dia mulai terdiam. Bukan karena kagum akan perempuan di balik layar itu. Namun karena gertakan seseorang.
“Oi, bro ini tempat favoritku...!”
Ryuuta melihat kebelakang. Dia memperhatikan dengan seksama. Seorang laki-laki berumur sekitar empat puluh tahun. Janggut, kumis dan rambut hitamnya hampir menutup seluruh wajahnya. Mata kirinya buta oleh sebuah luka sayatan benda tajam. Dia mengenakan zirah hitam diselimuti jubah merah kecoklatan. Sebuah emblem imperium Atlanta berada di dada kirinya. Dia berkacak pinggang dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya memegang sebuah topeng. Topeng dengan ukiran sayap dan daun runcing becabang dua di bagian kiri.
Ryuuta hanya diam, dia kemudian berdiri dan berjalan melewati orang tua itu sambil memasukkan alat komunikasi yang mungkin bisa menjadi perhatian orang-orang di sekitar. Dia kemudian keluar dari bar. Melihat kejadian itu orang-orang di sekitar mulai membicarakan tindakan Ryuuta itu.
“Anak itu ingin mati...”
“Ya, ya... dia tamat...”
Namun ajaibnya tidak ada hal apapun yang terjadi. Apa yang orang-orang antisipasi tidak terjadi. Ryuuta keluar dari bar itu. Keheningan sejenak memenuhi ruangan bar itu, sampai laki-laki yang mendapat tempat favoritnya itu berteriak.
“Master! Anggur!”
Gema itu membuat situasi mulai ramai dengan pembicaraan orang-orang di bar itu. Mereka mulai berbincang normal.
Mata dari si pria yang berteriak tadi menatap ke arah pintu saat Ryuuta keluar. Dan menutup pintu bar itu. Dia tersenyum seakan mengetahui hal itu yang akan terjadi.
***
-11:08, Imperium Atlanta, West Downtown
            Sol mulai terik, awan-awan mulai menjauh dari langit Atlanta. Cuaca yang sejuk. Namun belum terlihat aktivitas di kota bagian bawah barat imperium itu. Hanya lalu lalang beberapa orang yang berlari menjauhi jalan utama.
            Ryuuta baru saja keluar dari Happy bar. Dia melihat sedikit ke arah Sol memastikan waktu siang itu. Sol sudah berada hampir di atas kepala. Dia bisa memastikan pagi itu sekitar pukul sebelas. Dia kemudian memperhatikan jalanan dan rumah-rumah di sekitar.
            Jalanan yang terbuat dari beton itu dipenuhi debu yang beterbangan. Tidak terlihat seperti sebuah imperium yang pernah menaklukkan tujuh kerajaan. Jalanan sepi, rumah-rumah yang ditutup rapat. Mungkin penghuni kota barat ini sejak awal tidak ada di sana. Itulah yang dipikirkan orang-orang yang mengunjungi kota ini. Sama halnya seperti Ryuuta.
            Ryuuta berjalan ke barat, dia berusaha menjauhi kota itu untuk sementara waktu. Keberadaan kelompok yang diciptakan ayahnya tidak boleh diketahui orang-orang. Raven, emblem yang terukir di pundak Ryuuta adalah bukti dia seorang Raven. Kelompok pengembara yang tidak diketahui asal usul mereka. Mereka menyelesaikan masalah di sebuah tempat dan menghilang secepat mereka datang. Sebuah kelompok pahlawan. Namun mereka tidak mau tinggal di suatu tempat dengan waktu yang lama.
            Jika kami tinggal.... mereka akan beketergantungan pada kami... dan...
            Ryuuta menutup matanya.
            Mereka akan memanfaatkan kami...
            Setelah berpikir sejenak, Ryuuta berjalan menyusuri jalanan barat kota itu. Dia menikmati udara sejuk siang itu. Jendela-jendela rumah yang tertutup mungkin mengganggu pemandangan seorang pengembara yang ingin melihat kota yang terkenal ini. Namun Ryuuta tidak peduli.
            Tempat ini bukanlah tempat untukku...
            Raven adalah penyendiri itulah yang dipercayai Ryuuta. Sampai saat itu dia percaya. Mungkin saat itu juga dia mempertanyakan. Apakah ada tempat untuk seorang Raven?
            Angin berhembus kencang. Bukan sebuah angin yang kasar. Hempasan angin yang lembut dan beraroma, aroma yang menenangkan hati. Seseorang baru saja melewati Ryuuta. Napasnya terdengar tenang untuk seseorang yang terlihat panik. Penutup kepala biru yang dia gunakan terdapat gambaran tulisan dari sesuatu yang Ryuuta kenal. Siapakah orang yang ada di depan Ryuuta itu? Ryuuta mungkin tidak pernah mempertanyakannya.
            Namun suara langkah kaki yang menggetarkan tanah membuat Ryuuta tidak sadar bahwa pertemuan keduanya adalah jawaban dari pertanyaannya sendiri. Apakah ada tempat untuk seorang Rav- tidak... Apakah ada tempat untuk seorang Ryuuta pulang? Semua itu berawal dari perkataan seorang yang berada di depannya.
Apakah anda percaya tentang takdir?





Note: gw males edit.... *plak*


Terakhir diubah oleh Ryuuta tanggal 2015-06-11, 22:45, total 1 kali diubah
Kembali Ke Atas Go down
Ryuuta
Newbie
Newbie
Ryuuta


Level 5
Posts : 19
Thanked : 0
Engine : RMXP
Skill : Beginner
Type : Artist

[Novel] World Select Empty
PostSubyek: Re: [Novel] World Select   [Novel] World Select Empty2015-06-11, 22:44

Fragement Two: The Lies
Malam itu malam yang sejuk. Gelap malam dan sinar Mani beradu menghiasi kegelapan. Angin-angin lembut bergerak menggoyangkan pepohonan. Sebuah daun dari pohon di tengah hutan yang diselimuti perbukitan jatuh di atas kepala seorang anak laki-laki. Dia mengambil daun itu dengan hati-hati dan memperhatikannya sejenak. Setelah diam beberapa saat dia meniup daun itu terbang. Daun itu mendarat di atas permukaan sungai dan pergi menghikuti aliran sungai.
            “Ayah....”
            Seorang laki-laki lain menoleh. Dia berada di samping anak laki-laki. Setelah menoleh dia melihat ke depan memperhatikan api unggun yang menghangatkan malam mereka. Si laki-laki mengangguk sambil berkata, ya, memberitahu anak laki-laki itu bahwa dirinya masih terjaga.
            “Kenapa kita tidak tinggal saja di desa itu?”
            Si laki-laki memperhatikan warna emas yang memancar dari bukit di depan matanya. Itu adalah desa yang mereka kunjungi pagi tadi.
            “Hmm...” Si ayah tersenyum, “Bagaimana ya.... kita adalah Raven. Keberadaan kita adalah mungkin sebuah kehormatan bagi banyak orang.”
            Raven, kelompok pengembara yang menyelesaikan banyak persoalan di Valhalla. Mereka pergi secepat mereka datang dan menyelesaikan masalah di setiap tempat. Tapi,
            “Jika kita terlalu lama berada di desa itu, kita hanya akan menghambat pertumbuhan mereka...”
            “Kenapa tidak berbohong saja? Menyembunyikan identitas kita?”
            “Menyembunyikan identitas mungkin adalah hal yang bagus. Namun kita tidak boleh berbohong.”
            “Tapi.... ayah tadi mengatakan bahwa ayah hanyalah seorang pengembara di saat mereka bertanya siapakah kita ini...”
            Si ayah hanya tersenyum. Dia tidak melanjutkan pembicaraan mereka malam itu. Bahkan sebelum si anak memaksa ayahnya memberi jawaban laki-laki lain yang lebih tua datang dengan tangkapannya malam itu, dia tertawa keras membuat keduanya lupa pembicaraan mereka.
***
11:15, Imperium Atlanta, West downtown
            Debu pasir, cahaya menyengat Sol, bayang-bayang rumah, semua menghiasi siang itu. Suasana yang menghiasi seorang di depan Ryuuta.
Ryuuta berhenti dan memperhatikan penampilan orang di depan Ryuuta. Dari belakang lekuk tubuhnya tidak terlihat oleh jubah yang menyelimuti tubuhnya. Jubah cokelat dengan beberapa coretan merah dan biru. Jubah itu tampak kurang terpelihara. Banyak tekukan di sana sini. Namun coretan merah dan birulah yang terlihat bagus. Mereka seperti baru-baru ini ditambahkan ke jubah itu.
Orang itu berhenti sejenak. Dia menarik napas sedang. Dan dengan santainya berkata, “Apakah anda percaya pada takdir?”
Suaranya pelan dan lembut. Namun tidak bisa dipastikan suara perempuankah, atau seorang laki-laki. Tangan orang di depan Ryuuta timbul di permukaan jubah. Dia terlihat sendang mempertemukan kedua tangannya.
Setelah beberapa saat diam, seperti sedang menunggu jawaban dari Ryuuta dia berbalik. Lalu dia tersenyum. Wajah ataupun rambutnya tidak terlihat dengan jelas di mata Ryuuta. Hanya senyum yang terukir di mulutnya yang terlihat.
Suara tanah yang bergetar terdengar. Suara-suara beberapa orang mulai terdengar. Mereka seperti sedang mencari sesuatu ataupun seseorang. Di saat itu juga si orang asing berbalik jubahnya bergerak mengikuti arah dia berputar. Merah dan biru bagai sebuah irama yang mengiringi sebuah perpisahan.
Namun,
“Kenapa kau pergi?”
“Eh?”
“Aku belum menjawab pertanyaanmu....”
Ryuuta memegangi tangan dari orang asing itu. Dia kemudian menarik tangan itu. Si orang asing mengikutinya. Tubuhnya bertemu dengan tubuh Ryuuta. Kemudian Ryuuta menutupi tubuh si orang asing dengan jubahnya. Ryuuta perlahan memutar tubuhnya bersamaan si orang asing menghikuti perlahan. Ryuuta kemudian masuk ke gang terdekat.
Ryuuta mulai berhenti. Dia merasakan getaran di tubuhnya. Si orang asing gugup. Ryuuta mulai membuka jubahnya. Bersamaan dengan itu getaran yang lebih hebat muncul. Kali ini bukan di tubuhnya. Namun dari tanah yang bergetar kuat.
Gerakan kaki yang tidak beraturan membuat getaran yang cukup kuat. Ryuuta menoleh sedikit ke belakang. Di jalan yang dilalui Ryuuta tadi bisa dilihat beberapa prajurit Imperium, atau biasa disebut Imperial, berlari sambil melihat kanan dan kiri. Ada seseorang yang sempat melihat ke arah Ryuuta, namun dengan cepat Ryuuta berbalik dan memeluk orang asing yang ada di depannya.
“Eh...”
Si orang asing mendesah kecil. Suaranya sangat lembut namun cukup keras.
Imperial yang mendengar suara itu mendekat ke Ryuuta. Sampai setengah jalan dia berkata, “Oi kalian apa yang kalian lakukan tengah hari seperti ini?”
“Kalian sendiri apa yang kalian lakukan?”
Ryuuta melirik tajam ke arah Imperial itu. Matanya bersinar di kegelapan. Si imperial berhenti dia terintimidasi dengan lirikan Ryuuta.
“K-kami hanya mencari s-seseorang....”
“Mau menculik orang? Kami tidak ada hubungannya dengan kalian. Pergilah sebelum kau membuat temanku ketakutan...” Ryuuta mempertajam lirikannya, “Kau tahu apa yang terjadi jika aku...”
Si Imperial mundur sebelum Ryuuta menyelesaikan perkataannya. Dia tidak berani untuk membuat Ryuuta menyelesaikan perkatannya. Setelah dia keluar dari gang itu dia berlari terbirit-birit.
“Anu.....”
“Sekarang sudah aman.”
Ryuuta tidak mempedulikan perkataan orang asing di depannya. Dia melepas pelukannya. Setelah itu memperhatikan keadaan orang asing di depannya. Dia menundukkan kepalanya.
Ini tidak seperti diriku yang biasa....
Ryuuta yang biasa akan meninggalkan orang yang tidak tahu menahu siapa dia itu. Dia akan pergi tanpa pikir panjang. Namun, ada sesuatu yang membuat Ryuuta ingin menolong orang di depannya.
Dia bergetar.... apakah aku terlalu berlebihan?
Ryuuta mundur beberapa langkah. Lalu menarik sedikit jubahnya memperbaiki posisi jubah itu.
“Kau tak apa?”
Si orang asing mengagguk. Dia masih bergertar. Namun perlahan mulai hilang. Setelah dia mulai tenang, Ryuuta membuka pembicaraan.
“Jadi siap-“
Belum menyelesaikan satu katapun Ryuuta sudah siaga kembali. Dia menghadap ke arah orang asing di depannya sambil meraih pedang yang disanggulkan di pinggang kanannya. Seketika sebelum dia menarik pedangnya saku celananya bergetar. Ryuuta mengeluarkan alat komunikasi yang ada di sakunya itu. Si orang asing terlihat terkejut. Tentu saja, benda seperti itu tidak pernah dia lihat sebelumnya. Dia ikut memperhatikan apa yang dilihat oleh Ryuuta.
Aida muncul dari layar alat komunikasi itu. Dia terlihat panik. Warna merah dan putih berkali-kali bermunculan saling berganti dari layar itu. Aida berbicara berulang-ulang dengan nada datar.
“Warning, Atlanta area level E. Prohibition: Non-registered weapon, Medium to High-level destruction abilities.”
Di saat yang sama muncul lingkaran runic berwarna biru. Melihat itu Ryuuta menarik sedikit lagi pedangnya. Runic biru berubah menjadi merah. Ryuuta kemudian memasukkan pedangnya kembali. Runic merah perlahan menjadi biru dan menghilang. Ryuuta memperhatikan Aida.
“Aida ability apa saja yang tidak boleh digunakan?”
“Semua ability yang mengadung kerusakan menengah sampai ke atas. Contohnya bisa menghancurkan bangunan ataupun merusak jalanan.”
Di Atlanta setiap tempat memiliki tingkat keamanan masing-masing. Mulai dari E sampai paling tinggi A. Ini adalah sebuah sistem perlindungan yang berupa sebuah tulisan kuno di dinding Atlanta. Di sana tertulis peraturan-peraturan sejak raja pertama Atlanta menjabat. Tingkat E adalah wilayah paling luar Atlanta. Akan ada peringatan berupa runic biru dan peringatan terakhir berupa runic merah. Jika ada yang melanggar peraturan ini, maka runic akan memberi sebuah sinyal yang dirasakan oleh Imperial terdekat. Beberapa petinggi di Imperial bisa merasakan jika biru ataupun merah keluar. Hal ini untuk mencegah adanya kerusuhan dalam kota. Sistem perlindungan ini sendiri untuk memberi area hukum pada Atlanta sendiri, bahwasannya Atlanta bukanlah kerajaan tanpa aturan.
Ryuuta memasukkan Aida kembali. Dia kemudian mengambil sebuah pena bulu dari tas kecil yang berada di bagian kanan ikat pinggang. Dia kemudian menggambar sebuah lingkaran dengan tulisan rune di jubah orang asing yang ada di depannya.
Selang beberapa detik setelah Ryuuta melakukan itu perlahan si orang asing mulai menghilang dalam kegelapan. Dia bukannya menghilang, namun sulit untuk dilihat dalam kegelapan. Ryuuta masih bisa melihatnya. Setelah mundur beberapa langkah pandangan Ryuuta tidak bisa menjangkaunya lagi. Ryuuta berhenti.
“Hey kau apa yang kau lakukan di situ?”
Ryuuta melirik sedikit ke belakang. Dia melihat ada dua orang Imperial yang berdiri di ujung gang. Seperti Imperial yang sebelumnya mereka tidak begitu terlihat jelas. Ryuuta membalikkan badannya lalu mendekat ke arah dua Imperial itu.
Setelah cukup dekat, Ryuuta memperhatikan baik-baik kedua Imperial itu. Mereka tidak terlihat seperti Imperial pada umumnya. Seorang berambut merah lurus, rambutnya hampir menutupi matanya. Tatapannya tajam penuh kesiagaan. Ryuuta hampir memalingkan pandangannya ke orang asing di belakanganya karena curiga si rambut merah bisa melihat orang asing itu. Namun Ryuuta sadar bahwa dia bukan melihat ke belakangnya namun melihat ke Ryuuta sendiri. Dia melihat seperti predator yang melihat lekat-lekat mangsanya. Dia tidak begitu menggunakan perlengkapan seorang Imperial yang biasanya berupa selapis baju atasan serupa hakama yang diluarnya ditumpuk dengan armor khas Atlanta, gauntlet di kedua tangan, pelindung kaki dan pedang Imperial yang berhiaskan lambang Atlanta. Sebaliknya dari seorang Imperial dia menggunakan baju lengan panjang yang diatasnya terdapat sebuah armor yang munutup tubuhnya dari pundak sampai bagian pusar. Dari pundaknya sampai lengan kirinya terlindungi. Sebuah gauntlet di tangan kiri dan tangan kanannya bebas dari pelindung manapun. Kakinya tidak terlindungi logam kelas tinggi, hanya logam ringan yang tidak sebegitu melindungi kakinya. Sebuah Halberd tampak ada di punggungnya. Dia menggunakan Halberd, mungkin karena itu dia hanya menggunakan pelindung secukupnya untuk mengirangi beban saat dia bertarung.
Sebaliknya satu orang lagi berambut biru langit. Dia tampak tersenyum matanya terlihat bersinar berbeda dengan si merah yang masih menatap Ryuuta dengan tajam. Dari atas sampai bawah si biru terlindungi zirah, gauntlet, pelindung kaki, dan pundak yang serba merah dan bergaris biru. Sebuah pedang yang asing terlihat berdiri tegak di balik punggunya dengan sebuah perisai sebagai pendampingnya.
“Bocah, kah....” Suara si merah terdengar menusuk, “Kau melihat seorang perempuan melewati tempat ini, bocah?”
Ryuuta tampak tenang. Dia yakin saat itu juga si merah tidak mengetahui keberadaan orang asing di belakangnya.
“Aku tidak tahu,” Ryuuta menggeleng.
Si merah makin mejamkan tatapannya. Dia melihat Ryuuta dengan sangat dingin. Untungnya, si biru mulai ikut bicara.
“Ayolah Roland, kita sudahi saja. Dia tidak tahu apapun...”
Si biru yang memanggil si merah dengan julukan Roland itu tersenyum. Dia menempelkan kedua tangannya sambil mengedipkan mata kirinya berkali-kali berusaha mengatakan maaf pada Ryuuta.
Si biru mulai melangkah melanjutkan patrolinya sambil menggerakkan tangan kanannya memberi tanda perpisahan. Namun Roland diam. Dia menghentikan si biru dengan tangan kanannya.
“Aku tidak suka bocah ini.”
“Eh...! Hanya itu? Hanya itu? Kau menghentikanku hanya untuk mengatakan itu?” Si biru menarik tangan kirinya yang dipegang oleh Roland. “Seberapa inginkah kau mencurigai anak ini dan lagi dia bukan bocah. Lihat...”
Si biru membuka kedua tangannya dan mengarahkannya pada Ryuuta.
“Lihat!” Ulang si biru sekali lagi, “Dia hanya bocah imut yang bermain di kegelapan. Dia tidak mencurigakan sama sekali.”
“Oi, Vyle,” Roland memanggil temannya itu dengan sebutan Vyle, “Kau baru saja mengatakan bocah kan.”
“Tidak....” Vyle melirik ke kanan.
“Dan itu mencurigakan. Oi!! Mencurigakan. Pikirkan mana ada bocah yang main di kegelapan? Dia bocah kan... bocah! Bocah itu main diterik mata hari, kejar-kejaran sama bocah lain. Kenapa dia harus main di kegelapan?”
“Anu...”
Ryuuta menaikkan tangan kanannya yang dibuka.
“Bisakah kalian hentikan bocah, bocah, dan bocah....”
Ryuuta mengulangi kata-kata bocah berkali-kali dengan nada datar. Perlahan sinar mata Ryuuta mulai menghilang. Sampai kemudian dia tampak seperti boneka yang rusak. Melihat itu Roland dan Vyle diam. Kemudian mereka menundukkan kepala mereka.
“Bocah,” Roland menatap tajam Ryuuta. “Kau berbohong kan...”
Vyle terkejut mendengar perkataan Roland. Dia memperhatikan dengan seksama ekspresi Ryuuta. Setelah puas dia menyimpulkan.
“Tidak, anak ini tidak berbohong.”
“Ya... aku juga berpikir seperti itu.”
Roland mulai menutup matanya. Namun, dia segera membuka tatapannya dengan menambah tajamkan tatapannya pada Ryuuta.
“Kau tidak berbohong... Kau hanya tidak mengatakan yang sebenarnya.” Roland menggelengkan kepalanya. “Tidak... aku yang tidak menanyakan dengan benar.”
Ryuuta membalas tatapan Roland dengan tenang.
“Jadi, Apakah kau melihat seseorang melewati tempat ini, bocah?”
“Tidak, dan aku bukan bocah....”
“Hooo... maaf kalau begitu.”
Roland berjalan pelan meninggalkan Ryuuta sambil melirik tajam ke arah Ryuuta diikuti Vyle yang meminta maaf. Dia mengingat wajahku, pikir Ryuuta melihat lirikan itu.
Setelah agak jauh, Ryuuta melirik ke belakang. Dia tidak merasakan ada pergerakan. Namun dia sadar. Dia melakukan kesalahan besar.
“Uh.... aku lupa.”
Ryuuta melihat ke depan. Roland yang seharusnya sudah pergi masih berada di depannya. Saat itu Ryuuta mengingat seberapa tinggi orang yang ada di depan Ryuuta. Ryuuta setinggi pundak orang itu. Dia menatap tajam melihat ke bawah. Melihat Ryuuta bagaikan seorang yang hina.
Seorang Imperial yang tidak berpakaian seperti Imperial..... mereka adalah seorang jendral, ataupun seorang petinggi negeri ini.... dan hanya mereka....
Hanya mereka yang bisa merasakan peringatan larangan penggunaan senjata maupun kemampuan merusak di Atlanta ini. Semua dalih Ryuuta hanya berujung sia-sia.
“Kalau begitu ijinkan kami mengecek gang ini...”
            Vyle masuk ke gang sedangkan Roland yang masih menatap tajam memegangi tangan Ryuuta sambil menutup jalan menuju gang itu. Langkah demi langkah Vyle berbunyi keras di gang gelap itu. Ryuuta hanya bisa diam dengan kuncian tangan Roland.
            “Heh... kau berbohong ya?”
            “T-tidak...”
            Ryuuta merintih kecil dengan kuncian Roland yang makin kuat.
            “Ya, kau tidak berbohong... Karena orang itu tidak pernah bergerak dari tempat ini.”
            Ryuuta tidak pernah berbohong. Tentu saja, si orang asing tidak pernah bergerak dari tempatnya. Namun,
            “Kenapa bisa kau bisa mengatakan dengan tenang kau tidak melihat seorang perempuan melewati tempat ini? Setidaknya kamu agak ragu. Di siang seperti ini yang sepi, kenapa para Imperial mencari seorang perempuan.”
            “Itu...”
            Sebelum Ryuuta melanjutkan terdengar suara gerakan kaki lain dari gang itu. Seseorang dengan langkah kaki yang lebih lebut dan lebih pelan dari Vyle. Dia mengarah menuju Ryuuta. Lalu mendorong Roland. Roland tidak menyangka apa yang dia lihat. Dia jatuh terduduk dipeluk oleh si orang asing. Ryuuta juga jatuh terduduk.
            Untuk pertama kalinya dia tahu wujud orang asing itu. Penutup kepala yang menyembunyikan wajahnya terlepas dari kepalanya. Warna kulit ungu muda yang bermandikan cahaya matahari terlihat begitu mempesona. Keringat yang turun deras dari lehernya menuju ke penutup kepala dibawahnya membasahi hampir seluruh badannya. Dia telah lama menahan diri dari ketakutan di gang gelap itu. Rambu ungu nya terlihat berkilau. Dan sebuah telinga runcing terlihat saat dia menggelengkan kepalanya beberapa kali untuk mengibaskan keringat yang membasahi rambutnya itu. Dia adalah seorang yang mempesona. Dia adalah...
            “Night elf....”
Kembali Ke Atas Go down
Ryuuta
Newbie
Newbie
Ryuuta


Level 5
Posts : 19
Thanked : 0
Engine : RMXP
Skill : Beginner
Type : Artist

[Novel] World Select Empty
PostSubyek: Re: [Novel] World Select   [Novel] World Select Empty2016-03-07, 15:54

Fragment Three: Imperium Atlanta
11:30, Imperium Atlanta, West downtown
            Bangunan-bangunan tua di bagian barat pusat kota terlihat berdiri kokoh pada siang itu. Banguan berbahan beton berjajaran di pinggir jalan kota. Di saat sinar Sol menyirami atap-atap bangunan itu di suatu gang di sudut barat pusat kota itu terdapat kelompok yang terlihat sedang panik.
            Mereka adalah dua orang prajurit, seorang laki-laki, dan seorang elf.
            “Roland!”
            Terdengar suara yang sangat memanggil nama seseorang. Suara itu berasal dari si elf. Dia menduduki seorang prajurit berambut merah. Kedua tangannya menempel di dada si prajurit. Dia duduk manis dengan kakinya yang ditekuk, lututnya menempel di perut si prajurit dan kakinya menempel di permukaan jalan.
            “Roland!”
            “Iya, iya.... aku sudah dengar,” kata si rambut merah sambil menimpali kepalanya dengan tangan kanan. “Ke mana saja kau pergi? Sudah kubilang jangan pergi-pergi tanpa ditemani orang yang kamu kenal, kan?”
            “Maaf....”
            Si elf menundukkan kepalanya. Kemudian dia mengelus pipi kanannya dengan jari telunjuk tangan kanannya. Lalu tersenyum dengan kedua matanya tertutup dan alisnya meninggi.
            Dari tempat lain Ryuuta yang terdiam melihat pesona perempuan elf. Sejenak dia tidak mengerti apa yang keduanya bicarakan. Namun setelah beberapa saat dia mulai mengerti dan memperhatikan keadaannya sekarang. Dia sedang berhadapan dengan dua orang prajurit dan seorang elf. Melihat itu Ryuuta membalikkan badan dan mencoba pergi dari tempat itu dengan bantuan kegelapan dari gang.
            “Yah...”
            Ryuuta berhenti. Jalannya terhalang oleh Vyle yang masih ada di dalam gang. Dia memperhatikan Vyle yang tersenyum datar.
            “Maaf, karena kau tahu terlalu banyak aku tidak bisa melakukan apapun.”
            Ryuuta memperhatikan Vyle dengan seksama. Senyum Vyle mulai membuatnya terganggu. Senyum itu tidak bisa ditebak, apakah dia sedang senang, atau sedang mengancam dirinya.
            “Aku tidak melihat apapun, tenang saja.”
            “Tentu saja kau melihatnya...”
            Ryuuta memejamkan mata.
            “Memejamkan mata tidak akan membuatmu tidak melihat....”
            “Karena itu aku tidak melihat apapun. Aku tidak pernah melihat seorang elf yang kenal dengan dua orang imperial.
            “Oi!!!” Vyle terdengar panik. “Kau baru saja mengatakan dua imperial dan elf kan! Ya kan! Kau melihat semuanya, kan! Dan lagi bukan dua imperial, Royal Guard dan Jendral.”
            “Aku tidak melihat apapun..... dan lagi masalahnya bukan itu, kan?! Royal Guard atau Jendral tetap saja Imperial.”
            Perbincangan dengan sedikit candaan itu mungkin tidak akan berakhir jika saat itu Roland tidak menarik jubah yang Ryuuta gunakan. Dia menarik Ryuuta masuk ke gang lebih dalam. Menariknya ke dalam kegelapan. Vyle mengikuti dengan perempuan elf di belakangnya.
            Ryuuta berusaha untuk mengeluarkan satu atau dua patah kata. Namun Roland mengisyaratkan untuk diam. Jari telunjuk tangan kanannya terlihat di depan mulut sambil melirik ke belakang. Bukan melirik ke arah Ryuuta, Vyle ataupun perempuan elf yang berada di paling belakang.
            Ryuuta sadar apa yang Roland lirik. Di ujung gang terlihat beberapa orang lalu lalang. Ryuuta sadar posisi kedua prajurit ini. Mereka tidak mengizinkan mereka, atau lebih tepatnya perempuan elf yang berada di belakang Vyle terlihat oleh orang lain.
            Raja Poseid ke dua, atau lebih dikenal dengan nama Tyran Poseid, sepuluh tahun lalu mengumumkan sebuah titah. Dia akan memberikan siapapun tahta rajanya pada siapapun yang bisa menumbangkan dirinya dalam pertarungan. Kurang lebihnya dengan titahnya itu penasihat kerajaan mengeluarkan perintah untuk mengusir para elf dari kerajaan Atlanta ini. Tidak diketahui alasan kenapa dia mengusir para elf.
            Hanya itulah yang Ryuuta ketahui. Dan tentu saja Ryuuta mengerti apa maksud dari isyarat Roland itu.
            Dia juga melindungi perempuan ini....
            Setelah menghilangkan kecurigaannya, Ryuuta mulai berjalan tanpa paksaan. Dia melepaskan tarikan Roland dan mengikutinya. Sampai pada akhirnya Roland berhenti. Di persimpangan empat gang dia berhenti.
            Sinar Sol siang itu tidak bisa mencapai ke titik persimpangan itu. Gelap oleh bayangan bangunan yang lebih tinggi di atasnya. Persimpangan gang itu gelap. Namun di gelapnya persimpangan itu mata yang sudah terbiasa dalam gelap bisa melihat dengan agak jelas. Di sana terdapat hanya satu jalan yang tidak buntu, yaitu jalan yang baru saja Ryuuta dan lainnya lewati. Di tiga jalan lain terdapat kotak kayu bertumpuk tiga sekitar dua kali tinggi Ryuuta menutupinya.
            Roland tetap berjalan lurus, Ryuuta mengikuti. Setelah beberapa langkah dari persimpangan Roland berhenti.
             “Eh... Ini...”
            Ryuuta memperhatikan kedua dinding di gang. Di sana terdapat tulisan berwarna hitam. Tulisan itu berupa, “Thus eye who cannot seen.... the darkness.” Tulisan itu berada di sepanjang dinding gang tempat Ryuuta dan lainnya berhenti.
             “Command?”
            Di dunia ini kata-kata bisa menjadi sebuah kekuatan. Setiap kata-kata mengandung arti. Setiap kata-kata mengandung kekuatan. Command adalah salah satunya. Tulisan yang berada di sepanjang diding gang adalah salah satu dan bentuk command. Command adalah berupa sugesti yang diberikan pada seseorang agar melakukan apa yang dikehendaki. Pada tulisan di dinding secara tidak lansung memberikan sugesti agar seseorang tidak bisa melihat lebih jauh di kegelapan. Command yang tertulis di dinding gang berlapis-lapis dan tidak begitu terlihat dikegelapan gang tersebut, karenanya tidak semua orang bisa mengetahui dirinya sedang berada dalam pengaruh command.
            Ryuuta adalah salah satu dari sekian orang yang menyadari hal itu. Dia bisa mengetahui apa yang ada di depannya. Di depannya masih ada ruang yang agak lebar. Orang biasa mungkin hanya bisa mengetahui bahwa jarak dari pesimpangan gang sudah termasuk buntu.
            Roland membungkukkan badannya dan mulai melakukan sesuatu dengan permukaan jalan di gang itu. Setelah beberapa saat dia mengangkat sesuatu. Sebuah penutup lubang berwarna hitam. Dia baru saja membuka jalan menuju saluran bawah tanah. Dari gang itu bisa terlihat cahaya yang agak redup keluar menerangi dari lubang itu. Sebuah tangga besi terlihat di lubang itu menghubungkan ke bawah.
             “Roselia, kau duluan.”
            Si perempuan elf yang dipanggil dengan nama Roselia mengangguk. Roselia tersenyum dan segera memasuki lubang menuju saluran bawah tanah.
            Vyle mengikuti setelah Roselia. Setelah itu Roland menepuk pundak Ryuuta menyuruhnya masuk. Ryuuta menuruti Roland dan segera masuk. Ryuuta membungkukkan badannya. Tangannya memegang tangga. Dia bisa merasakan dinginnya tangga itu. Setelah itu kakinya mulai turun bergantian. Dia mulai turun tubuhnya mulai diselimuti cahaya dari bawah. Setelah sampai di bawah perlahan dia melepaskan pegangannya dari tangga itu. Setelah memastikan Ryuuta sudah di bawah Roland mengikuti sambil menutup lubang menuju saluran bawah tanah itu.
            Tangga yang terbuat dari besi masih menyisakan dingin di tangan Ryuuta. Tempat yang tidak pernah dilihat Ryuuta ada di depan matanya. Tempat itu lembab dan dingin seperti tangga yang baru saja dia turuni. Dinding sekitar sepuluh meter menjulang sampai ke atap saluran bawah tanah itu. Dinding-dinding itu terbuat dari beton dengan kualitas tinggi. Jalanan yang panjang terdapat di depan Ryuuta. Sebuah jalan dengan lebar sekitar dua meter terbuat dari batu berkualiatas tinggi. Terdapat dinding di ujung lain dengan jalan yang sama. Di tengah kedua dinding di antara ujung masing-masing jalan air mengalir. Cahaya putih tampak bersinar dari dasar permukaan air. Cahaya itu menerangi saluran bawah tanah mulai dari dalam air terang dan mulai hilang di atas.
            Melihat cahaya itu Ryuuta bertanya-tanya apa yang ada di dalam sana sehingga bisa menerangi saluran bawah tanah ini. Sambil memikirkan itu Ryuuta mengeluarkan alat komunikasinya. Lalu menyalakannya. Aida muncul.
             “Selamat siang, tuan. Ada yang bisa Aida bantu?”
            Mendengar suara seorang perempuan yang mereka tidak kenal, Vyle dan Roland melirik ke arah Ryuuta, diikuti dengan Roselia.
             “Apa itu bocah? Semacam mainan baru? Memasukkan perempuan khayalan dalam kotak dan menyuruhnya melakukan hal aneh?”
            Suara Roland terdengar menggema di sepanjang saluran bawah tanah.
            “Bisakah kau sekali saja tidak memanggilku dengan panggilan bocah?”
            “Hahaha.... seorang bocah tidak ingin dirinya dipanggil bocah.”
            “Huh... Aku menyerah...”
            Ryuuta memutuskan untuk tidak mempedulikan Roland. Dia melihat ke arah Aida.
            “Aida di mana ini?”
            -Scan
            Seperti biasa mata Aida mulai bersinar, lalu dia menutup matanya mencari data yang ingin Ryuuta ketahui. Setelah menemukan data itu dia membuka matanya dan mulai berbicara.
            “Tempat ini adalah saluran bawah tanah imperium Atlanta. Dibabangun oleh raja pertama Atlanta untuk mengatasi luapan air yang berlebihan dari mata air pegunungan yang mengitari ibukota kerajaan.”
            “Hmm... Kalau begitu cahaya ini apa?”
            “Aida tidak menemukan data apapun tentang itu, maaf tuan.”
            “Heh...” Vyle melambatkan jalannya. Dia menyesuaikan dengan kecepatan Ryuuta. “Jadi kau ingin tahu tentang tempat ini.”
            “Hentikan Vyle... Memberitahu informasi pada orang asing.”
            “Tak apa kan Roland. Dia tidak bermaksud jahat juga.”
            “Itu belum pasti.... Lagi pula kenapa dia berbohong.”
            “Aku tidak pernah berbohong,” potong Ryuuta.
            “Lalu kenapa kau tidak jujur saat kutanya melihat seorang perempuan? Jelas-jelas aku hanya memberi sedikit kekuatan pada penutup kepala yang Roselia gunakan. Dengan itu dia hanya terlihat seperti seorang manusia perempuan biasa.”
            Ryuuta agak terkejut mendengar perkataan Roland. Namun setelah mendengar itu dia mulai mengerti kenapa Roland mencurigainya. Ryuuta segera mendekat ke arah perempuan yang dipanggil Roselia. Kemudian dia memegang penutup kepala yang dia maksud.
            “Ini?” Ryuuta memakaikan penutup kepala itu ke Roselia. “Dilihat dari manapun dia tidak terlihat seperti seorang manusia di mataku.”
            Yang terlihat di mata Ryuuta hanyalah seorang yang menggunakan penutup kepala. Tidak terlihat mereka perempuan ataupun laki-laki.
            Roland terlihat tidak mempercayai perkataan Ryuuta. Ryuuta kemudian menunjuk tekukan kain yang ada di penutup kepala milik Roselia.
             “Lihat baik-baik.”
            Roland memperhatikannya beberapa saat sebelum dia sadar dan menepuk kepalanya dengan tangan kanan.
             “Ah... aku lupa. Bagaimana bisa aku lupa. Untung kau ditemukan bocah ini Roselia.”
             “Uhm? Kenapa Roland?”
            Roselia terlihat bingung. Walaupun seperti itu dia tetap tersenyum dan mengelus pipinya dengan jari telunjuk tangan kanannya.
             “Lihat... Tulisan di penutup kepalamu tidak sempurna. Tekukan yang ada di situ merubah arti dari tulisan itu. Karena itu cuma aku dan orang-orang yang mengenalkmu yang bisa mengenalimu. Orang lain hanya akan melihat dirimu dengan wajah yang tidak bisa dilihat karena tertutup oleh penutup itu.”
             “Oh begitu...”
            Roselia tersenyum. Dia tersenyum lalu memutar tubuhnya dua kali, penutup kepalanya ikut bergerak.
             “Tapi aku suka jubah ini... Sampai-sampai aku tersesat.”
             “Huh... kau ini.” Roland melihat ke arah air yang mengalir. Wajahnya bersinar diterpa cahaya dari dalam air. “Lain kali aku tidak akan mencarimu.”
             “..........”
            Roselia berhenti dan menghadap ke Roland, melihat Roselia berhenti Roland pun juga berhenti. Roselia sejenak menutup matanya sambil menundukkan kepalanya. Sesaat kemudian  Roselia menaikkan kepalanya lalu menggerakkan kepalanya agak ke kiri. Rambut ungunya bergantian beregak ke arah kiri menutupi matanya. Lalu dia tersenyum. Dan,
             “Kalau begitu, aku yang akan menemukanmu.”
            Roland menutup matanya mendengar perkataan Roselia. Dia berhenti dan mengangkat kepalanya melihat ke atas. Di sana hanya ada kegelapan. Dia membuka matanya lalu melihat ke bawah. Wajahnya yang selalu dingin di saat itu juga walaupun hanya sementara terlihat tidak seperti biasa. Mungkin hanya sejenak, bibir Roland terangkat sedikit seperti akan menghasilkan senyum. Namun wajah itu langsung hilang. Dia langsung menutup matanya lagi.
             “Terserah kau saja....”
***
            Gemerlap cahaya putih bersinar di bawah sana. Bangunan-bangunan beratap persegi maupun persegi panjang berhimpitan. Dinding beton menjulang ke atas membentuk seperti kubah. Namun tidak sempurna, karena di atasnya terdapat ribuan kristal yang menancap di permukaanya. Kristal itu memancarkan cahaya menerangi tempat itu. Bunyi air mengalir memenuhi tempat itu. Air terjun yang mengalir dari saluran air di atasnya. Berkilau dan bersinar. Di saluran air itu terdapat tangga yang terbuat dari batuan yang berjajar rapi ke atas di kedua sisi menghimpit air terjun.
            Roland tampak berdiri di ujung tangga bagian atas. Di sampingnya Roselia berdiri. Roselia tampak mengayunkan tangannya. Orang-orang yang ada di bawah membalas sapaan itu dengan teriakan selamat datang pada Roselia. Mendengar jawaban itu Roselia tersenyum. Dia dengan cepat menuruni tangga yang berjarak sepuluh meter dari bawah. Suara air terjun mengiringi bunyi langkah kakinya. Roland mengikuti Roselia dengan pelan sambil mengeluh sekali.
            Sedangkan Ryuuta dan Vyle masih berada di atas. Vyle menjelaskan situasi mereka saat itu.
            “Maaf ya sampai membawamu ke sini.”
            “.........”
            “Tenang saja kami tidak bermaksud apa-apa. Nah Roland jika menyangkut tentang Roselia dia selalu berlebihan.”
            “........”
            Ryuuta hanya diam. Melihat Vyle turun dia mengikuti. Dan akhirnya dia mulai bicara.
            “Tempat apa ini?”
            “Ah... Maaf aku lupa memberitahumu.” Vyle tersenyum ke arah Ryuuta yang ada di belakangnya. “Ini adalah kota bawah tanah Roref. Singkatnya ini adalah kota tersembunyi di bawah tanah. Dulu Raja tunggal membangun saluran bawah tanah ini. Namun semenjak titah raja sepulu tahun lalu, banyak warga ibukota yang diusir. Mereka yang tidak memiliki tempat untuk pulang pergi ke kota ini.”
            Dan,
            “Hanya beberapa imperial sepertiku dan Roland yang mengetahui keberadaan tempat ini. Untuk itu...”
            “Aku mengerti. Aku akan diam.”
            Mereka sampai di bawah. Roselia dan Roland sudah menunggu di sana. Roland terlihat mengawasi Ryuuta. Dia tidak melepas tatapannya dari Ryuuta. Beberapa orang khususnya perempuan di sana berteriak histeris tiap kali bertemu dengan Roland yang menatap Ryuuta.
            “Jadi kita mulai dari mana?” Roland menutup matanya dan menghela napas sekali. “Aku tidak terlalu menyukai menanyai orang yang tidak kukenal. Kau yang lakukan Vyle.”
            Vyle terlihat kebingungan. Dia tersenyum sambil menatap Ryuuta.
            “Kalau begitu kita cari tempat ngobrol dulu. Tidak enak di jalan.”
            Ryuuta mengangguk setuju. Vyle mulai berjalan. Ryuuta dan yang lain mengikuti.
            Suasana kota Roref ini sangat meriah. Di setiap tempat jualan terlihat orang-orang berlalu lalang. Ibukota di atas bagaikan sebuah ilusi dibanding dengan tempat ini. Perbedaan yang sangat jauh. Di pinggir kota di tepi saluran air terdapat tempat yang lebih meriah. Dari dalamnya terdengar suara sorak-sorai dari beberapa orang laki-laki dan tawa yang keras dari beberapa perempuan. Sebuah kedai dengan sebuah papan kayu besar tergantung di atas pintu masuknya bertuliskan ‘Happy Bar’.
            Ryuuta berhenti sementara yang lainnya masuk ke kedai itu. Ryuuta menutup matanya dan mengigat kejadian pagi tadi. Dia mengingat telah keluar dari kedai bernama sama dengan yang ada di depannya.  Setelah dia terkejut untuk sementara dia mulai meraih daun pintu dari kedai itu. Sebuah pintu yang terbuat dari kayu. Dia membukannya. Cahaya putih berkilau keluar dari dalam kedai itu. Ryuuta masuk dan memperhatikan apa yang ada di dalamnya.
            Cahaya bersinar dari setiap meja-meja tua di tempat itu. Cahaya yang muncul dari sebuah kristal yang berada di dalam lampion di atas meja. Kursi-kursi yang terlihat rapuh dipenuhi oleh orang-orang mulai dari tua sampai yang muda. Jendela-jendela terbuka membiarkan cahaya dari dalam air beresonasi dengan cahaya dari kedai itu. Kedai itu penuh dengan percakapan siang itu. Penuh dengan kehidupan.
            Vyle menggerakkan tangannya mengajak Ryuuta untuk duduk. Dia berada di meja paling pojok di dekat jendela. Ryuuta mendekat ke meja itu dan duduk sesuai dengan ajakan Vyle.
             “Empat minuman untuk kami master!” teriak Vyle.
            Pemilik kedai itu menjawab dengan, ya. Suara seorang perempuan penuh energi. Beberapa saat kemudian si pemilik kedai datang ke meja mereka. Lalu menaruh gelas-gelas besar berjumlah empat biji. Setelah itu dia pergi sebelum Ryuuta sempat mencuri pandangan dari si pemilik kedai itu.
            Ryuuta memperhatikannya. Dia adalah seorang berambut hitam panjang diponi. Dia berjalan dengan sangat cepat kembali ke mejanya untuk melayani pelanggannya yang lain. Seorang perempuan dengan senyum melayani orang-orang yang ada di depannya.
             “Ahem....”
            Vyle berdehem menghilangkan suasana hening di kepala Ryuuta.
             “Jadi kita mulai dari mana?” Vyle tersenyum ragu. “Mungkin perkenalan ya... Namaku Vyle Ashblank.”
             “Aku Roland Arc. Dan dia adalah Roselia.” Roland menunjuk Roselia dengan menekuk telapak tangan kanannyanya di samping pundaknya mengarahkan ke Roselia yang berada di kanannya. “Dan kau bocah?”
             “Aku Ryuuta Sakurai.”
             “Maaf, Tuan Ryuuta! Aku tidak sempat menjelaskan apapun pada Roland dan membuatmu repot.”
            Roselia tersenyum ragu. Dia menempelkan kedua telapak tangannya di depan dada lalu menundukkan kepalanya.
            Sebelum Ryuuta memberi balasan maafnya dia berhenti. Dia melihat tatapan dari Roland yang terlihat dingin seperti biasa. Tatapan itu memberi tekanan seperti berusaha mengatakan agar Ryuuta segera mengatakan pada sesuatu pada Roselia atau sesuatu yang tidak diinginkan aka dia dapat.
             “Naikkan kepalamu..... tidak apa. Aku sudah biasa dengan hal seperti itu.”
            Roselia mengangkat kepalanya. Lalu menggerakkan kepalanya ke kiri. Rambutnya bergerak ke kiri. Rambutnya bersinar dan matanya melebar. Dia melihat ke arah Ryuuta.
             “Kenapa Tuan Ryuuta terlihat sedih?”
             “Aku tidak apa-apa....”
            Ryuuta memalingkan kepalanya dari Roselia. Dia memperhatikan aliran air di luar. Suara-suara orang yang ada di dalam kedai bertambah meriah. Ryuuta melihat ke arah pintu kedai. Dari sana beberapa orang masuk. Seorang laki-laki berbadan kekar dan seorang perempuan yang tingginya setengah dari si laki-laki.
             “Kau tertarik dengan mereka?” Roland meneguk gelasnya.
             “Siapa mereka?”
             “Hanya beberapa orang dari Guild. Mereka pulang dari berburu.”
             “Monster?”
             “Yah.... Seperti itulah...”
            Roland berhenti. Dia menaruh gelasnya di meja.
             “Heh.... memang selalu menyegarkan. Minuman buatanmu!”
            Roland berteriak keras. Si pemilik bar tersenyum. Dia membalas teriakan itu dengan, tentu saja. Setelah itu Roland berdiri.
             “Nah bocah. Aku tidak terlalu ingin mengurus seseorang sepertimu. Kau terlalu pintar untuk membodohi seseorang. Tapi dengan sikapmu yang seperti itu, kau tidak akan bertahan lama.”
            Dan,
             “Apa yang kau inginkan di Atlanta? Kau jelas-jelas bukan seorang pengembara biasa, kan?”
            Roland melirik ke arah Ryuuta. Ryuuta memalingkan wajahnya ke arah jendela.
             “Aku....” Ryuuta agak ragu. Apakah yang dia akan katakan benar. “Aku ingin mengetahui tentang kerajaan ini...”
            Ryuuta dengan mantab mengatakannya. Dia tidak punya waktu untuk ragu saat ini. Dia ingin mengetahui apa yang ayah dan pamannya lakukan di kota ini. Dia tidak mau lagi ditinggalkan sendirian.
             “Kalau begitu tempat yang paling cocok untuk kau kungjungi adalah perpustakaan pusat. Tapi...”
            Roland berhenti.
             “Tapi kau hanya boleh memasuki perpustakaan dengan syarat,” sambung Vyle.
             “Syarat?”
             “Aku tidak tahu juga... tapi beberapa hari yang lalu, pihak perpustakaan mewajibkan orang-orang yang mau memasuki perpustakaan harus menyelesaikan sebuah quest.”
            Ryuuta diam sejenak. Dia diam setelah mendengar quest diucapkan. Dia mengeluarkan Aida dan menanyakan tentang quest, walaupun dirinya sendiri tidak asing dengannya.
             “Baik tuan Ryuuta.”
           Aida mengeluarkan semua informasi tentang quest. Quest adalah sebuah misi yang diberikan oleh sentral misi. Quest bisa berupa berburu monster tertentu. Mencari sesuatu. Dan lainnya.
            Ryuuta melanjutkan ke definisi tentang guild.
            Guild singkatnya adalah sebuah wadah berkumpul orang-orang yang memiliki suatu tujuan yang sama. Beda tujuan suatu kelompok berbeda guild mereka. Namun bukan hanya tujuan yang menjadi acuan sebuah guild. Beberapa guild memiliki sebuah ikatan yang tidak terpisahkan. Dan beberapa hanya orang-orang yang berkumpul dan menjadi sebuah guild. Di sinilah, Guild, mereka berkumpul.
             “Guild, kah....?”
            Ryuuta melihat ke dua orang yang masuk tadi. Roselia mengikuti lirikan Ryuuta.
             “Tuan Ryuuta.”
             “.......?”
             “Anda tidak bersama guild?”
             “Tidak.... aku tidak cocok dengan sebuah kelompok.”
             “Kalau begitu kita sama....”
            Roselia tersenyum. Melihat itu Ryuuta mulai memalingkan pandangannya dari dua orang tadi. Dia melihat ke arah Vyle.
             “Jadi.... apa yang harus kulakukan?”
             “Pertama-tama kau harus menerima misi di sentral.”
             “Kembali ke atas?”
             “Aku akan tunjukkan jalannya.”
             “Ya, ya... tunjukkan dia jalan ke atas Vyle. Aku duluan.”
             “Kau mau ke mana Roland?”
             “Aku ada urusan. Kau urus si bocah.”
            Roland berjalan ke pemilik bar. Dia melempar dua koin emas. Pemilik bar tersenyum. Setelah itu Roland mulai berjalan keluar. Namun dia berhenti. Lengan bajunya tidak mau mengikuti pergerakan badannya. Roselia menarik lengan bajunya. Dia menghentikan Roland.
             “Roland.... kau mau pergi?”
             “......”
             “Kau meninggalkanku lagi.....”
            Roland menutup matanya lalu melepaskan, hah, sekali. Lalu dia menepuk kepala Roselia. Saat itu juga Roselia melepaskan pegangannya pada lengan baju Roland.
             “Aku mengerti.”
            Roselia tersenyum mendengar perkataan itu. Dia kemudian menggerakkan tangannya memberi tanda perpisahan pada Roland yang mulai pergi dari kedai itu.
            Roselia kembali ke tempat duduknya. Dia melihat ke luar jendela. Untuk sesaat matanya terlihat berkaca. Namun dia menutup matanya. Lalu membukanya dan tersenyum.
            Vyle tersenyum melihat Roselia. Dia kemudian meneguk gelasnya dan segera berdiri.
             “Kalau begitu ayo kita kembali ke atas. Kau mau ikut Roselia?”
             “Tidak.” Roselia menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Aku hanya akan merepotkan.”
             “Kau yakin?”
             “Ya...”
            Roselia melihat ke arah Vyle dan tersenyum. Vyle segera berjalan diikuti dengan Ryuuta. Dia mungkin sudah tidak khawatir lagi dengan keadaan Roselia. Atau ingin membiarkan Roselia sendirian saat itu.
***
            Setelah menyapa pemilik kedai dia keluar. Ryuuta mengikutinya. Mereka berjalan menuju ujung kota Ronef ini. Di sana terdapat tangga ke atas sama dengan yang ada di ujung lainnya. Air terjun yang sama pula ada di sana. Keduanya segera naik. Dan sesampainya di atas mereka melanjutkan berjalan. Ada beberapa persimpangan ada di saluran bawah tanah itu.
            Selama perjalanan keduanya hanya diam. Vyle beberapa kali melihat ke belakang dan tersenyum. Ryuuta membalasnya dengan menutup matanya sekali. Setelah berbelok beberapa kali mereka dapat melihat tangga besi. Setelah sampai di depan tangga, Vyle naik dan membuka penutup yang ada di atas. Sama seperti lubang masuk lainnya tempat di atas mereka gelap. Tempat gelap ini menjadi jalan masuk ke kota bawah Ronef. Tempat itu menjadi tempat untuk menyembunyikan pintu masuk ke kota bawah itu. Dan seperti yang Ryuuta duga tulisan yang sama ada di tembok yang ada di sekitar lubang bawah tanah. Tulisan yang menyembunyikan pintu masuk itu.
            Vyle menutup lubang setelah Ryuuta keluar. Lalu keduanya keluar dari gang yang menyembunyikan jalan masuk ke saluran bawah tanah itu. Setelah mereka keluar dari gang terlihat sebuah bangunan berwarna putih. Bangunan yang cukup besar. Terdapat tiga buah tiang di depan yang saling terhubung di bagian atas. Tiga tiang itu membentuk dua pintu masuk. Di dalamnya terdapat tangga yang tidak terlalu tinggi. Dan setelah tangga terdapat pintu masuk yang lebar. Pintu terbuka keluar. Masing- masing menjadi pembatas tangga di bagian samping tangga.
            Vyle diikuti Ryuuta mulai berjalan ke arah gedung tersebut. Setelah sengatan matahari siang itu adalah bangunan putih yang mereka seberangi. Setelah itu mereka berjalan menaiki tangga dan masuk ke dalam.
             “Selamat datang di sentral quest Atlanta.”
            Dia adalah seorang perempuan berambut pirang yang menyapa mereka. Dia menggunakan kimono. Membawa sebuah buku di tangan kiri dan pena bulu di tangan kanan yang diambil dari meja di samping kirinya.
             “Ada yang bisa saya bantu?”
            Perempuan itu membuka bukunya dan melihat isinya. Vyle tersenyum melihatnya.
             “Kau baru di sini?”
             “I-iya tuan...”
            Perempuan itu tersenyum agak segan. Dia menyentuh rambutnya beberapa kali dengan jari tangan kanannya dan menggerakkannya ke belakang telinga.
             “Kalau begi-“
             “Eh?!!”
            Vyle ingin meminta perempuan itu melakukan sesuatu. Namun dia berhenti setelah terdengar terikan seorang perempuan lain.
             “Sepertinya kau akan sibuk hari ini.”
            Vyle tersenyum melihat perempuan di depannya menundukkan kepalanya dan segera menghampiri perempuan yang baru saja berteriak. Vyle memperhatikan untuk sesaat. Seorang perempuan berambut merah, menggunakan kimono yang agak khas, di pinggangnya terdapat dua buah sabre. Dari samping dia tampak menggunakan pelindung dada serta pelindung bahu yang berwarna putih dan merah, dan sebuah sepatu yang yang agak tinggi. Dari reaksi Vyle dia sepertinya mengenal perempuan itu. Namun dia membiarkan perempuan itu untuk sementara.
             “Kenapa aku tidak boleh memasuki tempat itu? Aku cukup kuat untuk melindungi diriku di tempat itu...”
             “T-tapi.” Perempuan yang menyapa Ryuuta dan Vyle berbicara dengan agak gugup. “Level anda tidak mencukupi untuk memasuki dungeon t-tersebut.”
             “Kau tidak tahu dengan siapa kau bicara!”
            Walaupun tidak kasar, perkataan itu membuat si pirang terlihat ketakutan. Vyle segera mendekat ke si rambut merah. Lalu dia tersenyum.
             “Bisakah kita hentikan di sini saja, putri.”
            Si rambut merah yang dipanggil putri membalikkan wajahnya ke arah suara itu berasal. Dia kemudian diam sejenak dan menundukkan kepalanya.
             “Vyle kenapa kau ada di sini?!”
             “Aku sedang menemani seseorang...”
             “....!!”
            Si rambut merah menaikkan kepalanya. Ekspresinya berubah seketika setelah mendengar perkataan Vyle.
             “Oh, begitu...” kata si rambut merah sambil memalingkan kepalanya ke kanan. Wajahnya memerah. “Untuk kau tahu saja. Aku tidak peduli kau sedang apa di sini. Dan aku tidak peduli dengan siapa kau ke sini!”
             “Maaf mengganggu, Vyle.” Ryuuta yang mengikuti Vyle di belakangnya berbisik padanya. “Sepertinya dia sangat ingin tahu dengan siapa kau ke sini.”
             “Tidak, tidak dia tidak peduli sedang apa aku di sini.”
            Vyle membalas bisikan Ryuuta dengan suara kecil.
             “Dilihat dari manapun dia sangat peduli.”
             “Nah, Ryuuta di saat seperti ini yang kau harus lakukan adalah menuruti perkataan perempuan. Di saat mereka mengatakan tidak peduli maka kau lakukan itu.”
             “Kalau begitu lakukan sesuatu padanya.”
            Vyle melepas napas panjang. Lalu dia memperhatikan perempuan di depannya. Tinggi perempuan itu hampir sedada Vyle. Lebih tinggi dari Roselia yang tingginya dibawah dada Vyle. Dia masih melihat ke arah kanan. Melihat itu Vyle tersenyum agak ragu. Kemudian dia memanggil perempuan itu.
             “Putri Flauren.”
             “.......”
            Dia melihat ke arah Vyle. Kemudian dia menutup matanya bersamaan dengan tangan Vyle yang menyentuh rambutnya. Vyle mengelus rambutnya. Dan itu membuat wajah Flauren memerah.
             “Aku mengerti....”
             “Apa yang kau mengerti... hmmp!”
             “Ya, ya... aku mengerti.”
            Kedua kalinya Vyle mengatakan hal itu Flauren mulai diam. Dia kehilangan keinginan untuk berbicara. Dia memegang baju Vyle dan menariknya pelan beberapa kali.
             “Baiklah.”
            Vyle tersenyum. Dia berbalik dan meminta maaf dengan kedua telapak tangannya yang saling dia tempelkan. Setelah itu Vyle keluar dari sentral bersama dengan Flauren meninggalkan Ryuuta dengan si rambut pirang.
            Vyle mengelus rambutnya beberapa kali. Sambil menyela dengan napas pendek dia bergumam.
            Aku tidak mengerti perempuan....
***
             “Bagaimana ini.... a-aku melakukannya lagi....”
            Si rambut pirang terlihat agak panik. Dia memainkan rambutnya beberapa kali dengan pena bulu.
             “Ehem.”
            Suara Ryuuta membuat si pirang diam. Dia mulai sadar akan pekerjaannya saat itu juga. Dia menyelipkan rambutnya ke telinga dengan tangan kanan. Lalu membuka bukunya.
             “Ada yang bisa saya bantu tuan?” tanyanya sambil menunjukkan senyum.
             “Hmm... Bisakah aku melihat quest untuk mendapatkan izin memasuki perpustakaan?”
             “Uhmmm...” Dia membalik halaman buku yang dia pegang. Lalu dia berhenti. “Eh... sama dengan perempuan yang barusan? T-tapi.”
             “Tapi?”
             “Jadi begini...” Dia berhenti sejenak. “Dungeon tempat quest ini sangat berbahaya. Jika anda tidak memiliki cukup level anda tidak diperkenankan masuk ke sana.”
            Pihak sentral diberi kemampuan khusus untuk dapat melihat level seseorang. Hal ini diberikan kepada mereka agar mereka memberi keputusan dengan bijak pada penerima quest. Mengingat hal itu Ryuuta mencari cara lain.
             “Apakah tidak bisa masuk dengan paksa?”
             “Di sana terdapat rune yang tertulis di batas bahaya. Jika ada yang memiliki level di bawah yang disarankan maka mereka tidak akan bisa melewati batas itu.”
             “Hmmm...” Ryuuta memainkan rambutnya perlahan. “Itu lebih baik.”
             “Maaf, tuan?”
             “Tidak, tidak apa. Kalau begitu aku ingin melihat seperti apa quest tersebut.”
             “T-tapi...”
             “Jika hanya melihat tidak apa kan?”
             “..........”
            Setelah ragu beberapa saat dia menutup bukunya. Lalu dia pergi menuju ke depan sebuah bilik berkaca. Terdapat ruang yang terbuka di bagian tengahnya. Dia mulai berbicara dengan seorang perempuan lain yang berada di sana. Perempuan itu memberikannya lembaran kertas yang digulung dan diikat menggunakan pita merah.
            Si pirang kembali. Dia memberikan lembaran kertas yang digulung itu. Ryuuta menarik pitanya lalu membuka isi lembara kertas itu. Ada empat lembar kertas di dalamnya. Pertama adalah sebuah surat dari pemberi quest. Lembar kedua adalah persyaratan. Lembar ketiga adalah rekomendasi penyelesaian quest. Dan yang keempat adalah hadiah quest.
            Lembar pertama tidak terlalu menarik perhatian. Hanya surat singkat formal tertang permintaan pihak perpustakaan untuk mendapatkan sebuah benda dari dalam dungeon. Persyaratan yang tertera di lembar kedua adalah level lima. Persyaratan penyelesaian quest adalah mengambil sebuah batu kristal jauh di tempat terdalam dungeon. Rekomendasi adalah party. Dan hadiah yang didapatkan adalah berupa seribu keping emas dan izin memasuki perpustakaan. Dan diakhir lembaran itu terdapat sebuah cap unik.
             “Hmm level lima, kah...”
             “Ya, tuan?”
             “Level lima bukannya sedikit terlalu berlebihan?”
           “Melihat kondisi dungeon beberapa hari ini level lima adalah batas aman. Saya tidak bisa melakukan apapun.”
             “Sebegitu pentingkah level?”
            Sebegitu pentingkah level?
            Ryuuta mengulang perkataan itu dalam hatinya sambil melihat ke atas. Terdapat bagian yang transparan di atap yang membiarkan cahaya masuk ke dalam bangunan sentral ini. Cahaya yang masuk dari sana menyilaukan mata, namun tidak terasa panasnya.
             “Tentu saja tuan.” Jawab si pirang. “Level adalah parameter seberapa kuatnya seseorang. Dan persyaratan ini tidak bisa di-“
             “Kenapa berhenti?”
             “Oh, ada persyaratan lain yang bisa dipenuhi.”
             “Benarkah?”
             “Ya, tuan.”
            “Sebutkan....” Ryuuta mengatakan dengan ragu. Sepertinya dia tahu apa yang akan dikatakan perempuan itu.
             “Party.”
             “......”
            Ryuuta menggulung kembali lembaran kertas di tangannya lalu mengikatnya kembali dengan pita. Dikembalikannya gulungan itu lalu dia meninggalkan sentral.
            Dia meliat agak ke atas. Memperhatikan sinar sol yang menerangi ke bawah. Dia akan keluar dari sentral. Sebelum itu dia melihat kebelakang. Melihat ke arah atas. Di atas lobi berkaca terdapat sebuah ukiran di tembok. Sebuah ukiran gulungan kertas diikat dengan pita terukir diatas ukiran sebuah bunga bermahkota sejumlah tujuh biji.
            Party..... kah?
***
            Sinar sol kian memanas. Selepas dari teduhnya bangunan sentral terdapat sebuah tempat duduk yang terbuat dari kayu. Di belakangnya ada pembatas jalan yang di setiap sepuluh meternya terdapat tiang lampu. Di dekat tempat duduk itu terdapat sebuah pohon besar dengan bunga yang berwarna merah. Jika dilihat hampir di seluruh kota pohon dengan bunga berwarna merah itu hampir tidak ada yang tidak menghiasi sudutnya.
            Ryuuta keluar ke jalanan yang panas dari sentral. Dia melihat ke atas beberapa kali sebelum akhirnya melihat ke arah kanan. Di sana duduklah Vyle dan Flauren sedang berbincang. Vyle menyapa Ryuuta dari kejauhan dengan tangan kanannya. Walaupun Ryuuta tidak ingin mengganggu mereka, dia tidak punya pilihan lain. Dia berjalan ke arah Vyle.
             “Vyle siapa dia?”
            Flauren bertanya pada Vyle. Dia terlihat sedang memegang sebuah makanan berupa potongan roti kering dengan taburan manisan di atasnya.
             “Perkenalkan dia Ryuuta.”
            Vyle menunjuk ke arah Ryuuta. Lalu menunjuk ke arah Flauren.
             “Dia adalah Flauren.”
            Ryuuta mengagguk sekali sambil menutup matanya beberapa saat.
             “Eh? Dia yang menyelamatkan Roselia tadi pagi?”
             “Yah seperti itulah.”
             “Dari manapun dia terlihat seperti anak-anak berumur sektiar enam belas tahun. Hebat sekali bisa menyiasati Roland.”
             “Ahaha.... Aku juga sempat tertipu olehnya. Namun aku sempat lega melihat Ryuuta yang menemukan Roselia. Aku tidak tahu apa yang terjadi kalau bukan dia yang menemukan Roselia.”
            Flauren diam. Dia menjilat makanan yang dia pegang beberapa kali. Ah iya kah, beberapa kali terdengar dari darinya seperti enggan merespon perkataan Vyle.
            Lagi-lagi Roselia....
            Di bawah teduh pohon berbunga merah siang itu. Perbincangan terus berlanjut. Flauren diam selama pembicaraan yang dilakukan Vyle sendirian tentang pertemuannya dengan Ryuuta. Dia bagai seorang perempuan yang tidak mengetahui dunia luar. Saat pembicaraan yang mereka lakukan menarik perhatiannya dia mengikuti. Namun jika tidak ada yang menarik perhatiannya dia diam. Diam sampai akhir pembicaraan. Sampai sebuah bunga merah jatuh di makanan yang dia pegang. Bunga merah bermahkota tujuh.
             “Putri, putri....”
             “.........”
             “Putri!”
             “Eh? Ya Vyle?”
             “Sol sudah mulai terbenam. Mari kita kembali...”
             “Oh.. ia. Maaf.”
            Flauren melihat ke arah makanan yang masih tersisa di tangannya. Dia memperhatikan di atasnya terdapat bunga merah.
             “Eh... bunga atlantea.”
             “Oh benar...” Vyle tersenyum. “Dan lagi tujuh mahkota. Sepertinya putri akan mendapat sebuah keberuntungan.”
             “Benarkah....”
            Flauren tidak terlihat seperti sedang bertanya. Dia tersenyum dan dengan lembut mengambil bunga itu dan menaruhnya di rerumputan di belakang pembatas jalan di bawah pohon berbunga merah itu. Dia kemudian menghabiskan sisa makanannya. Lalu dia berdiri dan memberi salam sebuah bungkukan kecil. Setelah itu pergi duluan meninggalkan Vyle dan Ryuuta dengan senyum kecil.
            Aku harap itu benar-benar terjadi... keberuntungan...
***
             “Nah Ryuuta...”
             “.....?”
            Ryuuta menoleh sedikit ke arah Vyle. Dia sedang mengelus pipinya melihat reaksi Ryuuta.
             “Haha... sepertinya aku belum terbiasa. Oh ya. Setelah ini kau mau ke mana?”
             “Aku mau kembali ke penginapan.”
             “Hmm....” Vyle memegangi dagunya dengan tangan kiri. “Kau perlu diantar?”
             “Tidak, aku tahu jalan ke penginapan.”
             Ryuuta melihat ke arah Flauren berjalan. Dia sudah hampir tidak terlihat dari pandangannya.
             “Dan lagi kau harus mengantar pulang tuanmu, kan?”
             “Eh..”
            Vyle dengan cepat melihat ke arah Flauren pergi. Dia kemudian membungkuk ke arah Ryuuta.
             “Maaf, aku sampai lupa. Kalau begitu aku duluan.”
             “Ya...”
            Ryuuta mengangguk. Setelah itu Vyle berjalan dengan agak cepat menyusul Flauren.
           Setelah Vyle tidak terlihat di jarak pandangnya Ryuuta memperhatikan Sol yang sudah hampir hilang sore itu. Beberapa saat setelah itu lampu-lampu di pinggir jalan mulai menyala. Sebuah mekanisme sederhana yang diaktifkan oleh prajurit yang mulai berpatroli sore itu dengan menggeser bagian pada tiang lampu.
            Ryuuta mulai berjalan menuju penginapan yang terletak di tengah ibukota imperium itu. Seperti di pagi hari tadi tempat itu sepi. Hanya beberapa imperial yang terlihat sedang berpatroli. Ryuuta mempercepat jalannya. Hingga dia sampai di depan penginapan di hanya diam tidak membalas sapaan beberapa imperial yang beberapa kali menyapanya.
            Ryuuta masuk ke dalam penginapan. Seorang perempuan berambut pirang mengenakan kimono menyapanya.
             “Eh...”
             “Ah... tuan yang tadi siang.” Si pirang yang Ryuuta temui di sentral tadi siang membuka buku catatannya. “T-tuan......”
             “Ryuuta.”
             “Oh iya, tuan Ryuuta. Kamar nomor lima di lantai dua ya?”
            Ryuuta mengangguk. Dia memperhatikan beberapa orang yang sedang minum di meja tepat di belakangnya. Mereka terlihat tidak asing bagi Ryuuta. Orang-orang yang ada di happy bar kota Renef. Ryuuta dengan cepat menghindari tatap mata dengan mereka. Dia kemudian memperhatikan penjaga penginapan di depannya.
             “Eh maaf tuan.. nama saya Rumia.”
             “Rumia kau juga bekerja di sentral?”
            Rumia mengangguk. Dia melanjutkan mencari sesuatu di meja kerjanya.
             “Saya anak dari pemilik penginapan ini. Saya menjaga di malam hari seperti ini sampai bar di depan tutup.”
             “Kalau tidak salah tengah malam ya?”
             “Ya.” Rumia mengangguk lagi. Dia memainkan rambutnya seperti pada saat bertemu dengan Ryuuta sebelumnya. “Di siang hari ibu yang menjaga. Dan di malam hari saya yang menjaga dan ibu menjaga bar. Tengah malam dan sampai siang ayah yang menjaga penginapan ini.”
            Rumia tesenyum dan menyodorkan sebuah kertas yang berbentuk persegi panjang. Di sana terdapat sebuah tulisan runic dan angka lima di tengahnya.
             “Tuan tahu cara menggunakannya?”
             “Ya, taruh kertas ini di depan daun pintu dan segel command akan terbuka.”
             “Oh ya, tolong matikan lilin di pagi hari tuan.”
             “Aku mengerti.”
             “Kalau begitu selamat malam tuan.”
            Ryuuta mengambil kertas itu lalu menaiki tangga yang ada di samping kanannya. Saat menaiki tangga di berpapasan beberapa kali dengan laki-laki maupun perempuan.
            Setelah sampai di lantai dua, Ryuuta segera berjalan menuju ke kamar nomor lima. Dia mengeluarkan kertas yang diberikan Rumia tadi. Kemudian kertas tersebut didekatkan ke daun pintu.
            Cahaya biru bersinar muncul sebuah lingkaran di depan pintu berwarna biru. Runic yang tertulis di kertas timbul dan bergerak berputar-putar melingkari di atas kertas. Setelah beberapa saat tulisan yang melingkar di atas kertas tadi hilang. Dan lingkaran yang terbentuk di depan pintu berputar dan mengecil lalu hilang.
            Itu adalah salah satu tipe command yang menggunakan konsep ruangan tertuput. Pintu menuju ruangan itu diberi sebuah command yaitu pintu tersebut hanya bisa dikunci maupun dibuka dengan kertas dengan tulisan yang sama tertera di muka pintu. Selain itu pintu tersebut bisa dibuka dengan sebuah kertas yang fungsinya seperti sebuah master key.
            Segel di pintu itu telah terbuka. Ryuuta membuka pintu itu. Lalu masuk. Hal pertama yang menarik perhatiannya adalah lampu lilin yang menyala di atas meja menerangi kamar itu dari sudut ruangan.
            Pemilik penginapan ini peduli dengan penggunanya...
            Di dalam terlihat ruang dengan empat buah ranjang. Sebuah meja dan kursi di sudut ruangan dengan lampu lilin diatasnya. Di atas meja terdapat sebuah tas berukuran sekitar lima puluh senti.
            Ryuuta menyegel kembali pintu kamarnya dengan kertas tadi. Lalu berjalan menuju sudut ruangan. Dia membuka tas di atas meja itu. Di dalamnya terdapat tumpukan buku. Buku yang sama terdapat di sana. Ryuuta mengambil salah satu buku bersampul Atlanta xxxx 2010. Dia membukanya lalu mengeluarkan pena bulu dari tas kecil di pinggangnya. Dia mulai mnyelupkan pena itu ke dalam tinta yang diambilnya dari tas kecil di pinggangnya juga. Dia mulai menulis lengkap kejadian pagi sampai siang harinya. Tentang diterlantarkan ayah dan pamannya, pertemuannya dengan Roland, Roselia, Vyle, Flauren maupun Rumia. Setelah dia selesai dia menutup buku itu lalu menaruh pena bulu di atas buku dan menutup tinta agar  tidak kering.
            Kemudian dia menidurkan diri di ranjang paling dekat. Dia melihat ke atap. Terdengar suara pintu tertutup. Dia mengira-ngira sedang apa orang yang tinggal di atasnya. Setelah beberapa saat dia kehilangan keingintahuannya. Dia kemudian memperhatikan jendela yang berada tepat di samping meja.
             “Apa yang sedang dilakukan ayah dan paman....”
            Pikirannya penuh dengan teka-teki. Tentang apa yang dilakukan ayah dan pamannya. Ataupun apa yang harus dia lakukan. Namun semua itu mulai memudar beberapa saat ketika dia hilang dalam pikirannya mencari jawaban. Penglihatannya mulai mengabur. Perlahan mulai gelap. Dan dia mulai terlelap dalam tidur.
***
             “Aida kau di situ?”
             “Ya, tuan. Ada apa?”
             “Kau masih ingat tentang fragment?”
             “Kristalisasi sebuah cerita?”
             “Ya. Fragment adalah potongan cerita dari sebuah cerita utuh. Kau ingat tugasmu?”
             “Ya, tuan. Mengumpulkan fragment-fragment tersebut untuk meluaskan pengetahuan tentang dunia ini.”
             “Kalau begitu lakukan. Tapi,”
             “Ya, tuan. Saya tidak akan mengganggu cerita di dalamnya. Karena....”
             “Aida?”
            .............
            Saya tidak memiliki hak untuk mencampuri urusan di dalam fragment.

            Karena diriku hanyalah AI.
Kembali Ke Atas Go down
Sponsored content





[Novel] World Select Empty
PostSubyek: Re: [Novel] World Select   [Novel] World Select Empty

Kembali Ke Atas Go down
 
[Novel] World Select
Kembali Ke Atas 
Halaman 1 dari 1
 Similar topics
-
» Script select job
» [ask] select chara
» [Event System] Character Select
» [VX Ace] Event System - Character Select
» [RM2K3]Kabutopsu Select Charachter ver 1.0

Permissions in this forum:Anda tidak dapat menjawab topik
RPGMakerID :: Community Central :: Role Playing-
Navigasi: